View Full Version
Rabu, 22 Jan 2020

LPG 3 Kg dan Islam

 

Oleh:

Hetik Yuliati, S.Pd

Aktivis Dakwah, Pengajar

 

AWAL tahun baru 2020 ini, rakyat mendapatkan “hadiah” dari pemerintah berupa wacana pencabutan subsidi tabung gas elpiji 3 kg pada pertengahan tahun ini. Dengan dicabutnya subsidi pada tabung gas elpiji 3 kg diperkirakan mencapai Rp 35.000 per tabung. Hal itu berdasarkan hitungan harga tabung gas elpiji 12 kg seharga Rp 139 ribu. (Detik, 16/01/2020).

Pro dan kontra masyarakat sangat kentara terkait dengan wacana pencabutan subsidi tabung gas elpiji 3 kg, mengingat bahwa gas elpiji merupakan salah satu sumber energi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Wacana pencabutan subsidi tabung gas elpiji 3 kg yang disampaikan oleh Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto (14/1/2020) dikhawatirkan berbagai pihak akan berdampak terhadap kelangkaan elpiji dan menimbulkan polemik di masyarakat karena akan mengakibatkan kenaikan harga-harga barang.

Di dalam Islam, gas elpiji merupakan barang pokok yang wajib dilindungi dan dikelola oleh negara. Barang pokok ini dikategorikan ke dalam kepemilikan umum yaitu benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ yang diperuntukkan bagi komunitas masyarakat dan Asy-Syari’ melarang benda tersebut dikuasai oleh perorangan.

Benda-benda yang masuk kedalam kepemilikan umum ada 3. Pertama, barang yang merupakan fasilitas umum. Kedua, barang tambang yang tidak terbatas. Ketiga, sumberdaya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki oleh perorangan atau kelompok. Dalam sebuah hadist dari Ibnu Abbas, Nabi SAW pernah bersabda:

“Kaum muslimin bersekutu (memiliki hak yang sama” dalam tiga hal: air, padang dan api” (HR Abu Dawud)

Di dalam masalah padang, api dan air, Rasulullah menyatakan bahwa semua manusia bersekutu atau memiliki hak yang sama, karena itulah beliau tidak suka menjadikan benda/barang tersebut dimiliki oleh seseorang atau kelompok, sementara yang lain terhalang untuk memilikinya.

Gas elpiji merupakan barang yang seharusnya tidak diperjualbelikan, akan tetapi diolah oleh pemerintah lalu dibagikan kepada masyarakat secara gratis, atau bisa juga rakyat hanya disuruh untuk membayar biaya operasional yang dikeluarkan pemerintah untuk mengolah barang tambang berupa gas elpiji tersebut.  Gas merupakan barang yang dimiliki bersama seluruh masyarakat, bukan dimiliki oleh perorangan ataupun asing.

Negara seharusnya mengelola hak milik umum serta milik negara. Harta yang termasuk milik umum pada dasarnya tidak boleh sama sekali diberikan oleh negara kepada siapapun, meskipun negara bisa saja membolehkan orang-orang untuk mengambilnya melalui pengelolaan yang memungkinkan mereka untuk memanfaatkannya. Namun demikian, setiap orang diperbolehkan memanfaatkannya, kemanfaatannya merupakan hak setiap masyarakat, tidak dikhususkan untuk satu orang saja, sementara yang lain tidak.

Di Indonesia saat ini pengelolaan barang-barang tambang, mayoritas dikelola oleh swasta, bahkan banyak yang dikelola asing. Hal ini sangat bertentangan dengan islam yang melarang pengelolaan barang tambang dilakukan oleh perorangan atau swasta, apalagi memberikan hak pengelolaan barang tambang kepada asing. Inilah yang menyebabkan tingginya harga jual gas elpiji, yang pada akhirnya mencekik rakyat dan menyebabkan kerugian negara.

Seharusnya pemerintah mengelola semua tambang di Indonesia secara mandiri, jika tidak mampu, maka kita harus belajar dan berusaha semaksimal mungkin untuk memanen hasil tambang dan kekayaan milik Indonesia. Karena sesungguhnya semua barang tambang yang ada di Indonesia adalah milik semua rakyat, tidak boleh diberikan kepada perorangan atau kepada perusahaan apalagi kepada asing.

Jika pengelolaan barang tambang sudah dikelola mandiri oleh negara, kemudian hasilnya dibagikan rata kepada rakyat (semua barang tambang adalah milik umum yang harus dimanfaatkan bersama) alangkah makmurnya negri ini. Rakyat tidak akan lagi mengeluh kenaikan harga gas elpiji, pemerintah takkan lagi disusahkan karena harus membayar subsidi kepada rakyat, rakyat juga tidak akan lagi tercekik dengan hutang negara dan pajak.

Betapa indahnya jika semua dikembalikan kepada islam, yang mengatur segala lini kehidupan. Sayangnya banyak manusia yang memilih untuk ingkar dan menjauh dari islam. Dan inilah yang menjadikan peradaban manusia rusak dan mendatangkan bencana.Wallahu a’lam.*


latestnews

View Full Version