Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Dalam dunia persepakbolaan, kita mengenal istilah tendangan bebas langsung dan tidak langsung akibat suatu pelanggaran tertentu dari seorang pemain.
Dalam kaitan persoalan yang sedang menjadi sorotan publik, yakni pascaOTT komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan (WS) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kiranya dapat diibaratkan bak permainan sepak bola di lapangan hijau.
Harun Masiku (HM) bisa diibaratkan yang saat itu sebagai pemain cadangan yang duduk di pinggir lapangan tiba-tiba masuk ke tengah lapangan mengeksekusi tendangan bebas tidak langsung ke gawang KPU.
Tendangan bebas tidak langsung oleh HM dioperkan ke Saeful dari unsur swasta yang konon patut diduga sangat dekat dengan Sekjen pe-de-ipe Hasto Kristiyanto, lalu Saeful mengoperkan bola ke Agustiani Tio Fridelina (ATF) mantan anggota Badan Pengawas Pemilu yang konon layak diduga pula sebagai orang kepercayaan WS.
Saat Saeful menendang bola ke arah gawang KPU langsung bola ditangkap oleh WS dan pada waktu bersamaan wasit yang dalam hal ini KPK langsung meniup peluitnya sebagai pelanggaran. Kartu merah dari KPK langsung dikeluarkan untuk WS, Saeful dan ATF. Sementara HM usai mengeksekusi tendangan bebas tidak langsung terus pergi konon ke luar negeri.
Kini wasit yang dalam hal ini adalah KPK, kita tunggu keseriusannya menangani proses hukum kasus yang tak kalah menghebohkan dari skandal Jiwasraya dan Asabri.
Masihkah KPK yang banyak diragukan publik atas revisi UU KPK dapat menunjukkan punya nyali dalam pemberantasan korupsi di negeri ini yang sudah layak disebut negeri darurat korupsi?