View Full Version
Jum'at, 31 Jan 2020

Nabi Dibimbing Wahyu, Manusia Punya Hawa Nafsu

 

Oleh:

Leli Novitasari

Aktivis Generasi Peradaban Islam

 

KEMBALI narasi yang dilontarkan Menteri Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menuai beragam komentar. Dikatakannya bahwa agama melarang untuk mendirikan negara seperti yang didirikan nabi. Sebab, negara yang didirikan Nabi merupakan teokrasi di mana Nabi memiliki tiga kekuasaan sekaligus yaitu legislatif, yudikatif, dan eksekutif.

"Ada masalah hukum  minta ke Nabi, Nabi buat hukumnya. Yang menjalankan pemerintahan sehari-hari Nabi. Kalau ada orang berperkara datang ke Nabi juga. Sekarang tak bisa, haram kalau ada," kata Mahfud MD dalam menyampaikan materi saat diskusi panel di Gedung Pengurus Besar Nahdlatu Ulama, Jakarta, Sabtu (25/1). Republika.co.id (26/1/2020).

Sependapat ketika pak Prof Mahfud MD mengatakan Nabi itu dibimbing wahyu dalam menjalankan teokrasi (legislatif, eksekutif,  yudikatif), sudah pasti bukan menuruti hawa nafsu. Setingkat Nabi saja tidak berani membuat hukum tanpa dibimbing wahyu. Karena dalam agama Islam dilarang seorang manusia menjadi legislatif/ pembuat hukum. Hanya Allah Subhana wata'ala sajalah yang berhak. Seperti tertuang dalam firman Allah swt. dalam Q.S Al-An'aam ayat 57 : "...menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik."

Rasulullah sebagai seorang Rasul juga kepala negara saja menunggu wahyu Allah dahulu sebelum menetapkan suatu hukum. Jadi Beliau hanyalah sebagai pelaksana hukum Allah swt. Yang artinya beliau menetapkan suatu hukum sesuai perintah dan larangan Allah swt.

Lalu bagaimana dengan lembaga legislatif sekarang ya? Akan tetapi pernyataan Pak Mahfud MD tentang dilarang mencontoh Nabi dalam mendirikan negara. Ini pendapat yang dikhawatirkan mencederai bahkan bisa merusak iman seorang muslim. Mengapa demikian? Karena kita tahu Nabi itu manusia paling mulia dan tanpa cela. Bila dalam akhlak saja kita disuruh mencontoh Nabi apalagi dalam hal yang paling besar (mendirikan negara). Sesuai dengan firman Allah di dalam Al-Qur'an surat Al Ahzab ayat 21: "Sesungguhnya pada diri Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah."

Lalu isyarat Rasulullah dalam hadist yang diucapkan jauh hari sebelum beliau mangkat. "Hendaknya kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafa'ur rasyidin yang mendapat petunjuk setelah aku." (HR. Al Hakim dari al Irbath ibn Sariyah)

Sahabat Nabi yang dekat dengan Nabi pun diberikan petunjuk untuk mengikuti dan mencontoh Nabi. Demikian juga sabdanya: " Teladanilah kedua orang ini sepeninggalanku, yaitu Abu Bakar dan Umar." (HR. At-Tirmidzi, Ahmad,dan Ibnu Majah) .Dikutip dari buku Tarikh Khulafa Sejarah Para Khalifah, Imam as-Suyuthi. Bila kita telusuri dalam siroh para Sahabat tidak mengikari bahwa wajib bagi mereka menngikuti apa yang Nabi contohkan.

Namun Mahfud MD lagi menyatakan, "Kita tak perlu negara Islam, tapi negara islami," katanya. Negara di dalam negara Islami penduduknya taat hukum, sportif, tepat waktu, antikorupsi, dan sifat-sifat lainnya yang diajarkan ajaran Islam.  "New Zealand Islami itu, Jepang Islami," katanya lagi. "Keduanya, Malaysia dan Indonesia ingin membangun masyarakat Islami, tapi bukan teokrasi Islam," jelas Mahfud. (Nu.or.id/sabtu,25/01/2020).

Bila dicermati dari pernyataan tersebut agaknya terasa ada yang mengganjal. Perlu digaris bawahi Islam dan Islami tentu beda makna. Islam berati ajaran/agama yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril kemudian disampaikan kepada Rasulullah untuk semesta alam beserta isinya. Sedangkan makna atau arti Islami dalam KBBI yaitu bersifat keislaman.

Jadi hanya bersifat Islami apakah itu sudah sesuai dengan ajaran Islam? Berbuat adil, jujur dan saling membantu, saling menasehati dalam kebaikan juga mencegah dari perbuatan yang mungkar, memang itu adalah ajaran di dalam Islam, bila dilakukan oleh seorang muslim tentu dilakukan karena ada perintah Allah di dalamnya dan akan bernilai pahala. Lain hal bila manusia yang tidak meyakini Islam tapi melaksanakan ajaran Islam tentu hanya penampakannya secara aktivitas Islami tapi mereka bukan Islam. Mendirikan negara Islam dengan mendirikan negara Islami tentu juga beda arti, ini bisa menjadi pandangan yang menyesatkan bila tak memiliki landasan dalil syar'i.

Negara Islam berarti negara yang menerapkan hukum-hukum Islam yaitu khilafah. Seluruh ulama Aswaja, khususnya imam empat mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali), sepakat, bahwa adanya khilafah, dan menegakkannya ketika tidak ada, hukumnya wajib. Dalilnya, Allah SWT berfirman: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi Khalifah…” (TQS al-Baqarah [2]: 30).

Dalam hadist,  sabda Rasulullah SAW:“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” HR Muslim. Nabi juga mengisyaratkan, bahwa sepeninggal Nabi SAW. harus ada yang menjaga agama ini, dan mengurus urusan dunia, dialah khulafa’, jamak dari khalifah (pengganti Nabi, karena tidak ada lagi Nabi).

Nabi bersabda:“Bani Israil dahulu telah diurus urusan mereka oleh para Nabi. Ketika seorang Nabi (Bani Israil) wafat, maka akan digantikan oleh Nabi yang lain. Sesungguhnya, tidak seorang Nabi pun setelahku. Akan ada para Khalifah, sehingga jumlah mereka banyak.” (HR Muslim).

Pengertian Khalifah ialah gelar yang diberikan untuk penerus Nabi Muhammad dalam kepemimpinan umat Islam yang menerapkan hukum-hukum Islam.Pertanyaannya, apakah dalil-dalil syar'i diatas memerintahkan umat Islam untuk mendirikan negara Islami? Atau bisa dibilang cuma mirip Islam? Mengutip pertanyaan profesor Suteki, Paham "Khilafah" itu Ide-nya Allah dan warisan Nabi: Salahkah Meniru Sistem Pemerintahan Itu? (Prof SutekiPakar Hukum dan Masyarakat).

Mewabahnya virus sekularisme dirasa kian menjerat setiap muslim untuk berfikir sekuler dan menentang ketaatan sempurna pada syariat. Padahal Allah swt memerintahkan kita untuk masuk ke dalam Islam secara kaffah, sebagaimana disebutkan dalam ayat;  “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208).

Secara makna, kaffah artinya menyeluruh. Dimana tidak boleh memilah-milih setiap perintah dan larangan Allah swt yang disampaikan Nabi. Dari hal tersebut dipahami bahwa mencontoh semua perilaku Nabi sebagai seorang manusia berakhlak terpuji juga mencontoh Nabi dalam mendirikan Negara Islam adalah bukti sempurnanya iman bagi setiap muslim. Tentunya setiap muslim yang beriman ingin sempurna imannya, dengan menjadikan Nabi sebagai suritauladan dalam akhlak juga dalam mendirikan Negara Islam. Sebagaimana setiap muslim yang beriman ingin hidup dan mati dalam keadaan Islam, bukan Islami.Wallahu'alam bishowab.*


latestnews

View Full Version