View Full Version
Rabu, 05 Feb 2020

Muslimah No Hijab, Warning!

KAMPANYE “ No Hijab Day” yang dipelopori oleh Yasmine Mohammad baru saja digelar melalui media sosial. Kampanye hari tanpa hijab ini dirayakan setiap 1 Februari. Bahkan Fanpage Hijrah Indonesia mengajak para perempuan Indonesia baik muslim maupun bukan muslim untuk meramaikan #NoHijabDay” dengan menayangkan foto – foto berbusana dengan nuansa Indonesia dengan memperlihatkan kepala tanpa memakai hijab/jilbab, niqab/cadar dan kerudung di akun media sosial, baik di instagram, facebook maupun twitter dan blog dengan hashtag #NoHijabDay dan # FreeFromHijab pada 1 Februari.

Tidak hanya itu sebelumnya pernyataan tidak wajibnya jilbab  pernah muncul dari Sinta Nuriyyah istri Abdurrahman Wahid atau yang kita kenal dengan “Gus Dur” dengan mengambil dalil adanya penafsiran kontekstual yang dicontohkan Gusdur dan mengutip contoh bahwa RA Kartini  dan istri para kyai NU terdahulu tidak menutup aurat secara sempurna.

Pernyataan ini dan juga adanya komunitas medsos yang menolak hijab ataupun jilbab ini tentunya merupakan upaya untuk melukai hati umat Islam khususnya muslimah di Indonesia muslimah di dunia pada umumnya. BAgaimana tidak menyakiti hati kaum muslimah , ditengah banyaknya krisis dan permasalahan yang melanda negeri ini , serta banyaknya juga hukum – hukum Islam yang mulai dikebiri, hukum jilbab pun tak luput dari sasaran. Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda mengenai jilbab ini, maka ada baiknya kita menelusuri dalil hukum jilbab berdasarkan nash syara terkait hokum berpakaian.

 

Fenomena Hijab di Indonesia

Munculnya sebagian komunitas medsos yang menyuarakan “NoHijabDay” dan upaya untuk menafsirkan makna hijab yang dikemukakan Sinta nuriyyah tersebut diatas bisa jadi menunjukkan kemungkinan adanya kekhawatiran mereka akan semakin maraknya fenomena hijab di Indonesia. Mengingat Indonesia dengan mayoritas penduduknya yang muslim dan mengingat perempuan muslim yang mulai mengenakan kembali hijab ataupun Jilbab ini semakin bertambah jumlahnya dari waktu ke waktu.

Bahkan saat ini hijab dan komunitas Jilbabers meskipun sebagian ada yang memaknai itu sebagai kerudung juga mulai bermunculan dan seakan menjadi tren dalam dunia fashion di Indonesia. Hanya saja memang tidak semua muslimah menafsirkan hijab ataupun Jilbab ini dengan penafsiran yang sesuai konteks dalil baik Alqur’an maupun As sunnah. Namun seiring dengan makin banyaknya wacana ataupun perbincangan terutama lewat medsos untuk meluruskan kekeliruan pemahaman ini, muslimah di Indonesia mulai sedikit demi sedikit memahami makna Jilbab yang sesungguhnya.

Meskipun masih ada segelintir kelompok ataupun individu yang masih tidak suka ataupun phobia melihat hal ini dan ini terbukti dengan adanya kelompok yang menyuarakan agar para perempuan di Indonesia hijrah untuk meramaikan #NoHijabDay” dan menggantinya dengan pakaian atau busana nuansa Indonesia. Miris sekaligis prihatin betapa kaum perempuan yang menyuarakan ini  menyuarakan kebebasan bagi perempuan untuk menafsirkan baik buruknya sesuatu berdasarkan pemahaman mereka sebagai manusia bukan dikembalikan kepada dalil syara. Namun malah menjadikan sosok manusia sebagai dalil pembenaran mereka atas bentuk hijab yang mereka inginkan dan bahkan menyuarakan tidak wajibnya hijab dan jilbab itu sendiri.

 

Wajib Menutup Aurat Bagi Wanita

Diantara tuntunan Syariah Islam adalah perintah kepada kaum muslimah untuk menutup aurat dengan kerudung ( menutup kepala dan dada mereka) serta Jilbab ( yang menutup seluruh tubuh mereka) kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Bagi seorang muslimah , menutup aurat dengan memakai kerudung dan berjilbab ini tentu saja menjadi salah satu pembuktian keimananmya kepada Allah dan RasulNya. Hal ini juga karena Jilbab dan kerudung (khimar) merupakan pakaian yang disyariatkan Allah dan RasulNya kepada perempuan muslim.

Ayat mengenai pakaian wanita berupa Jilbab ini bisa dilihat pada surat Al Ahzab ayat 59 dan mengenai khimar atau kerudung bisa dilihat pada Surah An Nur ayat 31. Dalam surat An Nuur ayat 31 dijelaskan mengenai kewajiban mengenakan kerudung (khimar) yang bunyi terjemahannya sebagai berikut:

Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Dalam surah Al Ahzab ayat 59, menjelaskan perintah mengenai pakaian (Jilbab), yang terjemahnya :

artinya : Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.

 “Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpaling darinya dan bersabda, “wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya, kecuali ini dan ini”, beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya.”” (HR. Abu Daud 4140, dalamal-Irwa [6/203] al-Albani berkata: “Hasan dengan keseluruhan jalannya”)

Ada dua golongan dari umatku yang belum pernah aku lihat: (1) suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk memukul orang-orang dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring (seperti benjolan). Mereka itu tidak masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, walaupun wanginya surga tercium sejauh jarak perjalanan sekian dan sekian” (HR. Muslim dalam bab al libas waz zinah no. 2128)

Syaikh Ibnu Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan hadits “berpakaian tapi telanjang”

“Para ulama menafsirkan “berpakaian tapi telanjang” maksudnya mereka memakai busana yang mini, yang tidak menutup aurat yang wajib ditutup” (Fatawa Syaikh Ibnu Al Utsaimin, 2/285).

Dua hadis terakhir diatas menjelaskan mengenai ciri pakaian (jilbab ) yang dikenakan oleh muslimah dimana tidak ketat yang mana bisa menampakkan lekuk tubuh,juga tidak transparan yang bisa memperlihatkan bagian tubuh yang ada dibalik pakaian tersebut. Kerudung yang juga menutupi dada bukan memperlihatkan dada kartena dimasukkan dalam kerah baju sebagaimana tren fashion yang ada saat ini.

Maka hendaknya para wanita Muslimah bertaqwa kepada Allah dan menutup aurat mereka dengan sempurna sebagaimana yang di atur dalam dalil syara ( Alqur’an dan Assunnah) dan menjadikan berpakaian yang sempurna dengan Jilbab dan Khimar ini sebagai bentuk konsekuensi keimanan mereka kepada Allah SWT. Wallahu alam bisshawab.*

Ramona Handayani

Pengajar di STIA amuntai


latestnews

View Full Version