Oleh:
Devita Deandra
LAGI-LAGI umat islam kembali tersakiti oleh pernyataan Kepala BPIP Yudian Wahyudi yang mengatakan "Musuh terbesar Pancasila adalah agama" . pernyataan ini masih ramai diperbincangkan. Meskipun Yudian segera mengklarifikasi. Menurutnya pernyataan itu, dia maksudkan bukanlah untuk agama secara keseluruhan. Tapi, mereka yang mempertentangkan Pancasila dengan agama, karena menurut sumber dan tujuannya Pancasila sudah agamis dan religius. Republika.co.id, Rabu(12/2).
Nampaknya, klarifikasi yang dia sampaikan tak cukup meredam kegaduhan yang terlanjur terjadi. Apalagi Professor yang juga Rektor UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta itu justru membuat masalah semakin blunder dengan mengatakan, “Saya mengimbau kepada orang Islam, mulai bergeser dari kitab suci ke konstitusi kalau dalam berbangsa dan bernegara. Sama, semua agama. Jadi kalau bahasa hari ini, konstitusi di atas kitab suci. Itu fakta sosial politik,” kata Yudian saat ditemui Tempo di Kantor BPIP, Jakarta, Kamis, 13 Februari 2020.
Selain menganggap Islam sebagai musuh ideologi Negara, rezim juga menyatakan bahwa para penceramah /khatib jumat harus bersertifikat dg standar tidak menimbulkan masalah, Hal ini disampaikan oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat membuka rakernas ke II Halaqah Khatib Indonesia di Istana Presiden, Jakarta, Jumat (14/2). Karena besarnya pengaruh materi yang disampaikan seorang Khatib terhadap pikiran, sikap dan tindakan masyarakat. Maka, menurut wapres seorang khatib harus punya kompetensi dan pemahaman yang benar, memiliki komitmen kebangsaan, tidak menyebarkan sikap intoleran yang melahirkan radikalisme, diantara jamaah ujarnya. Republika.co.id (14/2)
Ketua Umum Ikatan Khatib Dewan Masjid Indonesia (IKDMI) Hamdan Rasyid mengatakan bahwa tujuan sertifikasi ini adalah agar ada ukuran standar untuk para Khatib. Dan dia berharap kedepannya semua khatib bisa bersertifikat.
Namun pendapat berbeda disampaikan oleh Ketua PP Muhammadiyah Prof. Dr. Dadang Kahmad, menurutnya ukuran standar khatib itu bersifat kualitatif dan subyektif. Masyarakatlah yang menyeleksi dan memilih seorang yang layak menjadi khatib. Dia juga bertanya, maksud diberlakukan sertifikasi ini apa? Apakah konsekwensi yang didapat setelah bersertifikat, apa nantinya para khatib akan diberi gaji? Selama ini menjadi khatib adalah pekerjaan sukarela tanpa pamrih, berbekal kemampuan keagamaan. Ditakutkan bila sertifikasi ini nantinya bisa menghambat mekanisme khutbah di masjid-masjid. Karena tidak berani berkhutbah, tanpa adanya sertifikat.
Sebenarnya usulan pemberlakuan sertifikasi khatib ini, sudah pernah muncul di tahun 2017, atas inisiasi Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin pada saat itu. Namun akhirnya dibatalkan setelah menimbulkan pro kontra. Lantas mengapa sekarang kembali dibahas? apakah ini cara kerja rezim dalam mewujudkan moderasi agama, dalam rangka memuluskan program deradikalisasi. Satu wacana akan digulirkan, sebagai langkah test ombak. Menunggu reaksi publik, jika akhirnya terjadi polemik maka usulan atau wacana itu akan ditarik. Dan kemudian di munculkan lagi.
Pernyataan - pernyataan di atas seolah menegaskan bahwa rezim sekuler akan selalu menempatkan Islam sebagai musuh saat dorongan umat menghendaki Islam menjadi rujukan mencari solusi masalah bangsa. Padahal telah jelas ideologi kapitalis sekular yang di adopsi oleh negiri ini terbukti gagal dalam mensejahterakan rakyat, sehingga membangun kesadaran umat bahwa sistem ini tak layak di pertahankan. rakyat pun bosan dengan janji manis sistem demokrasi. menganggap agama sebagai musuh, mengingatkan kita pada pernyataan kalangan sosialis-komunis dan ateis, yang menganggap agama sebagai candu. Sehingga agama, terutama Islam, harus disingkirkan dari kehidupan.
Islam sejatinya adalah agama politik spiritual. Yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Mengajarkan konsep-konsep keimanan, sekaligus menuntun manusia dalam menjalani kehidupan sesuai fitrah penciptaan.
Karenanya, Islam tak bisa ditempatkan sejajar dengan Pancasila sebagai sebuah falsafah yang mengajarkan nilai-nilai moral, apalagi ditempatkan di bawah pancasila. Yang mana, agama hendak disingkirkan atas nama pembumian nilai-nilai Pancasila.
Mencintai seluruh ajaran Islam adalah konsekuensi keimanan seorang Muslim. Seorang Muslim tidak boleh mencintai sebagian ajaran Islam, tetapi membenci sebagian lainnya. Menerima sebagian hukum Islam, tetapi menolak sebagian yang lain. Menjalankan sebagian amalan Islam, tetapi anti terhadap sebagian amalan Islam yang lain. Seorang Muslim tidak boleh, misalnya, melaksanakan shalat, Menerima sistem ekonomi syariah, tetapi anti terhadap penerapan hukum syariah secara formal dalam negara. Yang lebih ironis, mempertahan sistem politik demokrasi yang notabene berasal dari ideologi Barat sekular, tetapi alergi dan anti sistem Islam yang notabene merupakan sistem politik yang bersumber dari wahyu.
Semestinya umat semakin sadar bahwa ideologi sekular sangat bertentangan dengan nilai - nilai islam, justru cenderung menjadikan islam sebagai musuh dan ancaman bagi ideologi ini. Itulah kenapa negara pengadopsi ideologi tersebut agama hanya di batasi untuk mengatur individu masing - masing saja atau dalam ranah pribadi agama terutama islam tidak boleh tersampaikan secara menyeluruh kepada umat dengan membatasi setiap para penceramah dengan alasan mencegah paham radikalisme dan sebagainya, padahal tujuan utama hanyalah ingin menjauhkan ajaran Islam kaffah dari umat.
Agama tidak boleh ikut campur apalagi dalam urusan negara. Islam merupakan din yang sempurna, Islam juga sebuah ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia yang mengatur seluruh aspek kehidupan dari bangun tidur sampai tidur lagi, bahkan sampai bangun negara. Maka sejatinya ideologi negara yang di anggap agamis dan religius sesungguhnya tidak lah demikian karena lahir dari asas sekularisme (yang memisahkan agama dari kehidupan) maka tidak akan mungkin ideologi ini berkompromi dengan ajaran agama terutama Islam. Wallahu A'lam