Oleh : Inda Gayatri
Banjir Jakarta dan sejumlah kota di sekitarnya kembali ramai dibicarakan. Hujan deras yang terjadi sejak Senin malam (24/2) hingga keesokan paginya membuat banyak wilayah Jakarta, Bekasi, maupun Tangerang terendam.
Banjir mengakibatkan lumpuhnya aktivitas warga Jabodetabek. Akses jalan tol pun tak luput dari terjangan air. Beberapa rute jalur kereta pun terpaksa ditutup dan dialihkan.
Kantor-kantor diliburkan, baik kantor pemerintahan, perusahaan swasta, juga pusat-pusat perbelanjaan. Listrik di beberapa wilayah musti dipadamkan untuk menghindari terjadinya arus pendek.
Praktis, kegiatan ekonomi hari itu lumpuh. Tak terkecuali, kegiatan belajar mengajar di ratusan sekolah pun ikut prei. Lebih dari itu, sekitar 20 ribu warga Jadebotabek terpaksa harus mengungsi dari rumahnya.
Kerugian warga akibat banjir saja ditaksir tak kurang dari Rp 1 Triliyun (TribunNews.com). Belum lagi bila dihitung dengan kerugian akibat lumpuhnya kegiatan ekonomi pada hari itu.
Kali ini, penyebab banjir ditengarai terjadi akibat kombinasi beberapa faktor. Diantaranya badai tropis Ferdinand di Samudra India dan barat Banten, yang memicu tingginya curah hujan di banyak wilayah Indonesia.
Faktor lainnya adalah beberapa penyebab klasik yang sejak dulu tak kunjung terselesaikan. Buruknya perencanaan tata kota, amburadulnya sistem drainase, serta pembangunan yang tak memedulikan dampaknya terhadap kondisi alam dan lingkungan.
Zona hijau dan daerah-daerah rendah disulap menjadi pemukiman. Lahan resapan harus rela digusur menjadi proyek pembangunan mal, pusat belanja atau perumahan elit.
Hal ini diperparah lagi dengan penyedotan air tanah besar-besaran oleh pompa raksasa gedung-gedung besar di kawasan komersial yang mempercepat turunnya permukaan tanah.
Bila dtelusuri, pokok dari berbagai permasalahan tadi berujung pada kesalahan tata kelola wilayah oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Penyebabnya adalah kebijakan-kebijakan menyimpang yang dihasilkan oknum-oknum pejabat pemerintah atas 'pesanan' para pengusaha dan pemilik modal.
Para kelompok pengusaha kapitalis itu akan selalu mengejar keuntungan proyek mereka di atas kepentingan menjaga kelestarian lingkungan demi kesejahteraan seluruh penduduk.
Hal itu tentu tak akan terjadi bila negeri ini menerapkan sistem Islam dan membuang sistem kapitalisme ke dalam tong sampah.
Kenapa sistem Islam?
Dengan sistem Islam, kebijakan kota/ daerah akan dikhidmatkan untuk menyejahterakan warga dan masyarakat, bukan justru memperkaya pengusaha yang tak peduli terhadap lingkungan.
Penataan kota dirancang sedemikian rupa supaya efektif tidak menimbulkan kemacetan, sistem drainase dirancang dengan baik, dan pembangunan harus senantiasa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.
Semua penyimpangan di masa lalu harus dipertanggung jawabkan. Lahan-lahan hijau kembali dipulihkan dan para pengusaha kapitalis pelanggar aturan harus dipaksa untuk turut memperbaiki wilayah-wilayah sesuai peruntukannya.
Bila sistem Islam ini diterapkan secara disiplin dan konsisten oleh pemimpin/ pemerintahan Islam, maka Insya Allah bencana-bencana seperti banjir seperti ini, tidak lagi akan menghantui masyarakat. Bahkan, Allah akan menggantikan bencana langganan itu dengan kebaikan dan keberkahan bagi semua penduduk di kota/ daerah itu.
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi... ” (QS: Al-A’raf [7]: 96). Wallahu'alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google