Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Layaklah jika kini istilah Lockdown menjadi polemik seiring masifnya penyebaran covid-19 di negeri ini. Penambahan jumlah "yang tercatat" terpapar positif corona dari 2 menjadi 172 orang dalam waktu 15 hari yang kalau dihitung rata-rata 11 orang/hari lebih, merupakan hal yang sangat perlu mendapat perhatian.
Wajarlah jika penyebaran covid-19 di negeri ini dirasakan masif karena memang dari awal, penentu kebijakan negeri ini seolah disengaja atau tidak, yang akhirnya patut diduga pemerintah menutupi kondisi sebenarnya soal penyebaran virus yang satu ini?
Padahal, pada akhir Desember 2019 kita sama-sama dapat memantau perkembangan penyebaran dan penularan covid-19 dari pusatnya di Wuhan China lewat media. Januari-Februari 2020 para penentu kebijakan negeri ini masih merasa enjoy di wilayah klaimnya di zona aman "zero corona".
Barulah awal Maret secara resmi pemerintah mengakui zero corona tercoret seiring dua orang dinyatakan positif terpapar covid-19. Pada awal jebolnya zero corona awal Maret pun, sebagian penentu kebijakan negeri ini masih ada yang menganggap remeh temeh soal penyebaran dan penularan virus yang satu ini.
Hari demi hari rupanya penyebaran dan penularan virus corona ini kian masif dirasakan di negeri kita yang memang cenderung longgar kebijakannya dibanding dengan negara tetangga dalam menerapkan aturan masuk dan keluar para pendatang dari luar negeri.
Kini bergulirlah bola panas yang bernama Lockdown. Pro-kontra tak bisa dihindari yang pada gilirannya pemerintah pusatlah yang harus berani memutuskan diberlakukan Lockdown atau tidak, tentu dengan memperhitungkan segala konsekuensinya.
Kita semua berharap semoga pemerintah tetap mengutamakan keselamatan dan kesehatan masyarakat dari wabah covid-19.