Oleh:
Ana Nazahah, Revowriter Aceh
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mulai menimbang-nimbang penetapan keadaan darurat sipil sebagai langkah terakhir penanganan COVID-19. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tidak setuju dengan wacana itu, karena saat ini Indonesia tidak butuh keadaan darurat sipil.
"Yang kita butuhkan darurat kesehatan nasional," kata komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, dalam keterangan pers tertulis, Senin (30/3/2020). Dilansir media Detik.News.com.
Seperti yang kita ketahui Indonesia hari ini belum juga memutuskan Lockdown. Ditambah dengan fasilitas kesehatan yang tidak mendukung. Sarana, prasarana dan tenaga kesehatan tidak memadai. Alat pelindung diri (APD) yang terbatas membuat para medis yang bekerja di garda terdepan pun menjadi korban bahkan kehilangan nyawa. Sementara angka positif korona di Indonseia kian melonjak, hingga senin (30/3) positif 1.414 kasus, 122 meninggal dunia.
Semua ini menunjukkan Indonesia hari ini dalam kondisi darurat kesehatan nasional. Dengan begitu, diharapkan negara bisa memimpin konsolidasi penanganan Covid 19 ini, lebih terpusat. Dalam meningkatkan layanan kesehatan. Sehingga nyawa rakyat bisa diselamatkan.
Karena itu, Komnas Ham menolak keras kebijakan darurat sipil. Selain tidak tepat, kebijakan ini menurutnya malah berbahaya.
"Hal ini tentu saja berbeda dengan kebijakan darurat sipil. Darurat sipil diatur dalam Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya. Keadaan darurat sipil punya konsekuensi ngeri bila ditetapkan, yakni penguasa darurat sipil berhak mengadakan peraturan untuk membatasi percetakan, penerbitan, tulisan, dan gambar apapun." Jelas Chairul Anam.
Wahai pemimpin bangsa! Saat ini rakyat Indonesia tengah resah. Di tengah hibauan sosial distancing dan di rumah saja, rakyat butuh sosok pemimpin yang mampu mengayomi mereka. Di sini ada buruh harian yang hanya bisa makan dengan penghasilan harian pula. Ada masyarakat miskin yang tidak memiliki tabungan dan simpanan makanan. Mereka hanya bisa pasrah, menunggu dan berharap pada kebijakan negara.
Di dalam Islam pemimpin seharusnya menjadi perisai, tugasnya adalah sebagai pelayan umat. Sehingga ia akan melayani dengan maksimal tanpa memperdulikan materi. Asal rakyat selamat, materi bisa dicari belakangan.
Ya, materi dan perekonomian bisa ditumbuhkan kembali saat wabah berhenti. Namun siapa yang bisa mengembalikan nyawa rakyat Indonesia yang ekonomi menjadi pertimbangan besar dalam keputusan kebijakan?.
Wahai para pemimpin bangsa! Nyawa ratusan juta rakyat Indonesia tengah dipertaruhkan. Saat ini, negaralah yang seharusnya menjadi hero bagi rakyat, berada di garda terdepan. Melalui kebijakan yang kalian tetapkan. Karena itu, tetapkanlah kebijakan yang tepat sasaran.*