INDONESIA kini tengah menghadapi dua musim. Selain musim hujan, rakyat Indonesia disapa oleh musim pandemi. SARS-CoV2 namanya. Muncul akhir tahun lalu. Walau berasal dari negeri seberang, namun karena penularannya begitu cepat ia berhasil masuk ke Indonesia pada 2 Maret 2020. Bahkan ia menggegerkan penduduk dunia. Sehingga status endemi pun naik level jadi pandemi.
Hal ini membuat beberapa pejabat publik mengeluarkan kebijakan. Social distancing diberlakukan. Beberapa kepala daerah berinisiatif memberlakukan lockdown di wilayah masing-masing, karena pemerintah pusat nampaknya maju mundur untuk mengambil langkah lockdown.
Bidang pendidikan pun ikut terimbas efek social distancing. Sekolah-sekolah dan perguruan tinggi diliburkan. Kendati demikian siswa tetap diberi tugas untuk belajar di rumah. Siapa yang mengampu? Tentu saja guru dan pendampingnya adalah orang tua.
“Kerempongan” Emak
Belakangan ini banyak orang tua yang berkeluh kesah. Mereka merasa ‘rempong’ dengan seabrek tugas yang dibebankan pada buah hatinya. Itu sama artinya orang tua – terutama ibu- juga harus mendampingi untuk menyelesaikan seabrek tugas tersebut.
Hal ini bisa dimaklumi karena mendampingi ananda dalam belajar nampaknya belum menjadi pekerjaan rutin para ibu. Kaum ibu lebih mempercayakan proses belajar keseharian buah hatinya (selain di sekolah) pada lembaga bimbingan belajar ataupun les privat.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, kurangnya kompetensi ibu. Pengetahuan ibu dalam memahami mata pelajaran yang diberikan kepada ananda tidaklah sama. Tingkat pendidikan sangat menentukan hal ini. Mahalnya biaya pendidikan, membuat kaum wanita terpaksa memilih hengkang dari bangku pendidikan. Jangankan mengantongi ijazah S1 untuk meraih ijazah SMA pun banyak yang merasa sulit.
Kedua, fokus yang teralihkan. Berada dalam kondisi terus meroketnya biaya hidup, memaksa para ibu untuk turut menjadi pahlawan bagi ekonomi keluarga. Terlebih dengan adanya mantra kesetaraan gender. Mantra keseteraan gender membius kaum ibu. Kaum ibu berkarir merasa memiliki nilai lebih dari para ibu rumahan. Akhirnya banyak di antara kaum perempuan yang lebih fokus pada karirnya. Survei yang dilakukan oleh Grant Thornton menunjukkan bertambahnya posisi senior pada perusahaan di dunia yang diisi oleh perempuan. Indonesia menjadi negara nomor wahid yang memberikan posisi tinggi di perusahaan kepada perempuan, yaitu 45 persen. (cnnIndonesia. 8/3/2016)
Jejak Sholihah
Seorang ibu pastilah bercita-cita buah hatinya menjadi orang yang bermanfaat bagi ummat. Pastilah di setiap ia merangkaikan jemarinya memohon kebaikan bagi sang buah hati. Namun nampaknya ibu masa kini harus belajar dari wanita-wanita hebat yang telah berhasil mendidik dan menanamkan cita-cita mulia pada buah hatinya. Wanita mulia yang menjalankan peran dengan sebaik-baiknya. Wanita mulia yang sadar bahwa buah hatinya adalah titipan Ilahi yang harus ia dididik dengan baik. Siapakah mereka? Tiga orang ibu hebat di bawah semoga bisa menginspirasi kita.
Masih banyak wanita-wanita hebat yang dari rahimnya lahir tokoh-tokoh besar. Selain keimanan dan ketaqwaan mereka didukung dengan naungan sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Sehingga para ibu tidak teralihkan perannya dalam mendidik putra putrinya karena ada jaminan kesejahteraan dari negara.*
Depy SW
Ibu rumah tangga tinggal di Semarang, Jawa Tengah