Oleh:
C. Wulandari, SP
WABAH virus Corona sudah memasuki babak genting. Pasalnya, jumlah kasus positif virus corona di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Per- Selasa (31/3), jumlah pasien positif 1.528 kasus, 136 meninggal, 81 sembuh (cnnindonesia.com, 31/3/2020). Sayangnya, Pemerintah lamban dan kurang prioritas dalam menanggapi permasalahan ini.
Pemerintah sudah membuat beberapa kebijakan, akan tetapi beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru tak menyentuh inti permasalahan. Misalnya, dengan dalih untuk menenangkan rakyat pemerintah mengambil kebijakan penambahan nominal bagi penerima kartu sembako, menunda pembayaran angsuran bagi pelaku UMKM selama 1 tahun, dan memberi bantuan pada masyarakat yang sedang mengkredit rumah (tribunnewswiki.com, 28/3/2020).
Selain itu, disaat para tenaga medis kekurangan masker N95, Alat Pelindung Diri (APD) dan fasilitas kesehatan lainya pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan tetap melanjutkan hajatan besar yaitu melanjutkan proyek pembangunan Ibukota baru yang menguras dana besar. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, maka Ketua DPR, Puan Maharani juga turut menabur luka. Ia menegaskan, pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja di parlemen tetap akan dilakukan sesuai mekanisme (nasional.kompas.com, 30/3/2020).
Secara logika,harusnya yang diprioritaskan oleh Pemerintah adalah keselamatan rakyat . Sebagaimana Pemerintah harus berpikir untuk memenuhi kebutuhan primer rakyat sebelum kebutuhan sekunder dan tersier. Ini wajar, sebagaimana seorang muslim berpikir wajib dahulu sebelum sunnah, atau olahragawan yang berpikir medali emas dulu sebelum medali perak.
Dengan demikian Pemerintah telah benar-benar mengejawantahkan teori Niccolo Machiavelli tentang politik yang kurang bermoral. Termasuk mengambil kebijakan yang tanpa belas kasih, melawan iman, melawan kemanusiaan, kejujuran dan relijiusitas demi mempertahankan kepentingan kekuasaan menjadi jelas di depan mata. Rakyat bukan prioritas utama, justru pemerintah lebih mengutamakan para kapitalis yang memberikan iming-iming investasi. Jikapun sedikit merasa khawatir tentang wabah corona yang semakin menggila, alasan terbesar adalah mandegnya ekonomi, bukan nyawa rakyat. Sehingga dapat dipastikan bahwa, kejernihan berpikir untuk menyelesaikan problem masyarakat menjadi kabur. Negara kehilangan arah menyelamatkan rakyat.
Dalam penanganan wabah, negara berkewajiban melindungi rakyat lahir batin. Bagaimana memenuhi kebutuhan pokok rakyat meliputi pemastian pasokan serta distribusinya sehingga tak ada yang kelebihan sementara di sisi lain ada yang kekurangan. Begitupula dengan kewajiban negara memberikan rasa aman dan tentram bagi masyarakat. Hal ini bisa dicapai jika pijakan politik negara adalah benar.
Dalam jangka pendek, negara harus berani totalitas dan serius untuk menyelesaikan wabah corona dengan membatalkan semua kebijakan yang tidak memprioritaskan rakyat. Memberikan anggaran untuk fasilitas rumah sakit tempat karantina serta memberikan jaminan untuk tenaga kesehatan. Bertindak tegas menyusun strategi untuk karantina kesehatan dengan memberikan pemahaman serta kebutuhan yang cukup kepada seluruh masyarakat.
Sistem politik demokrasi-kapitalistik dengan spirit Machiavelli terbukti hanya mengorbankan rakyat dan membentuk pemimpin negara yang hanya memiliki ambisi kekuasaan. Negara ini butuh pemimpin yang memiliki spirit keimanan. Dampaknya, setiap kebijakan akan disambut dengan kewaspadaan dan tanggungjawab. Hal ini karena seseorang yang beriman lagi bertaqwa memahami bahwa setiap keputusan pemimpin mengandung konsekuensi jangka panjang yaitu moralitas dan akhirat. Konsekuensi moral berarti pemimpin harus menjadikan dirinya tauladan bagi rakyatnya. Sementara konsekuensi akhirat bermakna bahwa setiap keputusan pemimpin akan dimintai pertanggunjawaban Allah di akhirat.
Selain pemimpin, sebuah sistem politik yang memiliki basis ketaqwaan harus diterapkan. Sebuah sistem politik yang mampu memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat serta diridhoi Allah. Sistem yang mampu mengejawantahkan Rahmatan Lil Alamiin serta mewujudkan Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, yaitu sistem politik Islam.*