View Full Version
Selasa, 07 Apr 2020

Ibukota Baru "Berlumur" Duka

 

Oleh:

Didi Diah, S.Kom, Praktisi Pendidikan

 

KONDISI Indonesia masih diselimuti wabah Covid-19, kian hari jumlah orang yang terinfeksi semakin bertambah, hingga angka kematian masuk diangka dua ratus jiwa. Sungguh memprihatinkan, karena pemerintah terlihat sangat lamban dalam penanganan wabah yang mendera negeri ini.

Keengganan pemerintah untuk mengambil keputusan penyelesaian masalah wabah ini sangat mencolok, sikap plin plan untuk penetapan pembatasan wilayah (lockdown) ditengarai akibat pemerintah tidak mau menggelontorkan dana untuk kebutuhan rakyat akibat efek lockdown tersebut dengan alasan untung rugi bagi keuangan negara. Akhirnya pemerintah daerah melalui para gubernur dan jajarannya mengambil alih untuk mengatasi kondisi ini. Nampak jelas ketidakberpihakan pemerintah kepada nasib rakyatnya.

Tak hanya itu, rakyat dibuat gerah dengan keputusan Presiden bersama Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang menegaskan wacana pemindahan Ibukota ke wilayah Adimistratif Kabupaten Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanagera Kalimantan Timur akan terus dilaksanakan sesuai dengan rencana awal.

Dana yang dikeluarkan untuk pemindahan Ibukota baru bisa dipastikan akan menggandeng investor, bukan hanya dalam negeri tapi juga para investor luar negeri. Demi alasan keuntungan materi semata mereka melupakan derita rakyat dalam wabah virus Covid-19 ini, mereka terus membangun ibukota dengan lumuran duka dan nyawa anak bangsa. Dana yang seharusnya bisa dialihkan untuk penanganan wabah tak dihiraukan oleh mereka dengan dalih bahwa pembangunan harus jalan terus terkait dana para investor dan laba dari proyek tersebut. Sungguh memilukan bagi negeri ini bahwa jatuhnya korban sangat tak dipedulikan.

Pemerintah kali ini sungguh tidak mampu menetapkan kebijakan yang pro rakyat, daya magis kapitalisme menyulap dan membalut penguasa untuk memikirkan keuntungan semata, tak ada empati untuk menyelesaikan permasalahan rakyat.

Kondisi wabah Covid-19 yang tak bisa dianggap sepele ini hampir meluluhlantakkan bukan hanya perekonomian negeri, tapi berimbas kepada seluruh hajat rakyat. Antara lain pendidikan anak bangsa yang terhambat akibat dampak Corona ini. Mereka tidak diperkenankan ke sekolah dan akhirnya pembelajaran dilakukan dengan sistem online, sedangkan siswa sendiri terkendala dengan keterbatasan akses internet. 

Lalu puluhan tenaga kesehatan (nakes) yang tidak dibekali dengan alat perlindungan diri yang lengkap dan akhirnya mengakibatkan kematian bagi mereka.  Berikutnya keprihatinan rakyat berupa kelaparan yang mengintai, seperti pekerja harian yang kesulitan mendapatkan penghasilan karena sepinya pendapatan mereka dikarenakan anjuran masyarakat untuk tetap didalam rumah dan bekerja di rumah bagi sebagian pekerja selama masa wabah ini belum mereda. 

Dan masih banyak masalah yang belum dituntaskan oleh pemerintah pusat dalam penanganan di tengah gentingnya wabah ini. Akhirnya muncul pertanyaan dibenak masyarakat, untuk siapa Ibukota baru tersebut dikebut pengerjaannya, rakyat mana yang bersuka cita menyambut hadirnya Ibukota baru. Sungguh miris jika hal tersebut menjadi konsentrasi kebijakan penguasa. Mereka telah menutup hati mereka dari penderitaan rakyat.

 

Islam Menetapkan Prioritas Kebijakan

Seorang pemimpin adalah melindungi rakyatnya demi apapun. Yang diinginkan rakyatnya adalah dimana para pemimpin mampu melindungi nyawa rakyatnya apalagi dalam kondisi pandemi sekarang ini. Iini jauh lebih mulia ketimbang memikirkan proyek Ibukota baru yang tak lebih hanya sekadar mementingkan keuntungan.

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Jangan dianggap remeh pengabaian kewajiban mengurusi rakyat, karena Allah SWT telah jelas menetapkan hukum tersebut.

“Jangan sekali-kali kamu mengira, Allah akan melupakan tindakan yang dilakukan orang dzalim. Sesungguhnya Allah menunda hukuman mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).” (QS. Ibrahim: 42). 

Maka skala prioritas kebijakan bagi pemimpin adalah berada bersama rakyatnya untuk mengurusi kebutuhan dan menyelesaikan segala masalah yang mendera rakyatnya.

Sesungguhnya, para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada Hari Kiamat, apakah mereka telah mengurus mereka dengan baik atau tidak.

Rasulullah saw. bersabda: Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Ahmad). Wallahualam bishawwab.*


latestnews

View Full Version