PEMERINTAH menggelontorkan beragam bantuan sosial bagi masyarakat untuk menghadapi masa sulit akibat pandemi virus corona. Bantuan antara lain diberikan dalam bentuk bantuan tunai melalui peningkatan program keluarga harapan dan kartu prakerja yang akan dicairkan mulai bulan depan.
Presiden Joko Widodo mengatakan, jumlah keluarga penerima PKH akan ditingkatkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta. Besaran manfaat PKH pun bakal dinaikkan sebesar 25%. Ia memberi contoh, dana untuk komponen ibu hamil dalam PKH akan naik dari Rp 2,4 juta menjadi Rp 3,4 juta per tahun.
Lalu komponen dana untuk anak usia dini dinaikkan menjadi Rp 3 juta per tahun dan disabilitas menjadi Rp 2,4 juta per tahun. “Kebijakan ini efektif mulai April 2020,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/3).
Selain PKH, pemerintah menaikkan jumlah penerima Kartu Sembako dari 12,5 juta menjadi 20 juta. Nilainya pun dinaikkan 30% dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu. Sebagaimana PKH, kenaikan penerima dan nilai Kartu Sembako bakal berlaku pada 1 April 2020. “Ini akan diberikan selama sembilan bulan,” kata Jokowi.
Langkah pemerintah hari ini yang berubah-ubah rencana dalam menghadapi pandemi Covid-19, membuka topeng potret yang sebenarnya sosok penguasa dalam peradaban sekuler, negara demokrasi.
Sikap penguasa kental sekali dengan perhitungan-perhitungan ekonomi ketika dihadapkan pada kondisi harus melayani rakyatnya tanpa pamrih. Kehilangan nyawa rakyatnya atau mengedepankan pertimbangan ekonomi, yang itu pun belum pasti.
Upaya pemerintah dalam menekan dampak Covid-19 melalui enam program jaring pengaman sosial seolah sangat bermanfaat bagi rakyat. Akan tetapi sebenarnya masih belum mampu meringankan beban rakyat secara menyeluruh. Hanya sebagian rakyat saja yang bisa menikmati.
Padahal seharusnya negara menjadi pengayom rakyat di tengah kondisi ekonomi yang kian memburuk dan mencekam ketakutan terdampak virus Covid-19.
Keluarga penerima PKH mungkin bisa sedikit terbantu dengan adanya bantuan dari negara. Akan tetapi tak bisa terus berlanjut seperti ini. Dimana angka kemiskinan dan pengangguran kian melambung, mencari lapangan kerja yang layak masih sangat susah serta tingginya harga makanan pokok yang mengakibatkan menurunnya daya beli.
Penerima kartu sembako selama ini pun masih belum sepenuhnya terbantu. Meskipun ada upaya untuk menaikkan anggaran, uang senilai 200 ribu pastinya tak akan cukup untuk membeli sembako yang harganya kian melambung dan terkadang langka di pasaran.
Kartu pra kerja selama ini masih belum jelas realisasinya. Rakyat cukup muak menanti ketidakpastian. Meskipun sering didengungkan saat pidato masa kampanye dulu hingga masa menjabat saat ini, masalah kartu pra kerja masih ambigu.
Kompensasi tarif listrik nyatanya masih belum jelas. Setelah maraknya pemberitaan di media, PLN menyatakan belum ada kejelasan atau masih menunggu klarifikasi dari kementerian ESDM.
Operasi pasar dan logistik sudah seharusnya dilakukan ketika angka kemiskinan makin tinggi dan harga kebutuhan pokok kian naik. Apalagi saat kondisi terkena wabah Covid-19 dimana roda perekonomian makin seret.
Keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja sebenarnya sangat tidak solutif. Apalagi kredit berbasis riba. Di tengah kondisi ketidakstabilan ekonomi saat ini.
Para pekerja dengan penghasilan tak menentu pastinya sangat sulit ketika membayar kredit yang angkanya terus naik jika krus dolar merangkak.
Negara seharusnya menjadi pengayom rakyat dalam segala kondisi. Memberikan perlindungan, pelayanan terbaik di segala bidang, menjamin kebutuhan pokok, menerapkan aturan yang manusiawi agar tercipta kehidupan yang tentram penuh keberkahan.
Berkali-kali rakyat dikecewakan dan bahkan dibohongi. Penguasa medhot janji, rakyat tidak diurusi. Plin-plan kebijakan terus terjadi. Krisis kepemimpinan menjadi-jadi. Inilah saat bagi rakyat untuk introspeksi. Masihkah sistem korup ini layak diberi hati? Ataukah sudah waktunya diganti dengan sistem yang terbukti menepati janji?
Hanya negara yang telah berkomitmen menjadi pengayom rakyat yang mampu melayani rakyat dengan pelayanan terbaik. Hal ini hanya bisa diwujudkan dengan adanya penerapan aturan yang bersumber dari Sang Pencipta yang memuliakan manusia dan alam semesta.
Masa kejayaan Islam, negara benar-benar sigap ketika ditimpa wabah. Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas, adanya jaminan kebutuhan hidup rakyatnya tanpa tenang pilih dan tak sekadar janji.
Penerapan ekonomi syariah islam pastinya akan mengutamakan kepentingan rakyat. Menjadi negara mandiri yang siap mencukupi kebutuhan rakyatnya dengan pengaturan distribusi harta yang tepat sesuai sasaran, menyediakan fasilitas umum, kesehatan, pendidikan dan sebagainya dengan fasilitas terbaik, penyediaan lapangan kerja dengan gaji yang layak dan masih banyak yang lainnnya. Wallahu a'lam.*
Nafisah Asma Mumtazah
Kelompok Penulis Ideologis Gresik, Jawa Timur