Oleh:
Dina Aprilya
Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
MENTERI keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Indonesia punya peluang untuk menyuplai Alat Pelindung Diri (APD) dan handsanitizer bagi negara lain yang tengah dilanda pandemi virus corona. Alasannya Indonesia punya pabrik dan infrastruktur untuk memproduksi barang yang kini dibutuhkan dunia itu. Sri Mulyani menyampaikan hal itu dalam mendampingi Presiden Joko Widodo mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa (KTT LB) G-20 melalui telekonferensi di Istana Bogor, Kamis (27/3) malam. Menurut Sri Mulyani dalam KTT itu, para pemimpin negara G-20 berupaya memperlancar dan meningkatkan pasokan alat-alat kesehatan. (JPNN.com, 27/3/2020).
Di sisi lain APD yang dipakai tenaga medis Indonesia yang di impor dari China ternyata bertuliskan "made in Indonesia". Kepala pusat data informasi dan komunikasi kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo menjelaskan soal Alat Pelindung Diri (APD) bantuan dari China yang bertuliskan "made in Indonesia" beliau mengatakan bahwa banyak pabrik pembuatan APD yang ada di Indonesia, banyak produk terkenal seperti pakaian, tas, dan lain-lain. (Tempo.com, 25/3/2020).
Sementara ketersediaan APD dari supplier sangat sulit didapatkan. Kalaupun ada harganya tinggi, stok pun terbatas dari supplier yang juga dibagikan ke beberapa rumah sakit. Ironisnya di tengah kondisi tenaga kesehatan negeri ini yang secara gamblang kekurangan APD bahkan hingga harus menggunakan jas hujan plastik. Pemerintah justru bertekad untuk mengencangkan ekspor APD ke negara-negara yang terjangkiti wabah virus Covid-19. Tak hanya itu, pemerintah juga malah melakukan ekspor kebutuhan pangan.
Dikutip dari laman berita detik.com, Indonesia berhasil mengekspor perdana 20 ton beras Pandan Wangi Cianjur ke Singapura.Menurut Asisten Manager PT Buyung Poetra Sembada, Fredi mengungkapkan bahwa beras kualitas premium tersebut merupakan salah satu varietas yang digemari di Negeri Singa.Fredi menambahkan, ekspor beras yang dilakukan merupakan bentuk komitmen perusahaannya terhadap masyarakat Indonesia dan juga dalam rangka menyukseskan Program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) yang dicanangkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Ia juga berharap agar pemerintah meningkatkan produktivitas serta promosi Pandan Wangi Cianjur dibanding beras serupa dari negara pesaing (Detik.com, 30/3/2020).
Seperti inilah watak asli sistem kapitalisme. Sesuai namanya, kapitalisme hanya mementingkan keuntungan materi. Sistem kapitalisme memastikan negara hanya berperan sebagai regulator dan penguasa sesungguhnya ialah para pemilik modal.
Kepentingan rakyat selalu dijadikan topeng alasan. Kewajiban menanggung logistik tampaknya menjadi penyebabnya dan negara akan selalu keberatan untuk mensubsidi rakyatnya. Tak ada katademi kemanusiaan apalagi tolong-menolong. Ditambah diperparahnya kondisi keuangan yang terpuruk dan kuatnya ketergantungan kepada asing.Sehingga di tengah wabah virus sekalipun tetap memberikan celah bagi para kapitalis kepada peluang demi peluang bisnis.
Dari sini bisa ditarik kesimpulan, bahwa berharap kepada penguasa dan sistem yang ada sekarang hanya akan menghantarkan pada delusi semata. Sudah saatnya rakyat negeri ini berpikir benar. Melihat fakta secara jelas tanpa bumbu-bumbu hoax maupun pengaruh ide-ide menyesatkan. Bahwa sejatinya Islam-lah sebagai jawaban atas setiap ketidakadilan dan kezaliman yang dihadapi rakyat hari ini.
Islam memandang pemimpin sebagai pelayan yang bertanggung jawab mengurusi urusan dan kebutuhan umatnya. Sebagaimana Rasul saw menegaskan dalam sabda beliau, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya (rakyatnya)” (HR. Muslim).
Sehingga pemimpin sebuah negeri seharusnya lebih memperhatikan, mengutamakan, dan mengurusi kebutuhan rakyatnya dibanding mengejar pundi-pundi devisa. Sebagaimana contoh dari Rasulullah saw maupun Khulafaur Rasyidin. Namun, pemimpin seperti ini hanya akan ada dan hadir ketika Islam dijadikan aturan hidup skala individu maupun negara. Wallahu a’lam bish shawab.*