Oleh:
Feni Endah Nurfitriyani, S.Pd
DUNIA saat ini sedang berjuang menghadapi peristiwa luar biasa, yaitu pandemi global covid-19 virus corona yang telah menyebar secara cepat sejak akhir Januari 2020. Penduduk Indonesia pun tak luput dari penyebaran virus corona ini, per tanggal 7 April 2020 saja menurut data dari worldometers.info/coronavirus telah merilis data bahwa jumlah orang yang positif terinfeksi sebanyak 2.738 orang, dan paseien meninggal sebanyak 221 jiwa.
Peristiwa luar biasa ini menjadi ujian berat untuk semua penduduk Indonesia, karena banyak sekali dampak yang terjadi akibat masuknya virus corona ke Indonesia, diantaranya social distancing. Social distancing tentu menjadi hal baru bagi masyarakat Indonesia yang berakibat pada banyaknya yang berhenti sementara untuk bekerja sehingga banyak yang kesulitan ekonomi hingga susahnya mencari sesuap nasi untuk makan memenuhi kebutuhan keluarga. Tentunya tidak ada satupun orang yang menginginkan virus ini menjangkiti dirinya, oleh karena itu pemerintah sebagai pihak yang mengurusi kebutuhan masyarakat harus bertindak secara profesional, cepat tanggap dan menyelesaikan problematika yang tengah terjadi di masyarakat.
Situasi gawat darurat seperti ini sangat membutuhkan anggaran dana yang besar, namun hal ini mengganjal hati masyarakat karena pemerintah mengatakan kurang memiliki dana yang memadai disaat sebelum virus ini muncul pemerintah siap membangun ibu kota baru dengan dana Rp 466 Triliun dan dikatakan itu hanya 19% pakai uang negara. Tentu hal tersebut sangat bertolak belakang ketika rakyat berjuang antara hidup dan mati menghadapi virus corona pemerintah mengatakan covid-19 belum bisa diatasi, penyebaran masih meningkat dan dampaknya ke ekonomi berat, dampak ke keuangan akan terus semakin berat. Padahal nyawa penduduk jauh lebih berharga dibandingkan dengan perekonomian negara.
Kebijakan baru pun dilakukan, pada akhir Maret 2020 Indonesia diberikan dana pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar US$ 3 juta untuk menangani virus corona di Indonesia. Kebijakan ini sangat mengecewakan, dimana Indonesia terus berhutang kepada asing, sementara kekayaan Indonesia masih berlimpah ruah, dikatakan uang negara pun untuk membangun ibu kota baru hanya 19% yang akan digunakan. Berhutang kepada pihak asing sama saja dengan penjajahan ekonomi, karena pepatah mengatakan tidak ada makan siang gratis yang artinya hutang yang bersyarat ditambah berbunga yang semakin menjerat Indonesia kedalam kubangan riba.
Dunia perlu belajar kepada keberhasilan penanggulangan penyebaran penyakit dan krisis yang pernah dilakukan di Khalifah masa Umar Bin Khattab. Ketika terjadi wabah tha’un (kolera) di Negeri Syam Umar mengikuti sabda Rasulullah SAW : “Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya”.
Ketika masa krisis (paceklik) Khalifah Umar bin Khattab menugaskan orang-orang untuk mengantarkan makanan dan pakaian ke tempat-tempat yang terjadi paceklik. Bahkan tungku-tungku Umar sudah dinyalakan para pekerja sejak sebelum subuh, mereka menumbuk dan membuat bubur. Sembilan bulan paceklik terjadi, Umar memberi makan gratis masyarakat, membagi-bagikan tepung, mentega, kurma dan anggur. Bahkan Umar pernah mengantarkan langsung dengan tangannya 2 karung gandum dan sewadah minyak untuk diantarkan kepada keluarga yang sedang kelaparan.
Jika dana dan pasokan makanan tidak mencukupi maka Umar meminta bantuan kepada daerah bagian Kekhilafahan yang kaya dan mampu memberi bantuan, sebagaimana yang telah dikisahkan dalam buku The Great Leader of Umar bin Khattab karya Dr. Muhammad ash-Shalabi. Umar meminta bantuan kepada para gubernur yang kaya di negerinya, hingga dikirimlah dari daerah bagian Kekhilafahan yang makmur seribu unta yang membawa tepung melalui jalur darat dan 20 perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut, serta mengirim lima ribu pakaian untuk wilayah krisis. Bantuan ini gratis tanpa syarat dan riba, karena masih bagian wilayah Kekhilafahan.
Luar biasa totalitas seorang pemimpin Khalifah Umar bin Khattab patut dicontoh dalam menangani wabah dan krisis, tentunya semuanya berkat penerapan aturan pemerintahan Islam yang sudah terbukti menjadi rahmat untuk seluruh masyarakat.*