Oleh:
Fath Astri Damayanti, S.Si
Pemerhati Lingkungan dan Politik
JUMLAH pasien positif terinfeksi virus corona (Covid-19) di Indonesia per Rabu (15/4) secara kumulatif mencapai 5.136 kasus. Dari jumlah itu, 496 orang meningeal dunia dan 446 orang dinayatkan sembuh. Juru bicara Pemerintah khusus penanganan covid-19, Achmad Yurianto mengatakan hari ini terjadi penambahan sebanyak 297 pasien positif dibandingkan hari sebelumnya. Sejak pertama kali kasus positif corona diumumlan pada 2 Maret lalu, virus tersebut kini sudah tersebar ke seluruh Provinsi Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah pasien positif terbanyak (cnnindonesia, 15/4/2020).
Di tengah pandemic virus Corona atau covid-19, tenaga medis mulai dari dokter hingga petugas kebersihan rumah sakit, menjadi pejuang di garda terdepan dalm menolong masyarakat. Namun begitu, rasa takut selalu dapat mempengaruhi nurani tiap orang. Seperti yang dialami dokter dan perawat di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur. Paramedis tersebut justru mendapat perlakuan tak menyenangkan karena tiba-tiba diusir dari kos an yang disewa (liputan6.com, 25/3/2020). Dahsyatnya pemberitaan tentang penularan corona secara langsung turut memojokkan perawat. Tak hanya oleh tetangga rumah, beberapa rekan kerja di rumah sakit turut menjaga jarak dengan para tenaga medis yang bertugas di ruang isolasi. Mereka tidak mau tertular oleh virus mematikan yang hingga kini belum ditemukan obatnya (kompas.com, 5/4/2020).
Tak hanya tenaga medis, pasien dan keluarga pasien pun mendapatkan perlakuan diskriminatif dari masyarakat berupa cap negatif, pengucilan hingga penolakan jenazah. Tak sedikit daerah yang menolak jenazah dengan riwayat covid-19 seperti yang terjadi di Banyumas, Semarang, Bandar Lampung, Depok dan Makassar. Sebagian besar alasan yang dikemukakan penolakan jenazah karena masyarakat khawatir akan tertular, selain itu tidak ada koordinasi dan pemberitahuan kepada masyarakat sehingga membuat keresahan di tengah-tengah masyarakat. Tak sedikit yang menyayangkan perbuatan tersebut, bahkan sebagaimana dilansir dalam ayosemarang.com (11/4/2020), MUI dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sampai menjelaskan dan meminta agar tidak ada lagi warga yang menolak pemakaman jenazah positif covid-19.
Fenomena ini menunjukkan kurangnya informasi yang diterima masyarakat terkait protokol pemakaman jenazah yang terpapar covid-19. Menurut Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada Prof. Koentjoro menilai, penolakan masyarakat karena adanya ketidak pahaman sehingga bertindak berlebihan hingga melebihi batas. Sementara itu, menurut Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Sunyoto Usman menilai, penolakan warga salah satunya karena tidak tersampaikannya informasi secara jelas soal virus corona hingga ke akar rumput sehingga informasi yang beredar menimbulkan rasa takut yang berlebihan di tengah masyarakat.
Untuk diketahui, Protokol pengurusan jenazah pasien Covid-19 sebagai berikut: Pengurusan Jenazah, dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, kemudian jenazah pasien Covid-19 ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik (tidak dapat tembus air) atau dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak udah tercemar. Setelah jenazah dibungkus maka tidak boleh dibuka lagi, kecuali dalam keadaan mendesak seperti autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas, jenazah kemudian disemayamkan tidak lebih dari 4 jam. Penguburan jenazah, lokasi harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum, dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat. Jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter lalu ditutup dengan tanah setinggi 1 meter (kompas.com, 13/4/2020).
Semestinya pihak-pihak terkait melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dengan jelas sehingga informasi yang diperoleh tidak setengah-setengah. Namun yang terjadi saat ini masyarakat minim informasi, bahkan tak jarang menerima informasi yang salah atau hoax. Hal ini menunjukkan bahwa Negara lalai dalam menangani pandemic.
Berbeda dengan penanganan wabah dalam Islam. Islam mempunyai aturan yang mengatur makanan, hanya memakan makanan yang halal dan thayyib sehingga kesehatan akan terjaga karena asal mula penyakit salah satunya dari makanan. Rosul SAW selalu mencontohkan gaya hidup sehat dan pola makan yang sehat. Demikian pula ketika terjadi wabah penyakit. Rosulullah SAW bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-hambaNya dari kalangan manusia. Maka, apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Dari sini dapat dimaknai bahwa Rosulullah SAW menganjurkan agar melakukan isolasi bagi yang sakit sehingga tidak menularkan kepada yang lain. Bahkan ketika terjadi wabah, Rosulullah SAW sampai membangun tembok di sekitar wilayah yang terjangkit wabah. Ketika dilakukan isolasi, kebutuhan pokok akan dipenuhi oleh Negara, disiapkan tenaga medis, fasilitas kesehatan, dan obat-obatan terbaik untuk menangani mereka yang terdampak wabah. Termasuk penjagaan terhadap kesehatan dan antisipasi penularan kepada tenaga medis.
Selain itu Negara akan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat untuk menyampaikan informasi yang benar, dengan melibatkan berbagai media serta tokoh umat dalam menjelaskan hakikat wabah yang tak lepas dari pengawasan Negara sehingga informasi yang sampai bukanlah informasi yang keliru. Dengan penanganan seperti ini, masyarakat akan menyikapi wabah dengan tepat dan saling mendukung dalam penanganan terhadap wabah.
Terlihat bahwa pelayanan kesehatan dalam Islam begitu luar biasa dalam hal pelayanannya, fasilitasnya, para dokter dan perawatnya, termasuk peran negara dalam memenuhi segala sesuatunya terkait kesehatan. Seharusnya ini menjadi contoh bagi penguasa, bukan justru menyerahkan pengurusan kesehatan kepada pihak lain atau swasta. Sudah semestinya yang harus dilakukan oleh kaum muslim adalah kembali kepada aturan Allah, syariat Islam sebagai dasar atas segala sesuatu. Tak cukup hanya dengan ganti rezim tetapi juga dengan mengganti sistem, mencampakkan sistem kapitalis dan beralih kepada sistem Islam. Wallahua’lam bishawab.