Oleh:
Hanah Ummu Nayma
Muslimah Peduli Bangsa, Yogyakarta
SETELAH tampak wabah corona makin merebak mulai akhir maret lalu, pemerintah baru bertindak dengan menyarankan agar seluruh masyarakat indonesia mengkarantina diri dirumah sementara. Namun respon masyarakat ada yang menuruti dan banyak pula yang tidak mau mendengar.
Sungguh ironis wabah virus yang sudah banyak memakan nyawa masih tak ada bukti kongkrit pemeritah dalam upaya pencegahannya. Sehingga masyarakat pun sampai sekarang dibingungkan dengan wacana-wacana pemerintah. Sehingga mungkin itu salah satu alasan sebagian masyarakat tak menggap serius wabah ini. Masih banyak masyarakat mengaggap wabah coronavirus ini seperti biasa-biasa saja. Padahal tiap harinya pasien yang terkena bertambah, kasus yang sudah lebih dari dua bulan iniasih menjadi sorotan publik dan media sosial. Update corona selasa kemarin 20 april jumlah pasien terinfeksi virus Corona (covid-19) secara kumulatif bertambah menjadi 6.760 kasus. Dari jumlah itu sebanyak 590 meninggal dunia dan 747 orang dinyatakan sembuh. Sumber (CNN Indonesia).
Sampai saat ini kita melihat istilah Lockdown atau karantina wilayahpun tanpa ada pengaturan yang terstruktur dari pemimpin. Secara tindakan semua diserahkan pada daerah masing-masing dan individunya masyarakat. Pemerintah kualahan dan seperti lepas tangan soal kebijakan mengharuskan masyarakat diam dirumah tanpa adanya riayah atau pengurusan secara menyeluruh. Padahal semua itu adalah tanggungjawab pemimpin. Kalau saja sebelumnya pemerintah peka dan wanti-wanti sejak awal kedatangannya, lalu tegas memberi aturan agar semua rakyatnya Lockdown mungkin setidaknya tidak akan berlama-lama seperti ini.
Namun tampak alasan dan sekedar wacana saja menyarankan karantina wilayah tanpa ada bantuan yang mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya selama pandemi. Adapun bantuan itu, dibagikan secara tak merata, sampai ada yang mengeluhkan orang kaya dapat, orang miskin dilewat. bahkan bantuan diberikan untuk keluarga yang terinfeksi corona saja. Bagaimana kalau kebijakan Lockdown/sosial distancing disamping itu pendapatan sehari-harinya hanya dari gojek, bagaimana nasib pedagang kaki lima dan buruh yang pendaptannya jauh dari kata layak dan mengharuskan diam dirumah tanpa dicukupi dari pemerintah? Bahkan mirisnya ada seorang ibu rumah tangga di banten dan masih punya anak kecil harus di tinggal ibunya(meninggal) akibat kelaparan karena corona.
Mereka semua bangsa indonesia mempunyai hak yang sama. Tidak sepantasnya pemerintah pilih kasih seperti itu. Pemerintah patut meniru bagaimana kebijakan dan aturan masa pemerintahan islam sangat berhasil mensejahtrakan umatnya? Sampai tidak ada satupun umatnya yang kelaparan. Tidak ada sepeserpun pemerintah hitung-hitungan atau berpikir untung rugi dengan rakyatnya dalam memberi bantuan. Kaya miskin islam memandang sama. Semua harus diberlakukan adil. Semua rakyatnya berhak bahagia dan sejahtra dalam pemerintahan islam. Kepemimpinannya tidak diragukan. Dua pertiga dunia ada dalam naungannya, merasakan keadilannya, mau itu umat Islam ataupun non muslim.
Wabah ini tak mengenal pangkat jabatan, siapa saja bisa terkena, sebab kita melawan makhluk yang tak tampak. Maka kekompakan dalam memutuskan bagaimana langkah baik yang perlu diambil walau sukar seharusnya jangan ragu, saat itu juga harus diputuskan dengan setegas-tegasnya, agar masyarakat sepakat, tentunya ada tindakan yang real, pemimpin terjun langsung melihat situasi kondisi yang ada di lapangan dan menyediakan tenaga medis dan kebutuhan rumah sakit yang memadai.
Pemerintah saat ini tak berani mencukupi kebutuhan pokok hidup rakyatnya, padahal kita tidak tau sampai kapan pandemi ini selesai. Sedangkan aktivitas kerja menuntut tidak boleh usai. Mungkin masih mending bagi yang bisa kerja online dirumah yang gajinya tetap mengalir. Mengingat tidak semua orang punya posisi pekerjaan yang sama.
Hadirnya wabah bisa sebagai Hikmah dan musibah, namun sampai kapan ini berakhir?
Sebuah hikmahnya bisa lebih banyak bercengkrama dengan keluarga ada juga sebagian orang yang merantau biasanya menjelang puasa masih di tempat rantuan akhirnya pulang kumpul dengan keluarga. Untuk pasangan suami istri yang suaminya misal biasa sibuk ngantor, pulang dari kantor sore atau malam sebaliknya ngantor di rumah saja, belajar bersama dan bisa bantu meringankan pekerjaan istri lebih sering dibanding hari-hari biasanya.
Namun dibalik itu bisa sebagai musibah. Dengan terjadinya wabah mengharuskan mau tidak mau masyarakat harus mengkarantina di rumahnya masing2. Aktivitas di luar menjadi terkendala. Transfortasi yang ditutup sementara. Begitupun angkutan umum lainnya yang tidak beroprasi seperti biasanya. Hampir semua berimbas pada krisis ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat.
Mengingat pula kebiasaan negara kita ada moment berkesan yang dinanti-nanti saat menjelang lebaran yaitu mudik. Mungkin tahun ini akan terasa biasa saja sebab masa karantina akan di perpanjang sampai akhir juni. Saat ini semua aktivitas di luar dan di rumah menjadi beralasan sebab sikon yang memaksa semua orang harus berhati-hati dari penyebaran virus covid-19. Tentunya semua berharap wabah ini segera usai.
Fakta membuktikan jauh dari harapan. Mengenai jumlah korban meninggal dan terdampak begitu banyak dan ini adalah salah satui bukti sentral ketidak tegasan dan abainya pemerintah dalam menangani pandemi yang tidak tuntas sampai keakar-akarnya pun sampai saat ini. Anjuran mengkarantinakan diri namun kebijakan mencukupi kebutuhan tak ramah. Maka jangan salahkan rakyat apabila tidak taat.
Sayangnya semua itu masih syarat kapital yang berujung nominal. Pemerintah masih tampak tidak rela bagi-bagi. Tolak ukur baik dan benar seseorang saat ini cenderung dikendalikan oleh sistem kapitalisme. Ketika penyaluran tunjanganpun banyak orang miskin tidak terdata di setiap daerahnya. Sering terjadi ketidakrapihan dalam mekanisme penyaluran dari tangan pemerintah sampai ke bawah tingkat RT. Sehingga terjadi kecurangan dalam penyaluran bantuan itu sendiri pada rakyat, sampai ada istilah yang miskin ada yang tidak diberi namun yang kaya atau keluarga, dan kerabat dekat ketua RT atau kepala desa juga dapat jatah. Di tengah lapangan Kasus seperti ini sering sekali terjadi apalagi masa kampanye. Di daerah lainpun tak jauh beda.
Padahal saat wabah seperti ini mana janji-janji kampanye itu? harusnya direalisasikan semaksimal mungkin. Jika dibiarkan hal ini akan mengakibatkan kecemburuan sosial, pilih kasih, gak adil dan sebagainya. Sehingga bisa menimbulkan ketidak akuran antar masyarakat itu sendiri, diakibatkan pemimpin tidak bisa memberi periayahan dengan benar secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak mau terjun langsung mendata dan melihat kondisi rakyatnya seperti apa, bagaimana cara kerjanya. Beda halnya dengan urusan pembangunan atau yang menyangkut keuntungan bagi pemerintah sendiri, langsung cepat tanggap sampai dipantau terus sejauh mana keberhasilannya.*