RAMADHAN kali ini terasa istimewa. Sebab Ramadhan datang di kala wabah melanda seantero dunia. Kompak. Semua negara terimbas corona membuat warga tinggal di rumah saja. Jalan terlihat lengang, tenaga medis nampak sepeti astronot dengan hazmatnya. Sekolah daring, Work From Home (WFH), orang bermasker semua, polisi menjaga perbatasan dll.
Ramadhan kali ini terasa istimewa. Ramadhan identik dengan masjid. Saat Ramadhan, masjid biasa dipenuhi jamaah. Mulai sholat tarawih, shubuh berjamaah lanjut taushiyah, buka bersama, i'tikaf, tadarrus, sahur bersama, peringatan Nuzulul Quran hingga penyiapan takbir keliling. Namun, kini masjid banyak yang ditutup. Pastinya banyak yang merasa kehilangan nuansa Ramadhan.
Ramadhan hadir di kala wabah melanda, memang menjadi ujian bagi kaum muslimin. Maka sikap sabar menjadi kunci menghadapi wabah. Sebagaimana firman Allah SWT: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (TQS Al Baqarah: 155)
Tentu yang dimaksud adalah sabar dalam ikhtiar ketaatan dan menjaga keikhlasan. Karena bila tidak liLlah, mak akan sia-sia. Maka, di kala wabah, memutuskan untuk tetap di rumah saja, tidak semata ikut himbauan pemerintah. Namun, karena Allah memerintahkan agar tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Tidak boleh memudaratkan dan tidak boleh dimudaratkan”. (HR. Hakim dan lainnya dari Abu Sa’id al Khudri, HR. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas)
Juga bisa dilihat dari sikap khalifah Umar bin Khaththab r.a dalam menyikapi wabah kolera yang terjadi di Syam. Umar r.a mengambil keputusan sesuai sabda Rasulullah SAW yang disampaikan oleh sahabat Abdurrahman bin Auf r.a yaitu: "Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya."
Inilah solusi Islam terkait wabah. Sejak awal, Islam adalah ajaran yang sempurna dari sang Khaliq. Mulai urusan individu hingga negara. Mulai urusan kamar hingga internasional. Termasuk menghadapi pandemi covid19 ini. Sebagai seorang muslim. wajib hukumnya mengambil pemecahan dari Islam. Kuncinya adalah mau menggali di kitab-kitab yang ada.
Seandainya sejak awal diterapkan konsep lockdown sebagaimana yang diajarkan Islam, maka wabah akan segera ditangani di negeri ini. Namun, kembali penanganan wabah yang terkesan lambat dan abai di awal berdampak pada wabah yang berkepanjangan.
Wabah tersebab azab, Mari kembali Taat
“Wahai sekalian kaum Muhajirin, ada lima hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya –dan aku berlindung kepada Allah supaya kalian tidak menjumpainya- (niscaya akan turun kepada kalian bencana): (1)Tidaklah nampak zina di suatu kaum, sehingga dilakukan secara terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka tha’un (wabah) dan penyakit-penyakit yang tidak pernah menjangkiti generasi sebelumnya,” (HR. Ibnu Majah).
Dan juga sabda rasulullah SAW: “Tidaklah suatu kaum yang di tengah-tengah mereka dilakukan kemaksiatan, sedang mereka mampu mencegahnya, tetapi tidak mau mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan adzab secara merata kepada mereka,” (HR. Abu Dawud)
Terjadinya pandemi juga hendaknya menjadi muhasabah bagi manusia keseluruhan. Allah timpakan azab akibat kemaksiatan yang merajalela. Zina dan riba menjadi perilaku yang biasa dilakukan. Maka, saatnya melakukan pertaubatan dengan mengakhiri praktek riba, zina dan kemaksiatan yang lainnya.
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Quran. Al Quran sebagai petunjuk hidup tentu tak cukup hanya dibaca dan dikhatamkan, namun wajib untuk diperjuangkan penerapannya dalam kehidupan. Maka, di bulan Ramadhan yang mulia ini, saatnya untuk mewujudkan ketaatan totalitas. kembali kepada Al Quran dan As Sunnah agar azab Allah berupa tho'un (wabah) ini segera diangkat biidznillah.
Tuti Rahmayani, dr
Praktisi Kesehatan tinggal di Surabaya, Jawa Timur