View Full Version
Selasa, 05 May 2020

Perlunya Membangun Keimanan di Tengah Wabah

 

Oleh:

Fita Rahmania.,S.Keb., Bd

Aktivis Fikrul Islam

 

PEMBATASAN Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menekan laju penyebaran virus corona (Covid-19) mulai diterapkan di berbagai daerah. Penerapan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang diteken Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/3/2020).

Dalam peraturan tersebut tercantum bahwa penerapan PSBB harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto. Hingga Sabtu (18/4/2020) diketahui sudah ada dua provinsi dan 16 kabupaten dan kota yang mengajukan dan menerapkan PSBB. (kompas.com)

Seiring dengan diberlakukannya PSBB ternyata berbagai polemik baru pun mulai bermunculan di tengah masyarakat. Permasalahan yang berkaitan dengan kriminalitas hingga kasus bunuh diri merupakan ancaman nyata yang mencerminkan kondisi masyarakat hari ini.

Seperti dirilis dari potal berita online tempo.co menyebutkan bahwa kriminalitas selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta mengalami tren peningkatan. Secara nasional, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia mencatat ada kenaikan kasus kriminalitas sebesar 11,80 persen dari pekan ke-15 hingga pekan ke-16 di 2020. Beberapa kasus bahkan terjadi secara berulang. Kriminalitas pertama yang paling sering terjadi adalah tawuran. Pada 20 April 2020, seorang remaja 18 tahun inisial MR harus dirawat karena terkena sabetan celurit di perut setelah mengikuti tawuran di Kelurahan Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Dua hari sebelumnya, empat pemuda di Ciracas, Jakarta Timur inisial IR (18 tahun), AW (19), BST (17) dan MS (17) ditangkap polisi karena diduga akan tawuran. Polisi juga menyita sejumlah barang bukti berupa senjata tajam.

Jenis kriminalitas lainnya yang berulang terjadi selama PSBB adalah pencurian dan perampokan minimarket. Aksi perampokan minimarket pertama terjadi di Alfamart Jalan Al Wusto, Pondok Bambu, Duren Sawit, Jakarta Timur pada Kamis dini hari, 16 April 2020. Para pelaku terdiri dari empat orang, yakni YS (14), Ali Akbar (32), Ali Rudini (45) dan seorang lagi yang masih buron. Alfamart dilaporkan mengalami kerugian Rp 150 juta.

Selanjutnya, aksi penjambretan atau pembegalan. Contohnya terjadi di dalam mikrolet M15 arah Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Ahad, 12 April 2020. Kedua pelaku AR (42) dan JN (28) merupakan narapidana yang baru keluar penjara karena asimilasi. Polisi menembak mati AR dan melumpuhkan kaki JN.

Demikian deretan contoh kasus kriminalitas yang hanya terjadi di wilayah provinsi DKI Jakarta, belum daerah-daerah lain yang mungkin kondisinya tidak jauh beda. Bahkan aksi bunuh diri juga marak terjadi. Redaksi24.com mengabarkan salah seorang karyawan PT Shyang Yao Fung, di kawasan industri Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten. Laki-laki yang tinggal di Kampung Ceplak, RT01/02, Desa Sukamulya, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang, Banten tersebut, memilih mengakhiri hidupnya dengan cara memotong urat nadi dengan pisau, lantaran khawatir dihentikan dari pekerjaannya.

Salah satu faktor kerusakan sosial tersebut yakni kebijakan pemerintah yang bersifat kontraproduktif. Misalnya pada kebijakan asimilasi puluhan narapidana yang tidak dibarengi ketersediaan lapangan pekerjaan yang membuat para narapidana kembali melakukan kejahatan demi memenuhi kebutuhan. Selain itu pula, kebijakan PSBB yang memaksa perusahaan berhenti beroperasi dan merumahkan karyawannya yang juga tidak disertai jaminan pemenuhan kebutuhan menyebabkan tingginya tingkat stress pada masyarakat dan tak jarang berujung pada aksi kriminalitas.

Hal ini tentu bersumber dari kebijakan sekuler yang hanya berorientasi pada dampak yang bersifat fisik semata. Kebijakan yang tidak komperhensif menyebabkan kejomplangan di berbagai aspek.

Dengan demikian, masyarakat hari ini hanya perlu penanganan yang menyeluruh dan berkeadilan. Penanganan ini yang tidak akan didapati selama sistem kapitalisme masih tegak berdiri di negeri ini. Karena hanya Islamyang mampu menghadirkan masyarakat yang kuat iman dan memiliki ketahanan mental dan fisik untuk menjalani hidup saat kondisi pandemi.

Dalam Islam, beriman kepada Allah memiliki dua dampak, individu dan sosial. Dalam tataran individu, Islam memberikan pemahaman yang benar terkait kematian dan keselamatan jiwa, juga memberikan ketenangan jiwa, makna serta kerelaan terhadap kehidupan.

Adapun di tingkat sosial, Islam memberikan dampak besar seperti menciptakan rasa persahabatan, keselarasan sosial dan rasa bertanggung jawab serta mengurangi tindak kriminal. Imam dan keyakinan terhadap Allah SWT yang dimiliki manusia merupakan kekuatan yang menjaganya dari ketergelinciran dalam perbuatan maksiat dan kejahatan. Terkait hal ini Syahid Murtadha Mutahhari mengatakan,”Semakin besar keimanan seseorang maka ia semakin mengingat Allah dan semakin manusia mengingat Allah, semakin kecil pula ia melakukan maksiat. Perintah ibadah diturunkan untuk membuat manusia senantiasa mengingat Allah sehingga mereka semakin berpegang teguh pada akhlak mulia serta hukum Allah.”

Dengan benteng keimanan tersebut sebenarnya manusia sudah dapat berjalan di jalan yang benar. Namun, dalam pelaksanaannya tetap memerlukan peran pemerintah sebagai penjaga dan penegak syariat Islam.*


latestnews

View Full Version