View Full Version
Jum'at, 08 May 2020

Kebijakan Berbelit-belit, Menjerat Rakyat

 

BEBERAPA hari yang lalu, masyarakat di Tanah Air dihebohkan dengan penggunaan istilah 'mudik' dan 'pulang kampung' yang belum pernah serumit ini. Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa mudik berbeda dari pulang kampung. Hal itu disampaikan Jokowi menjawab pertanyaan mengapa pemerintah tak melarang masyarakat mudik sejak penetapan tanggap darurat Covid-19 sehingga mata rantai penularan ke daerah bisa terputus sejak awal.

"Kalau itu bukan mudik. Itu namanya pulang kampung. Memang bekerja di Jabodetabek, di sini sudah tidak ada pekerjaan, mereka pulang," kata Jokowi menjawab pertanyaan Najwa Shihab pada Rabu (22/4/2020). Dari pernyataan tersebut tentu masyarakat akan mencari berbagai alasan untuk tetap bisa kembali ke kampung halamannya.

Maka dari itu, apakah Penerapan protokol Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya yang tepat pencegahan penyebaran Covid-19? Tentu saja hal ini tidak akan berjalan optimal, karena pembatasan tersebut tidak dilakukan secara total dan menyeluruh.

Ketua DPRD Kabupaten Sumedang yaitu Irwansyah meminta, agar para petugas posko titik pemeriksaan di wilayah perbatasan dapat bekerja secara maksimal. Diantaranya harus berani memberhentikan kendaraan dan melarang pihak dari luar untuk masuk ke Sumedang. “Karena sukses atau tidaknya PSBB ini salah satunya tergantung dari petugas check point di perbatasan ini. Mereka yang menjadi ujung tombak,” ujarnya usai melakukan pemantauan posko check point di wilayah perbatasan Sumedang – Subang, belum lama ini.(www.sumedangekspres.com)

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berharap Kabupaten Sumedang menjadi salah satu kabupaten yang pertama berhasil melakukan PSBB. “Saya harap untuk Kabupaten Sumedang dan yang lainnya tidak ada lagi penambahan positif. Jika dalam 14 hari sudah tidak ada lagi penambahan dan berhasil menurunkan sampai 30 persen mobilisasi orang dan barang, maka PSBB nya dianggap berhasil,” ujar Ridwan Kamil.(www.sumedang.online)

Fakta di lapangan menunjukan pengawasan atau pemeriksaan di akses pintu-pintu masuk Sumedang masih longgar. Tidak ada tindakan tegas terhadap masih banyaknya masyarakat yang berkumpul.

Ironisnya, ketidaksigapan pemerintah menyebabkan terus bertambahnya kasus Covid-19 di Tanah Air. Berdasarkan data pemerintah hingga Minggu (3/5/2020) pukul 12.00 WIB, diketahui ada 349 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan itu menyebabkan total ada 11.192 kasus Covid-19 di Tanah Air sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020. Hal ini diungkapkan Achmad Yurianto dalam konferensi pers di Graha BNPB pada Minggu sore.

Sejak awal pemerintah tetap bersikukuh tidak melakukan karantina, melainkan PSBB. Hal ini dilakukan karena berbagai alasan, mulai dari pemerintah tidak mau melakukan karantina kesehatan/lockdown, menjamin seluruh kebutuhan masyarakat, ekonomi lumpuh, dan lain sebagainya. Padahal desakan sudah datang dari berbagai pihak untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown, termasuk World Health Organization atau yang sering disingkat WHO untuk menekan angka penyebaran Covid-19.

Pada masa wabah Covid-19 saat ini, negara tidak mampu menyelesaikan permasalahan karena tidak menjalankan kebijakan dengan tepat, kemudian tidak tulus dalam mengayomi rakyat. Semakin jelaslah kegagalan sistem kapitalisme dalam menuntaskan permasalahan ini.

Dalam Islam dibutuhkan kerja sama individu, masyarakat, dan negara untuk menyelesaikan masa wabah. Yaitu individu harus disiplin taat, masyarakat harus saling peduli. Dan komponen utama yaitu negara yang sangat penting dalam mengayomi rakyat, dengan melaksanakan seluruh syariat karena kepemimpinan dalam Islam sebagai pengurus(rain) dan penjaga(junnah).

Islam mengajarkan, bahwa kepemimpinan merupakan amanah yang berat dan sangat besar. Kelak dihadapan Allah akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap nyawa dan kondisi rakyatnya. Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). 

Wallahu a'lam bishawwab.*

Fitria Zakiyatul Fauziyah Ch

Cimalaka Sumedang, Jawa Barat


latestnews

View Full Version