View Full Version
Senin, 11 May 2020

Saat Syariat Dipasung, Jenazah pun Dilarung

 

Oleh: Wardah Abeedah

 

So sad. Sebuah foto yang lewat beranda media sosial membuat saya susah memejamkan mata. Dalam foto tersebut, seorang remaja usia belasan tampak mengenakan seragam SMK pelayaran. Masih sangat muda, harusnya mimpinya masih panjang, harapan orang tuanya mungkin begitu besar. Foto itu adalah foto salah satu ABK yang jenazahnya dilarung dari kapal China. Satu lagi fakta yang Allah perlihatkan soal borok sistem hidup sekular kapitalis.

Tiga jenazah itu memang tak akan dihisab soal kenapa mereka wafat tanpa pemakaman syar'i. Tapi kita, seluruh kaum muslimin akan dipertanyakan kelak, tentang fardhu kifayah ini. Kenapa mereka tak dapatkan haknya dari seluruh kaum muslimin?

Dalam kitab Al-Minhajul Qawim disebutkan:

لو مات بسفينة والساحل بعيد أو به مانع فيجب غسله وتكفينه والصلاة عليه ثم يجعل بين لوحين ثم يلقى في البحر ويجوز أن يثقل لينزل إلى القرار

"Jika seseorang mati di atas kapal atau perahu, dan tepian lautan jauh atau ada kendala lainnya, maka wajib memandikannya, mengafaninya, menyalatinya, kemudian diletakkan di antara dua papan, lalu ditenggelamkan ke dalam lautan. Dan boleh diberi pemberat agar bisa sampai ke dasar lautan."

Tapi ini, jenazah tak dimandikan secara syar'i, dikafani sesuai aturan fiqhnya, tak dishalati dan ditenggelamkan sesuai perintah Allah dan RasulNya? Kita sedang bermaksiat berjamaah!

Di atas semua itu, tanggung jawab ini akan lebih erat ditanggung oleh pihak yang punya wewenang memulangkan jenazah. Pihak ini punya kewajiban melindungi setiap jiwa yang menjadi tanggung jawabnya saat mereka bekerja dengan negara lain. Siapakah pihak ini? Dia adalah negara, pemerintah. Dalam kaca mata syariah, pemimpin berkuasa untuk menegakkan ketaatan, mengurusi rakyat dengan syariah, dan menjadi pelindung bagi rakyat.

Harusnya kepemimpinannya mampu memastikan tak ada satu pun jenazah muslim yang tak mendapatkan hak dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan. Harusnya kepemimpinannya memastikan perlindungan bagi tiap-tiap individu rakyat, baik itu ketika berada di dalam negeri ataupun bekerja pada pihak luar negeri.

Sayangnya, itu semua adalah ajaran Islam yang kini dicampakkan. Keberadaan pemerintah bukan untuk menegakkan Islam sebagai hukum/panduan dalam mengurus rakyat. Bukan juga dalam rangka menjadi pelindung semua rakyat. Karena negeri ini bukan negara Islam, landasannya bukan aqidah Islam, hukumnya bukan hukum Allah (syariah). Kita hidup di negeri dengan landasan sekuler, berbentuk republik, dengan sistem pemerintahan demokrasi, dimana hukum dibuat oleh suara terbanyak, atau suara kapitalis yang bisa membeli kebijakan.

Negara model ini tak akan pernah memperhatikan aspek ketaatan. Urusan agama tak pernah jadi nomer satu hingga nomor sepuluh pun. Karena agama tak pernah dijadikan hal penting. Allah tak dijadikan subyek untuk membuat hukum, penetap nilai dan standar baik buruk, benar-salah, pemegang otoritas tertinggi.

Lihatlah, untuk urusan fardhu kifayah pengurusan jenazah saja mereka tak mampu menegakkannya. Urusan kefarduan (ain) shalat Jumat dan fardhu kifayah shalat jamaah di masjid bagi lelaki tak menjadi perhatian. Entah itu untuk diupayakan agar tetap ada dengan mengerahkan segenap daya upaya secara ilmiah dan kemajuan teknologi, menegakkannya dengan banyak catatan dari segi kesehatan misalnya. Padahal jika itu untuk hiburan acara televisi dan yang tak penting lainnya bisa diupayakan tetap berjalan.

Negara model begini memang tak mampu, meskipun sekadar untuk menegakkan syariah yang skupnya sederhana dan mudah dilaksanakan. Jadi jangan berharap, negara dengan sistem demokrasi akan mampu menegakkan sistem ekonomi Islam, mendirikan Baitul Maal, menerapkan sistem pendidikan Islam, atau syariah yang lebih rumit lainnya. Meski kyai atau -maaf-  Pak Anis yang akan memimpin. Karena ini bukan soal person pemimpinnya, tapi pada sistem yang tegak di atasnya. Maka, sudah selayaknya kita talak tiga pada negara model ini. Ganti dengan sistem politik dan pemerintahan Islam yang akan menegakkan semua syariah Islam dalam segenap aspeknya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version