Oleh:
Astuti Rahayu Putri, S.Psi
Ibu Rumah Tangga, Pemerhati Masalah Sosial
PRESIDEN Joko Widodo kembali menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan ini, pemerintah memutuskan menaikkan iuran untuk kelas I dan II, sementara iuran kelas III akan naik pada 2021. Ketentuan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2020," bunyi Pasal 34 ayat 6.
Sebelumnya, pada Bulan Maret 2020 Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir pada 2 Januari 2020. Artinya, hanya berselang 3 bulan saja pemerintah sudah kembali menaikkan iuran BPJS. Parahnya lagi, kenaikan dilakukan di masa pandemi seperti ini. Sudahlah rakyat dibebani oleh perekonomian yang serba sulit, rakyat pun dibingungkan dengan semangat pemerintah melawan covid-19 yang semakin menciut, ini ditambah lagi tarif jaminan kesehatan ikutan melejit. Bagaimana rakyat tidak kian merana?
Padahal, di dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat 1 jelas-jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Negara harus memberikan jaminan bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tapi, nyatanya pelayanan yang diberikan masih setengah hati. Buktinya, tarif jaminan kesehatan yang tinggi tapi tak diimbangi dengan pelayanan yang maksimal. Alih-alih dipuaskan dengan pelayanan kesehatan di masa pandemi ini. Rakyat malah makin dibikin pusing dengan biaya tes covid-19 yang fantastis. Padahal prosedur di beberapa rumah sakit mengharuskan pasien untuk dites terlebih dahulu sebelum diberi layanan.
Alasan rugi selalu menjadi dalih untuk menaikkan tarif. Tak heran, jika orientasi pemerintah hanya mencari keuntungan. Pasti ada untung dan rugi. Beginilah jika penguasa bermental pengusaha. Lebih mengutamakan isi dompet dibandingkan isi perut rakyatnya.
Jauh berbeda, jika kita bandingkan dengan mental penguasa di era peradaban Muslim. Karena di era ini lah rakyat sangat sejahtera dikarenakan faktor pemimpinnya. Para pemimpin muslim memiliki mental yang kuat dan bersih karena akidah Islam-nya. Mereka sadar bahwa memimpin rakyat adalah sebuah amanah besar yang nanti akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Sehingga mereka pun sangat takut jika berbuat dzalim terhadap rakyatnya walaupun hanya sedikit.
Walhasil, jaminan kesehatan rakyat bukan untuk dijadikan bisnis semata. Akan tetapi, kebutuhan yang harus didapatkan rakyat secara merata. Implementasinya pun nyata. Akses layanan kesehatan tanpa biaya, dan kualitas paling utama. Inilah, wujud dari pemimpin yang dengan sepenuh hati dalam melayani rakyatnya. Tidak setengah hati, atau malah tak punya hati. Wallahu a’lam bish sawab.*