View Full Version
Rabu, 27 May 2020

PSBB, Solusi Tambal Sulam yang Membingungkan

 

Oleh:

Rifka Hasmi Munajat

Mahasiswa FK ULM

 

SETELAH melalui rapat yang cukup lama, pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota Banjarmasin secara resmi diperpanjang. Keputusan ini sendiri diambil usai rapat di Aula Kayuh Baimbai Balaikota Banjarmasin pada Kamis (7/05/2020) sore.

Usai penetapan perpanjangan PSBB atau PSBB Jilid 2. Walikota Banjarmasin berkata, akan segera digelar rapat teknis untuk merumuskan hal-hal yang teknis. Termasuk soal jarring pengaman sosial yang nantinya akan dibuka pengaduan jika masyarakat yang berhak tidak mendapatkan bantuan sosial.

Disamping itu, pemberlakuan PSBB Jilid 2 menuai kontroversi dari masyarakat, terutama para pedagang yang tokonya berimbas ditutup akibat pelaksanaan PSBB. Hal ini karena dalam revisi Perwali Nomor 33 Tahun 2020 ini justru menerapkan peraturan sementara aktivitas pasar, terkecuali untuk pedagang atau kios yang menjual kebutuhan pokok seperti di Pasar Sentra Antasari dan Pasar Lima.

Tentu saja, penetapan hal tersebut menjadi pemantik emosi para pedagang yang terkena imbasnya. Terlebih untuk pedagang yang barang dagangannya tidak masuk kategori penjual kebutuhan pokok, seperti toko kosmetik, pakaian, kain, ataupun yang lainnya.

Dilaksanakannya kebijakan PSBB Jilid 2 menuai kritikan. Ada sisi yang diuntungkan, yakni menekan angka penyebaran virus dan penerapan social distancing serta psychal distancing. Sedangkan sisi negatifnya, ada begitu banyak pihak yang terdampak, sehingga pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup menjadi merosot secara drastis. Seperti tidak diperbolehkannya aktivitas jual,beli barang pada toko yang tidak menjual kebutuhan pokok.

Hal ini menjadi semakin aneh, tatkala penutupan beberapa toko di pasar-pasar Banjarmasin tidak sejalan dengan adanya penutupan salah satu Mall yang ada di Kalimantan Selatan tersebut. Karena, dengan bebasnya mereka bisa beroperasi sebagaimana biasanya, tanpa adanya larangan dari pemerintah setempat, ataupun pemberian hukuman akibat pelanggaran PSBB yang diterapkan. Semakin memperjelas, betapa longgarnya pemberlakuan PSBB yang diterapkan, serta tebang pilihnya kebijakan.

Penetapan PSBB  diberbagai daerah serta ketimpangan dalam pelaksanaannya semakin memperjelas betapa kejamnya penerapan sistem kapitalisme liberal terhadap rakyat, bahkan dalam kondisi genting atau wabah sekarang, mereka tak pandang bulu dalam penerapan.

Dalam penerapan sistem kapitalisme, negara yang menjadikannya sebagai asas dalam bernegara, hanyalah memiliki peran sebagai sosok regulator, tidak lebih daripada hal tersebut. Negara hanya menjadi penyalur akan penerapan kebijakan-kebijakan yang dipilihkan oleh pemerintah yang ada, bukan sebagai pelindung rakyat, alih-alih menjadi tameng warga negaranya. Hal ini terbukti, dengan munculnya kebijakan-kebijakan lainnya disaat pandemik, seperti kenaikan iuran BPJS, ataupun pembagian bansos yang tidak tepat sasaran. Alhasil, kini, peran negara dan pemerintah dipertanyakan, apakah berpihak kepada rakyat kebanyakan, atau malah pada pihak yang lain?

Permasalahan pandemik, dalam kacamata islam, tentu sudah pernah diterapkan dan diberlakukan jauh-jauh hari sebelum adanya kebijakan layaknya sekarang. Bahkan, solusi yang ditawarkan oleh Islam, jauh lebih solutif dan masuk akal, sehingga bisa memberikan kemaslahatan bagi masyarakat secara keseluruhan. Bukan sebagian seperti halnya sekarang, akan tetapi rahmatan lil alamiin.

Hal ini sudah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khatab, ketika menghadapi situasi yang amat sulit, yakni saat wabah Tha’un menyebar di negeri Syam. Pada saat itu kebijakan yang dipilih oleh Khalifah adalah secara langsung menetapkan kebijakan lockdown wilayah Syam. Maka, otomatis, tidak ada yang boleh keluar dari wilayah tersebut, ataupun masuk ke dalam wilayah Syam. Tidak hanya sampai penerapan kebijakan lockdown lokal, mengingat situasinya adalah saat penyebaran wabah, maka hal ini akan sangat berdampak kepada penurunan pendapatan warga Syam. Sehingga Khalifah Umar menjamin kebutuhan warga Syam, tanpa terkecuali. Tidak pandang bulu, dan juga pastinya, tidak salah sasaran.

Kebijakann lockdown wilayah tersebut, serta pemberian bantuan kepada warga Syam berlangsung, hingga Allah mengangkat wabah tersebut dari wilayah Syam. Maka oleh sebab itu, ketika islam dijadikan sebagai landasan pemecahan problem masyarakat dan mengembalikan islam sebagai acuan, Allah akan semakin memperdekat pertolongan. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik (QS. Al-An’am: 57). Wallahu’allam.


latestnews

View Full Version