Oleh
Dr. Basrowi*
ECONOMIC Resilience (ketahanan ekonomi) syariah menuju Blue ekonomi syariah sangat penting untuk diupayakan bersama di tengah lesunya sistem ekonomi akibat kepungan virus Corona. Sistem ekonomi syariah yang lesu telah menyebabkan terjadinya perubahan dan gejolak ekonomi baik mikro maupun makro. Semua itu telah memberikan dampak yang sangat buruk bagi kita semua.
Ketidakpastian yang tinggi dan kompleks memberikan resiko yang tidak dapat didaksir (unknown). Bahkan, pertumbuhan ekonomi syariah menjadi negatif. Kelangkaan bahan baku dan bahan substitusi menjadi tidak terelakkan lagi.
Dalam kondisi yang demikian, ketahanan ekonomi syariah masyarakat menjadi hal yang sangat diharapkan. Ketahanan ekonomi syariah masyarakat sebenarnya merupakan kondisi yang dinamis, karena dengan keterbatasan, masyarakat muslim tetap berusaha dengan penuh keuletan dan ketangguhan. Ketahanan ekonomi syariah seperti itu, tentu dapat menjamin bagi kelangsungan hidup dan kemakmuran ekonomi masyarakat pada umumnya dan masyarakat muslim pada khususnya.
Kemakmuran syariah adalah menjadi tujuan, sehingga dalam kondisi seperti ini perlu upaya menggali dan menjadikan kemandirian ekonomi syariah sebagai way of life, agar dapat tercapai ketahanan ekonomi syariah dengan baik. Ekonomi kreatif syariah yang selama ini telah berhasil menaikkan ketahanan ekonomi syariah keluarga dan telah berhasil menciptakan lapangan pekerjaan terutama bagi umat muslim perlu digalakkan kembali.
Ekonomi kreatif syariah tidak hanya terkait dengan penciptaan nilai tambah secara ekonomi, tetapi juga secara religi, sosial, budaya, dan lingkungan. Ekonomi kreatif syariah juga dapat menjadi salah satu sektor penggerak penting dalam mewujudkan masyarakat Islam yang mandiri, tetap maju, makmur, dan maslahah meskipun WFH.
Protektif Menuju Blue Economi Syariah
Sebelum melakukan upaya meningkatkan economic resilience (ketahanan ekonomi syariah) menuju terwujudnya ekonomi syariah biru (blue economy) perlu melihat berbagai faktor protektif.
Faktor protektif syariah merupakan karakteristik yang harus dimiliki oleh individu muslim dalam menghadapi ketidakpastian. Interaksi antara proses sosial dan intra-psikhis dapat memberikan kemampuan pada seseorang muslim untuk menghadapi kesulitan menjadi tantangan positif, sehingga individu muslim bisa bangkit dan berkembang kembali laksana sebelum ada wabah Corona. Isnya Allah.
Meskipun demikian, diharapkan performa perekonomian syariah masyarakat muslim di Indonesia tidak mengalami kemunduran yang berarti dan bisa pulih secara pesat pasca wabah. Di sinilah kemampuan resistensi dalam menghadapi wabah dan kemamampuan untuk membali (bouncing back) menjadi faktor kunci percepatan untuk pulih dari ketidakpastian.
Selain itu, perlu juga menciptakan kondisi blue economy syariah bukan red economy. Artinya, infrastruktur sistem ekonomi kreatif syariah yang berbasis ide, seyogyanya tidak boleh dilupakan dalam kehidupan ekonomi syariah. Hal itu dapat dilakukan dengan menyandingkan ekonomi pasar dan ekonomi syariah, sehingga mampu menghasilkan maqasid syariah.
Konstruksi Isu Aktual Bidang Ekonomi Syariah
Dalam iklim usaha syariah yang jauh dari kata sehat, kita dituntut untuk tetap mampu berproduksi dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat muslim. Di sini perlu ada perpaduan antara teknologi halal, informasi, dan kreativitas, dengan memanfaatkan sebesar-besarnya sumber daya halal sebagai faktor produksi utama dan sumber daya insaniyah sebagai faktor brain ware.
Pemanfaatan kreativitas, keterampilan, serta bakat indivudu muslim untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan kerja di tengah resesi perlu dipupuk terus. Begitu juga, upaya mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta masyarakat muslim masing-masing individu muslim yang ter-PHK atau kehilangan penghasilannya akibat virus Corona juga perlu ditingkatkan.
Pemerintah melalui kementrian terkait dapat merumuskan, menetapkan, mengkoordinasikan, dan mensingkronisasikan ide-ide kreatif syariah pemikiran masyarakat menjadi kekuatan untuk bangun dari keterpurukan ini.
Pemerintah juga dapat membantu masyarakat muslim pada khususnya untuk merancang dan melaksanakan strategi syariah, termasuk mendampingi dan mendorong masyarakat muslim untuk terus maju.
Konstruksi isu aktual bidang ekonomi syariah dalam bentuk bantuan kepada yang lemah—para pekerja--yang selama ini telah berjuang membantu para pengusaha dalam mendapatkan keuntungan perlu diinternasilisasikan dalam mind pengusaha, sehingga mereka bukan menempuh jalan pintas dalam bentuk PHK atau merumahkan karyawan tanpa dibayar, tetapi harus ingat akan budi baik mereka yang selama ini telah membantu mengumpulkan keuntungan.
Hutang budi pengusaha kepada para pekerja muslim sudah seharusnya dikembalikan sebagian kecilnya dalam bentuk sadaqah jariyah di tengah pandemic Corona yang belum diketahui kapan penyebaran wabah tersebut berakhir.
Resiliensi Syariah dan Ketangguhan Masyarakat Muslim
Kemampuan pemerintah untuk menjaga daya lenting sistem ekonomi syariah masih sangat sulit untuk dilakukan, karena seluruh aspek terkait juga tidak dapat bergerak. Untuk mengantisipasi semua itu, perlu upaya serius agar ekonomi kreatif syariah mampu berlanjut (sustainable) hingga memiliki ketahanan ekonomi syariah (economic resilience).
Proses pengembangan kapasitas untuk bertahan dalam menghadapi tantangan sosial dan emosional diperlukan upaya resiliensi syariah sehingga diharapkan dapat memberi kesempatan untuk berkembang di tengah tekanan ekonomi syariah. Kemampuan mengubah tantangan menjadi kesempatan untuk mengembangkan diri sendiri dan orang lain melalui WFH sangat diharapkan.
Sudah saatnya mulai hari ini kita sebagai masyarakat muslim untuk berusaha bersama untuk meningkatkan ketahanan ekonomi syariah. Ketahanan ekonomi syariah sesungguhnya sangat ditentukan oleh keuletan dan ketangguhan seluruh umat muslim. Kedua hal itu akan menghasilan suatu kekuatan besar, apalagi dapat dikelola dengan baik. Hasilnya adalah ketahanan ekonomi syariah yang akan semakin kokoh.
Adaptasi yang cepat dengan situasi dan kondisi yang serba lesu juga harus segera kita lakukan agar pendapapan masyarakat tidak benar-benar nihil. Untuk meningkatkan ketahanan ekonomi syariah dapat dilakukan tanpa merusak nilai-nilai inti karakteristik masyarakat muslim yang suka gotong-royong dan tolong-menolong.
Berbagai perbedaan perlu kita singkirkan terlebih dahulu, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bergotong royong membasmi virus Corono ini dengan cepat, tepat, aman, dan sedikit korban.
Aspek syariah yang akan kita penuhi bersama saat ini yaitu, bagaimana menjaga kesehatan kita semua, dan bagaimana cara memenuhi seluruh hajat hidup kita. Sulit memang, tetapi dengan kerja sama yang erat, pasti tidak ada yang tidak bisa kita atasi bersama.
Caranya adalah dengan meningkatkan kemampuan kita dalam melakukan reaksi dalam bentuk inovasi di bidang ekonomi syariah, disertai rasa optimism, integrasi sosial, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Modal syariah dalam bentuk kerukunan antar umat muslim, kebersamaan, tolong menolong, dan kerjasama antarseluruh unsur masyarakat muslim harus dipupuk dengan kebulatan tekad dan doa akan keberhasilan. Dengan kata lain, aspek yang sangat kita butuhkan adakah kapasitas untuk mengatasi kesulitan yang sedang berlangsung melalui perilaku syariah baik pada tataran inovasi, positive thinking, dan rasa optimis untuk bangkit.
Kerja Keras Pemerintah dan Doa Umat Muslim
Jumlah kasus positif Covid-19 yang setiap hari jumlahnya selalu bertambah membuat kita semua prihatin, bahkan seakan pilu. Di sinilah perlunya kecekatan pemerintah dalam menenangkan pikiran dan perasaan masyarakat.
Upaya Pemerintah yang telah menganggarkan Rp405,1 triliun untuk penanganan pandemi virus Corona, dan dalam rangka penanggulanan masalah kesehatan, pemberian insentif bagi dunia usaha, dan bantuan sosial kepada masyarakat patut kita apresiasi. Karena, program itu diprioritaskan untuk masyarakat kelas menengah ke bawah yang mayoritas umat muslim.
Mereka inilah sebagai pihak yang paling berat dalam merasakan pukulan pandemi Corona. Mereka ini sangat rentan masuk ke jurang kemiskinan, karena pendapatan mereka menjadi berkurang sangat drastis.
Daya beli masyarakat muslim yang sudah mendekati nihil, menjadi dasar pemerintah untuk menyalurkan berbagai bantuan baik tunai maupun nontunai. Sudah saatnya pemerintah harus bekerja sangat keras dan tidak boleh berhenti dalam mencarikan peluang berusaha bagi masyarakat muslim Indonesia di tengah masa sulit. Pada sisi yang lain, doa seluruh masyarakat muslin mendorong pencapaian itu.
Pemerintah perlu mencarikan peluang bagi UMK syariah untuk dapat berdagang secara nontradisional (online) dengan memfasilitasi sewa server web, agar mereka dapat membuka toko (lapak) di e-commerce syariah secara gratis. Para pemilik e-commerce dapat bekerja sama dengan para pengecer untuk mendapatkan daftar produk beserta harganya, serta mengkapanyekan promosi, pemenuhan pesanan, dan menganalisis data penjualan produk halam. Para pelaku UMK syariah juga dapat menjangkau pelanggan dari luar negeri muslim melalui program platform E-Commerce Multichannel.
Semoga saja berbagai upaya resiliensi ekonomi syariah dalam rangka menciptakan blue ekonomi syariah dengan memanfaatkan seluruh issue aktual di tengah kepungan wabah Corona bukan menjadi hal yang mustakhil, tetapi akan menjadi kenyataan yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat muslim pada khususnya.*
Dr. Basrowi, ME. Sy. Alumni PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung, Alumni S3 Ilmu Sosial UNAIR Surabaya dan S3 Manajemen SDM UPI YAI Jakarta.