Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Tiga bulan terakhir ini seiring dengan penyebaran virus corona (Covid-19) yang sudah merambah ke seluruh provinsi di negeri ini, disadari atau tidak, dirasakan atau tidak, si Covid-19 ini telah menjadi sarana atau alat uji kelayakan dan kepatutan bagi pejabat publik.
Potret kelayakan dan kepatutan sebagai pejabat publik dari pusat hingga daerah dengan sendirinya teruji, baik pejabat publik yang berada di eksekutif, yudikatif maupun legislatif terlihat seiring masifnya penyebaran wabah Covid-19 ini. Sikap, ucap, perilaku dan tindakan para pejabat publik yang terkait penanganan Covid-19 ini tanpa disadari bermunculan dengan sendirinya sesuai kapasitas masing-masing.
Ada pejabat publik yang mencla-mencle dalam menetapkan kebijakannya sehingga membingungkan tataran pelaksanaan di lapangan. Ada pejabat publik yang lebih mengedepankan emosinya daripada logikanya. Ada yang menetapkan kebijakannya dengan 'aji mumpung' memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Ada yang suka memproduksi pernyataan-pernyataan yang sering mengundang kontroversi. Ada pula yang taktis dan sistimatis berbicara berdasar data dalam melawan Covid-19, dan lain sebagainya yang pada ujungnya kita dapat melihat dan menilai layakkah atau patutkah pejabat publik tersebut sebagai pejabat.
Dengan izin Allah, melalui pandemi wabah Covid-19 ini kita semua dapat melihat potret kelayakan dan kepatutan sosok pejabat publik yang layak dan patut atau sebaliknya yang tidak layak dan sekaligus tidak patut sebagai pejabat.
Dari potret inilah menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi masyarakat untuk lebih cerdas dan dewasa lagi dalam menyalurkan hak pilih suaranya, baik dalam memilih pemimpin maupun wakil-wakil rakyat pada gelaran pilkada/pemilu yang akan datang.
Covid-19 ini di samping menjadi virus yang cukup masif penyebarannya dan juga perlu penjagaan imunitas diri yang prima, juga dapat menjadi alat uji atas kelayakan dan kepatutan pejabat publik.
Karena ada pejabat publik yang hanya layak dan patut pada kondisi normal saja, namun begitu negara menghadapi bencana malah bingung apa yang mesti dilakukan?