View Full Version
Rabu, 03 Jun 2020

Black Lives Matter, All Lives Matter dalam Islam

 

Oleh:

Febrianti Ratnasari

Forum Diskusi Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban

 

PADA 2013, para aktivis kulit hitam mengorganisasi gerakan Black Lives Matter guna berkampanye menolak kekerasan aparat terhadap orang kulit hitam. Dan beberapa hari belakangan tagar #BlackLivesMatter menjadi sangat trending semenjak kematian George Flyod, seorang pria kulit hitam yang ditangkap atas dugaan penggunaan uang palsu & diinjak lehernya dengan lutut oleh polisi kulit putih hingga kehabisan nafas kemudian meninggal ketika penangkapan terjadi pada 25 Mei 2020 (BBC.com/30/05/20).

Kejadian detik-detik kematian Flyod tersebut juga sempat didokumentasikan oleh seorang saksi mata yang berada di TKP dan videonya menjadi viral di jagad maya. Kematian Flyod tersebut juga memicu terjadinya demonstrasi besar-besaran hingga menyebabkan pembakaran kantor polisi dan penjarahan di Minneapolis dan menyebabkan aksi protes massa hampir di seluruh Amerika seperti di Atlanta, Detroit, Denver, Houston, New York bahkan hingga di London, Inggris dan Berlin, Jerman (Aljazeera.com/31/05/20).

Isu rasisme memang bukan hal baru di negara barat, terutama Amerika Serikat. Hal ini sudah berlangsung sejak masa perbudakan yang dilakukan di era kolonial. Bahkan rasisme& diskriminasi juga dilakukan secara sistemik melalui perundangan dimana hak-hak dan pemberian eksklusif seperti pendidikan, imigrasi, hak suara, kewarganegaraan, kepemilikan tanah, dan prosedur kriminal hanya diberikan kepada warga kulit putih Amerika tapi tidak bagi colored people (warga non kulit putih) mulai dari abad ke-17 hingga tahun 1960-an (Wikipedia.org/Rasisme Di Amerika Serikat).

Meskipun Amerika sempat dipimpin oleh Barack Obama yang merupakan keturunan Afrika-Amerika, namun rasisme & diskriminasi tidaklah menurun selama masa kepemimpinannya (cnn.com/05/10/16). Terlebih-lebih di masa kepresidenan Trump, dimana rasisme, diskriminasi (anti-imigran&anti-muslim) dan supremasi kulit putih semakin digaungkan lewat slogan kampanye Trump yaitu "Make America Great Again" dan "America First." Selain banyak pernyataan rasis dan kebijakan anti-imigran (terutama imigran muslim) yang dilontarkan oleh Trump, fenomena rasisme dan sepremasi kulit putih yang terjadi di AS semakin meningkat semenjak Trump dilantik menjadi presiden (Parstoday.com/27/01/18). Doktrin supremasi kulit putih, yang menganggap bahwa orang ras kulit putih adalah lebih unggul dibandingkan dengan ras/suku lainnya bahkan beranggapan bahwa ras kulit putih harus berkuasa/memimpin ras lainnya, pun sudah banyak digunakan dan dipraktekkan oleh para pimpinan politik dan bahkan pakar ilmuwan sosial barat sejak abad ke-19 (Britannica.com/topic/white/supremacy).

Tidak hanya masalah perbedaan warna kulit, masalah perbedaan asal, keturunan & agama juga isu yang begitu berkembang di negara-negara barat, yang konon katanya pemuja HAM dan pemeluk paham demokrasi-liberalisme. Masyarakat minoritas (termasuk umat muslim) sering menjadi bahan diskriminasi dan olok-olokan serta stigma negatif lainnya.

Tidak Ada Rasisme dalam Islam

Islam diturunkan dengan begitu sempurna dan sangat sesuai dengan fitrah manusia oleh Al-Khalik. Meremehkan, merendahkan&menghina manusia lain karena berbeda warna kulit, suku, bangsa dan lainnya tentunya tidak sesuai fitrah, maka oleh karenanya haram dalam Islam. Pada dasarnya, semua orang memiliki kedudukan dan hak-hak dasar kemanusiaan yang sama serta tidak boleh dibedakan, satu lebih ditinggikan dan satu lagi dihinakan hanya karena alasan perbedaan-perbedaan tadi.

Mari kita lihat sejarah Islam, bagaimana seorang budak yang hitam legam kulitnya, Bilal bin Rabah, memiliki kedudukan tinggi diantara para sahabat lain seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdurrahman bin 'Auf yang notabene merupakan keturunan terpandang di kaumnya. Beliau begitu disayang oleh Rasulullah, bukan karena warna kulit, asal, atau kedudukannya, tapi karena ketaqwaannya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Abu Dzar,

 ﺍﻧْﻈُﺮْﻓَﺈِﻧَّﻚَﻟَﻴْﺲَﺑِﺨَﻴْﺮٍﻣِﻦْﺃَﺣْﻤَﺮَﻭَﻻَﺃَﺳْﻮَﺩَﺇِﻻَّﺃَﻥْﺗَﻔْﻀُﻠَﻪُﺑِﺘَﻘْﻮَﻯ

“Lihatlah, engkau tidaklah akan baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam sampai engkau mengungguli mereka dengan takwa.”[3]

Perbedaan warna kulit, asal/suku, bangsa memang sudah sunnatullah. Allah-lah yang menciptakan manusia dengan segala perbedaannya sebagaimana firmanNya:

ﻳَﺎﺃَﻳُّﻬَﺎﺍﻟﻨَّﺎﺱُﺇِﻧَّﺎﺧَﻠَﻘْﻨَﺎﻛُﻢْﻣِﻦْﺫَﻛَﺮٍﻭَﺃُﻧْﺜَﻰﻭَﺟَﻌَﻠْﻨَﺎﻛُﻢْﺷُﻌُﻮﺑًﺎﻭَﻗَﺒَﺎﺋِﻞَﻟِﺘَﻌَﺎﺭَﻓُﻮﺍﺇِﻥَّﺃَﻛْﺮَﻣَﻜُﻢْﻋِﻨْﺪَﺍﻟﻠَّﻪِﺃَﺗْﻘَﺎﻛُﻢْ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (Al-Hujurat: 13)

Selain larangan untuk rasis, ada pula larangan dalam Islam untuk ta’assub yaitu membela mati-matian seseorang atau kelompok hanya berdasarkan suku, rasa atau bangsa tertentu, tanpa peduli apakah salah atau benar, dzalim atau terdzalimi.

Pun dalam menyikapi kaum minoritas, sejarah Islam sudah menceritakan tentang kisah hijrah Nabi dan kaum Muhajirin ke Madinah, dimana kaum Muhajirin yang minoritas begitu diterima dengan tangan terbuka oleh kaum Anshor, yang merupakan penduduk asli Madinah. Bahkan, kaum Anshor rela berbagi harta, jiwa, hingga kepentingan keluarga mereka demi kaum Muhajirin yang belum mereka kenal sebelumnya. Dua kaum yang berbeda asal ini saling menerima satu dengan yang lain layaknya saudara karena aqidah yang menyatukan mereka. Tanpa adanya diskriminasi.

Bagaimana dengan mereka yang berbeda agama? Rasulullah sudah pula mencontohkan, bagaimana ketika beliau hijrah dan mendirikan negara Islam di Madinah bersama kaum muslim, Rasulullah dan para kelompok kafir minoritas/dzimmi, yang terdiri kelompok Nasrani, Yahudi, Majusi& beberapa kelompok kecil lainnya,  setuju membuat kesepakatan bahwa para ahlu dzimmah tersebut membayar jizyah (pajak perlindungan) kepada negara Islam yang dipimpin Rasulullah yang sebagai balasannya, negara memberikan perlindungan untuk jiwa serta harta ahlu dzimmah yang tiada beda seperti perlindungan yang diberikan negara kepada kaum muslim.

Bahkan seorang orientalis non-Islam yang banyak menulis sejarah Islam klasik bernama  W Montgomery Watt dalam bukunya berjudul Muhammad at Medina (1987:51) mengakui bahwa perlakuan yang diberikan oleh Nabi dan keempat Khulafar Rasyidin kepada kaum minoritas jauh lebih baik dari pada perlakuan yang diberikan oleh kekaisaran Sasanid maupun Byzantium (Romawi Timur).

Begitulah indah dan adilnya aturan Islam dalam memandang manusia. Tidak ada rasisme dan diskriminasi di dalamnya. Sudah terbukti juga keberhasilannya menghapus rasisme& diskriminasi dalam sejarah yang tercatat di tinta peradaban manusia. Hanya Islam yang mampu memanusiakan manusia seutuhnya tanpa memandang warna kulit, ras, dan suku bangsa. Black lives matter, all lives matter.*


latestnews

View Full Version