Oleh: Halimah
Masyarakat mengeluhkan kenaikan listrik hingga 4 kali lipat akhir-akhir ini. Akan tetapi pihak PLN mengelak seperti yang dilansir pada CNBC Indonesia (06/06/2020). PT PLN persero menekankan tidak ada kenaikan tarif dasar listrik sebab menaikkan tarif listrik adalah kewenangan pemerintah bukan PLN. Hal ini menegaskan soal kasus-kasus pelanggan pasca bayar yang tagihannya bengkak beberapa waktu lalu. Direktur Human Capital Management PT PLN persero Syefvi F Roekman menegaskan bahwa pihaknya juga tidak pernah melakukan manipulasi dalam perhitungan tarif. Perhitungan dilakukan berdasarkan hasil meteran yang juga bisa dilakukan oleh pelanggan itu sendiri.
Menurut Bob, selama pandemi covid 19 ini masyarakat diharuskan untuk melakukan kegiatan dari rumah baik bekerja hingga sekolah. Tidak hanya orang tua tapi anak dan anggota keluarga lainnya juga harus beraktivitas dari rumah. Otomatis penggunaan listrik akan bertambah sehingga terjadi kenaikan. Selain itu ditegaskan pula bahwa tidak ada subsidi silang antara 900 watt dengan 450 watt.
Kenaikan tarif dasar listrik ini tidak tidak bisa dipisahkan dengan liberalisasi kelistrikan yang sudah dimulai dengan undang-undang tenaga kelistrikan. Hal ini bisa dilihat dari Undang-undang yang disahkan yaitu Undang-Undang nomor 20 tahun 2002, salah satunya pasalnya mengenai unbundling vertikal atau mengatur dan memisahkan Proses bisnis PLN menjadi beberapa usaha yaitu pembangkit tenaga listrik, transmisi listrik, dan distribusi listrik dan penjualan tenaga listrik. Unbundling vertikal inilah yang diduga akan bermuara pada liberalisasi listrik dikarenakan undang-undang ini juga mengatur pembukaan ruang luas bagi bagi perusahaan-perusahaan swasta.
Sementara di saat yang sama pihak pemerintah yang diwakili PT PLN yang seharusnya bertanggung jawab atas penyediaan listrik di Indonesia justru hanya bertindak sebagai regulator saja. Bagaimanapun aturannya, undang-undang ini tetap saja tidak bisa menjamin rakyat untuk bisa memperoleh haknya terhadap energi listrik dengan mudah dan murah karena orientasi pengelolaannya hanya mencari keuntungan.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ternyata belum mengenal Islam secara kaffah (menyeluruh), padahal Islam punya solusi atas permasalahan ini. Islam yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak hanya mengatur perkara ibadah saja. Islam pun mengatur aspek kehidupan termasuk kebutuhan primer dan sekunder rakyat terutama dalam memperoleh sarana kelistrikan.
Dalam Islam, listrik termasuk ke dalam kepemilikan umum. Listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk ke dalam kategori api atau energi sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air, dan api atau energi" (hadis riwayat Ahmad).
Sumber energi pembangkit listrik sebagian besar berasal dari barang tambang seperti minyak bumi, gas dan batu bara yang juga masuk ke dalam kepemilikan umum. Oleh karena itu listrik masuk dalam kepemilikan umum. Sedangkan barang tambang seperti migas dan batu bara tidak boleh dikomersilkan pengelolaannya. Barang tambang ini harus dikelola oleh penguasa atau negara dengan amanah dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Selain itu negara juga harus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan listrik setiap rakyatnya baik yang kaya ataupun yang miskin, baik yang tinggal di kota maupun pedalaman. Islam memandang negara dan pemerintahannya sebagai pemimpin yang bertanggung jawab mengurusi semua urusan umat dan rakyatnya, bukan berdagang dengan prinsip untung rugi. Wallahu'alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google