Oleh:
Sandhi Indrati || Perawat, tinggal di Depok
DI PEKAN pertama bulan Juni ini, publik dikejutkan dengan lonjakan tagihan listrik pasca bayar bulanan dari PLN yang lebih besar dari biasanya. Ini dirasakan baik oleh pelanggan rumah tangga maupun pelanggan buat bisnis. Bagi pelanggan rumah tangga, terasa begitu berat, seakan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pasalnya, kenaikan listrik ini terjadi ketika penyebaran wabah Covid-19 makin meningkat, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, sembako meroket naik dan lainnya.
Begitu juga yang dirasakan oleh pelanggan untuk bisnis, kenaikan tagihan listriknya sangat besar sekali. Padahal, sebagian besar tempat usaha atau kantor-kantor diliburkan atau tutup selama hampir 3 bulan karena mengikuti peraturan PSBB. Mengapa bisa terjadi?
Melalui Direktur Niaga dan Pelayanan PLN Bob Sahril, dalam video conference-nya berdalih bahwa PLN tidak menaikkan tarif. Menurutnya, kenaikan tarif ini murni disebabkan karena kenaikan pemakaian. Kenaikan pemakaian murni karena banyak kegiatan di rumah/work from home (WFH). Lagi-lagi pelanggan (rakyat) yang disalahkan.
Listrik naik, murni karena WFH, Benarkah? Jika memang benar ini murni karenaWFH, tapi mengapa ada yang aneh. Keanehan tagihan PLN dirasakan oleh seorang warga di Pekanbaru. Rumahnya baru selesai dibangun, masih kosong dan belum dihuni serta baru mendapatkan rekening listrik. Tapi, tagihan listrik yang masuk sampai 1,5 juta. Dikutif dari Antara news, 13 Juni 2020.
Hal serupa juga disampaikan warga yang pulang kampung, seperti dikutip dari grup Facebook info Depok. “Selama 3 bulan sejak Covid-19 muncul di tinggal pulkam, kok masih saja kena tarif normal layaknya seperti biasa. Mohon jangan menindas rakyat terus menerus.”
Begitu juga yang dirasakan oleh Tompi, artis sekaligus dokter spesialis. Dia sangat kesal sekali sampai-sampai mengunggah komen di akun Twitternya, pada Rabu 10 Juni 2020. "Dengan 'tagihan PLN menggila! Ini dari PLN kagak ada konfirmasi-konfirmasi main sikat aja."
Lalu apa yang pemerintah berikan sebagai bentuk keringanan dan bantuan di masa sulit seperti sekarang ini? Jeritan masyarakat seakan dianggap angin lalu. Solusi penanganan wabah yang saling silang di antara pejabat juga minimalis berpihak kepada rakyat. Pihak PLN, melalui Senior Executive Vice President Bisnis dan Pelayanan Pelanggan PLN Yuddy Setyo Wicaksono, memberikan kebijakan untuk kelebihan pembayaran tagihan listrik Juni 2020 dengan cara dicicil.
Memang, pihak PLN memberikan solusi, tapi tetap saja besaran tagihan listrik dibebankan pada rakyat tanpa ada penjelasan yang masuk akal. Tetap saja rakyatlah yanga menjadi korban dari keserakahan para kapitalis yang dengan bebas menguasai negeri ini, dengan dukungan rezim yang berkuasa.
Lain halnya dengan Islam. Islam jelas memiliki penyelesaian yang tuntas dan berkesinambungan untuk berbagai permasalahan manusia di berbagai kondisi, termasuk dalam hal urusan listrik. Sesuai hadits Rasulullah SAW, "Manusia bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: padang rumput, air dan api. (HR. Ibnu Majah).
Dari hadits Rasulullah SAW tersebut, disebutkan untuk perkara listrik dalam hal ini dikaitkan dengan api, listrik adalah salah satu sumber energi bagi manusia. Wajib hukumnya dikelola oleh negara dalam wadah institusi pelayanan, bukan sebagai institusi bisnis seperti saat ini yang mencari keuntungan walau pun di tengah kondisi yang memprihatinkan.
Bisa jadi dalam sistem pemerintahan Islam, tarif listrik tetap ditarik dari rakyat tapi dengan tagihan yang murah. Bukan mengejar keuntungan apalagi sampai menyulitkan rakyat ketika membayar tagihannya. Karena negara tidak boleh menarik keuntungan dari kepemilikan umum (salah satunya listrik). Negara hanya boleh menarik tarif sesuai biaya produksi dan distribusi barang-barang tersebut. (Abdurrahman Al-Maliki, as-Siyasah al-Iqtishodiyah al-Mustla).
Bahkan Islam melarang negara memadamkan listrik seenaknya tanpa alasan yang jelas dan merugikan rakyat, apalagi sampai memutus aliran listrik karena tidak mampu membayar tagihan PLN. Seperti salah satu kebijakan PLN yang dikatakan oleh General Manager Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) M. Ikhsan Asaad, "Bagi pelanggan yang mengalami penyegelan atau pemutusan sementara, penyambungan listrik pelanggan kembali dapat dilakukan jika pelanggan telah melunasi tunggakan atau tagihan listriknya yang disertai dengan biaya keterlambatan." (Okezone, 1 Februari 2020).
Terang benderangnya perlakuan pemimpin Islam untuk urusan listrik sudah dicontohkan ketika masa kepemimpinan Bani Umayyah di Cordoba Ibu Kota Andalusia. Saat malam hari lampu- lampu menerangi jalanan sepanjang 10 mil tanpa terputus. Jalanan saja difasilitasi penerangannya, terlebih lagi rumah-rumah rakyat sudah pasti lebih terang, tanpa adanya tarikan biaya listrik dari pemimpin kaum Muslimin (khalifah) untuk semua itu.
Maka, sudah saatnya tata kelola negara ini merujuk pada sistem tata negara dalam Islam yang pasti akan membawa kesejahteraan bagi semua rakyat tanpa terkecuali. Dengan penerapan hukum-hukum Islam yang akan menyelesaikan semua permasalahan Indonesia serta dunia.*