Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Di tengah derasnya arus penolakan, kini status Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) bak 'Bola Mati" yang menunggu ditendang oleh presiden. Kini publik menunggu, akan di tendang ke tengah lapangan lagikah untuk melanjutkan permainan alias berlanjut pembahasan? Atau mau menolak untuk menendang ke luar lapangan sebagaimana besarnya tuntutan publik menolaknya?
Dari sisi aturan perundang-undangan, presiden punya waktu selama 60 hari setelah menerima naskah RUU HIP dari pimpinan DPR. Kurun waktu yang 60 hari ini merupakan waktu yang sangat krusial mengingat gelombang penolakan dari masyarakat terus membesar.
Tidaklah elok jika pihak kepresidenan cukup menyatakan ditunda secara lisan, sedangkan publik membutuhkan ketegasan surat resmi presiden menerima untuk dilanjutkan atau menolaknya RUU HIP menjadi Undang-Undang. Terlebih DPR pun sangat menanti kepastian secara resmi dari presiden sesuai aturan ketatanegaraan.
Sebagai Bola Mati yang siap ditendang, RUU HIP ini bila dibiarkan terus diam maka tidak menutup kemungkinan akan dapat mengubah kondisi yang semula Bola Mati menjadi Bola Panas yang bakal menggelinding ke tempat asal dan ke tempat diamnya Bola.
Situasi ini merupakan situasi yang membutuhkan ketegasan presiden dalam penyelesaian kegaduhan yang terjadi akibatnya terbitnya RUU HIP, bukan hanya sekadar wacana yang tersebar di media sosial.
Kini tiba saatnya bagi Presiden Jokowi untuk menendang Bola Mati ini ke tengah lapangan dalam arti setuju melanjutkan pembahasan, atau menendang bola ke luar lapangan dalam arti menolak RUU HIP.