Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial
Berbicara soal istilah Test the Water, yang dalam bahasa komunikasi publik mengandung arti memancing reaksi publik sebelum mengeluarkan kebijakan dan atau keputusan.
Jika tak ada reaksi, maka kebijakan itu akan ditetapkan. Terkait dengan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR, patut diduga menjadi Test the Water sebelum ditetapkan sebagai Undang-Undang.
Perjalanan RUU HIP ini rupanya tak terprediksi sebelumnya oleh para inisiator yang merancangnya. Karena ternyata setelah disahkan menjadi RUU tak urung harus menghadapi arus gelombang besar penolakan dari masyarakat. Tak dapat dihindari akhirnya timbullah kegaduhan baru menyusul kegaduhan-kegaduhan sebelumnya.
Berbeda dengan beberapa RUU lainnya yang berjalan mulus dibahas secara maraton di tengah pandemi Covid-19 dan bertepatan dengan bulan Ramadhan.
Jika kita boleh mengibaratkan, RUU HIP ini bak batu yang dilempar ke kolam yang ada di negeri +62. Ternyata lemparan batu yang semula airnya tenang tiba-tiba bergolak, muncrat atau menyembur ke atas yang nyaris air sekolam keluar semua. Bahkan kini semburan air kolamnya membasahi pelemparnya alias aksi penolakan sudah menggeruduk ke Gedung DPR.
Mencermati kondisi semburan air kolam tadi yang juga kini sudah membasahi sebagian para pelempar batu berlabel RUU HIP, apakah para pelempar yang sudah basah-kuyup masih juga bersikeras melanjutkan pembahasan RUU yang menjadi sumber kegaduhan?
Kiranya tak ada yang lebih indah bagi DPR kecuali mau mencabut kembali RUU HIP untuk tidak perlu ada lagi pembahasan lebih lanjut.
Marwah anggota dewan yang terhormat akan lebih terjaga lagi, jika dalam tubuh dewan mampu membersihkan dirinya dari oknum-oknum yang terindikasi mau membangkitkan kembali faham komunisme.