SITUASI pandemic covid 19 seperti saat ini, menjadi sarana uji sistem manajerial pendidikan yang selama ini diterapkan negara. Manajerial yang baik akan nampak mutunya disaat pendidikan dilanda konflik. Masih bisa menjamin keberlangsungan pendidikan ataukah tidak?. Bisa menjaga mutu pendidikan ataukah tidak?. Akan nampak pula totalitas layanan pendidikan yang diselenggarakan negara.
Turunkan UKT
Pandemi corona menghantarkan kepada kebijakan pembelajaran daring/pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran daring meminta sebagian aliran dana mahasiswa berpindah. Biasanya dipakai untuk biaya transportasi menjadi biaya beli pulsa. Yang itu berarti mahasiswa mengalami double pembiayaan. Pertama biaya UKT telah terbayarkan. Kedua, biaya untuk membiayai pembelajaran daring. Belum lagi biaya mengerjakan tugas dan lain-lainnya.
Sebenarnya bagi tenaga pendidik pembelajaran daring inipun juga menjadi beban. Akan tetapi beban itu dirasa tidak seberapa. Lain halnya dengan mahasiswa dimana mayoritas masih menengadahkan tangan kepada ke dua orang tuanya.
Maka adalah wajar jika mahasiswa menuntut UKT mereka diturunkan. Sebagaimana dilansir dari radarmalang.jawapos.com dimana mahasiswa UB menutut penuruan uang UKT. Mereka mempertanyakan penggunaan uang UKT selama masa PJJ. Tuntutan penurunan UKT sebenarnya telah terdengar sejak pandemi Corona dari mahasiswa diberbagai kampus.
Keluhan mahasiwa tersebut akhirnya dijawab oleh kemendikbud dengan menganggarkan 1 trilyun rupiah untuk bantuan UKT yang diutamakan untuk mahasiswa PTS. Adapun untuk mahasiswa PTN kemendikbud menyiapkan Permendikbud no 25 tahun 2020 dimana mahasiswa yang memiliki kendala finansial selama covid 19 akan diberikan keringanan UKT (kompas.com, 21/6/2020). Sebelumnya plt. Dirjen Dikti telah meminta kampus untuk mensubsidi pulsa kepada mahasiswa (kompas.com, 2/6/2020)
Pandemi Menjadi Jalan Kuliah Gratis?
UKT adalah dana mahasiswa yang digunakan untuk membiayai operasional kampus. Bagi kampus UKT menjadi salah satu sumber utama pemasukan PT. Meskipun sudah ada kucuran dana dari pemerintah. Namun jumlahnya terbatas, sehingga tidak cukup mendanai kebutuhan kampus. Oleh karena itu kampus menarik UKT dan pembiayaan lain dipikulkan kepada mahasiswa.
Adanya kebijakan kemendikbud untuk mensubsidi UKT tentu berpengaruh terhadap pendapatan kampus. Akan tetapi seharusnya, teori penjaminan penuh atas penyelenggaraan pendidikan adalah hingga kemendikbud mengenolkan UKT. Baik dimasa pandemi Corona ataupun tidak. Dengan demikian semua lapisan bisa mengenyam pendidikan tinggi.
Bahaya yang harus dipahami ketika negara tidak totalitas menanggung pendanaan pendidikan tinggi adalah terjadinya komersialisasi pendidikan. UKT menjadi salah satu jalannya disamping iuran lain yang harus ditanggung mahasiswa. Inilah yang menjadikan biaya kuliah mahal dan banyak lulusan SMA sederajat tidak mampu melanjutkan ke jenjang PT. Dan kondisi ini secara tidak langsung menyebabkan tidak tereksplorasinya potensi mereka, terbatasnya wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan daya saing.
Dengan demikian, harus ada upaya serius dari negara untuk mengelola sumber-sumber pemasukan negara. Keterlibatan asing dalam pengelolan SDA harus dihentikan. Mengubah mindset dari fasilator menjadi pengurus/pelaksana/periayah rakyat. Sehingga rakyat bukan menjadi sumber dana dengan negara penyedia fasilitasnya. Akan tetapi negara sebagai penyedia layanan pendidikan dengan rakyat sebagai pihak yang dilayani. Inilah jalan menuju pendidikan tinggi yang berkwalitas dan gratis.
Meneladani Sistem Pendidikan Islam
Ghiroh -semangat- menuntut ilmu dimasa Peradaban Islam sangat tinggi. Hal itu karena menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Sehingga negara harus menjamin terlaksanakannya perintah Allah SWT tersebut. Dengan menyelenggarakan pendidikan, memfasilitasi, mendanai pendidikan atau mengratiskannya untuk semua.
Digambarkan oleh Raghib as Sirjani dalam buku Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia bahwa dimasa Peradaban Islam para khalifah dan penguasa sama antusianya untuk menuntut ilmu. Banyak sekolah didirikan, perpustakaan, lembaga riset, hingga organisasi keilmuan. Kesejahteraan bagi ilmuwan dan pendidik juga dijamin negara. Masa Sultan Salahuddin al Ayyubi telah mengaji syaikh Najmudin al Habusyani 40 dinar/bulan (jika 1 gram emas 500rb, 1 dinar =4,25 gram, maka 40 x 4,25 x 500.000 = 85 juta/bulan). Besaran gaji yang fantastis.
Maka tidak heran dimasa peradaban Islam bermunculan para ilmuwan. Seperti Az Zahrawi penemu teori bedah, Ibnu Sina bidang kedokteran, al Khazani ahli fisika, al Khawarizmi ahli matematika, Abu Yusuf al Kindi ahli mata, ulama fiqih, hadist dan lain-lain.
Inilah gambaran pendidikan dimasa peradaban Islam. Pendidikan yang dibangun dari Aqidah Islam. Dimana pendidikan dipandang sebagai bagian bentuk pelaksanaan perintah Allah SWT. Sehingga negara memberikan jaminan penuh atas pelaksanaan pendidikan. Wallahua'lam bis showab.*
Puji Astutik
Trenggalek, Jawa Timur