Oleh:
Dwi Nesa Maulani || Komunitas Penulis Jombang
GALAU, stres, dan frustasi itulah yang dialami anak-anak yang menjalani proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Terlebih PPDB di DKI Jakarta, menjadi sorotan banyak orang karena terjadi karut marut. Menurut Ketua Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait PPDB di ibu kota menghilangkan hak anak atas pendidikan.
Sebagai contoh Arista, siswi yatim piatu berprestasi terancam tidak bersekolah karena tidak masuk SMA negeri. Ada juga seorang anak yang meninggal akibat ditolak sekolah dambaannya. Di samping ia punya penyakit asam lambung. Arist juga menerima pengaduan ada setidaknya enam anak yang berniat bunuh diri karena tidak masuk sekolah incarannya.(kompastv, 1/7/2020)
Itu segelintir contoh kondisi anak-anak korban kezaliman PPDB. Tidak hanya di Jakarta tetapi kekisruhan juga terjadi di berbagai daerah. Tidak hanya tahun ini tapi juga tahun-tahun sebelumnya. Seolah menjadi siklus tahunan. Musim PPDB adalah musim anak galau, orangtua gelisah.
Padahal sistem zonasi memiliki tujuan yang mulia yaitu agar terwujud pendidikan yang berkualitas merata. Tidak ada lagi sekolah favorit dan sekolah 'buangan'. Namun kenyataan yang terjadi tak seindah angan-angan. Dalam prakteknya, protes dan kecaman masyarakatlah yang didapat. Siswa saling sikut untuk mendapat bangku di sekolah favorit atau di sekolah negeri. Di negari ini memang persoalan jumlah peserta didik lebih besar dari daya tampung sekolah masih menjadi PR besar. Itulah mengapa sistem zonasi dilahirkan. Karena negara tidak mampu memberikan fasilitas dan kualitas pendidikan yang merata bagi anak-anak bangsa.
Perlu kita sadari bahwa sistem zonasi adalah aturan buatan manusia. Seperti kata pepatah 'tak ada gading yang tak retak'. Manusia tidak ada yang sempurna. Akalnya pun tak sempurna. Sepandai-pandai manusia dalam membuat aturan pasti ada cacatnya. Sepintar apapun pemerintah dalam membuat aturan tidak akan mampu mengakomodasi semua keinginan dan kebutuhan rakyatnya. Apalagi jika aturan itu sarat dengan kepentingan segelintir orang. Jadi meskipun sistem zonasi dibenahi, masih sangat memungkinkan terjadi kekisruhan.
Di DKI Jakarta, PPDB berdasarkan usia menuai banyak protes. Menurut Arist kebijakan batas usia yang diterapkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Sehingga perlu dibatalkan dan diulang kembali agar berkeadilan. Sedangkan Dinas Pendidikan DKI Jakarta berkilah bahwa seleksi siswa berdasarkan usia sudah tepat dan bisa mengakomodasi seluruh lapisan masyarakat. Karena kondisi demografi ibu kota yang berbeda dengan wilayah lain. Pihaknya sudah mengkaji dan mengevaluasi sebelum pelaksanaan PPDB. Demikian contoh aturan yang dibuat manusia sangat berpotensi menimbulkan perbedaan. Lalu bagaimana solusinya?
Allah SWT telah memberikan kepada manusia seperangkat aturan untuk dijalankan di seluruh aspek kehidupan. Tak terkecuali masalah pendidikan. Jika akar permasalahan ini karena ketidakmampuan negara memberikan fasilitas pendidikan untuk semua anak usia sekolah, Allah SWT punya solusi. Islam mewajibkan negara untuk memenuhi kebutuhan pendidikan secara gratis. Negara wajib membiayai infrastruktur, sarana dan prasarana, serta menggaji guru dan dosen. Karena dalam Islam pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi, di samping kebutuhan kesehatan, dan keamanan. Dalilnya adalah sabda Nabi SAW, " Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR Muslim). Hadits ini merupakan perintah atau kewajiban pemimpin atas rakyatnya.
Jika gratis, darimana sumber pembiayaannya? Sistem pendidikan Islam yang dipadukan dengan sistem ekonomi Islam dan sistem politik Islam akan mampu memberikan sekolah gratis. Semua biaya pendidikan bersumber dari Baitul Mal (kas negara) dari pertama, pos fai' dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara, seperti ghanimah (harta rampasan perang), khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah (pungutan dari non muslim), dan dharibah (pajak atas muslim). Kedua, pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima.
Itulah seperangkat aturan Islam yang akan mampu mengobati kegalauan akibat proses PPDB yang sengkarut saat ini. Semua anak butuh pendidikan gratis, berkualitas, dan mudah diakses. Bukan sebagian anak yang lulus seleksi zonasi saja. Jika saja negara mau menjalankan aturan Allah SWT ini. Generasi negeri ini akan lebih berkualitas.*