Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Seiring belum adanya tanda-tanda dibatalkan atau dicabutnya RUU HIP dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) oleh DPR, terasalah semakin hari gelombang tsunami penolakan RUU HIP semakin membesar.
Persatuan komponen berbagai ormas khususnya ormas Islam bersatu padu menuntut dicabutnya RUU HIP sekaligus mengawal maklumat MUI terus bergulir di beberapa provinsi.
Patut diduga kesengajaan dua pengalihan isu teranyar, yakni video marah-marah dan isu putusan MA yang sempat mewarnai jagad media sosial, tidaklah dapat menggeser fokus perjuangan rakyat menuntut RUU HIP dicabut karena terindikasi membawa virus faham komunisme.
Mencermati kondisi yang berkembang, layaklah timbul pertanyaan, ada apa di balik bersikerasnya DPR sebagai inisiator RUU yang membuat kegaduhan ini tidak segera mencabutnya dari prolegnas? Sungguh ironis jika kita mau mencoba menelisik kondisi yang terjadi.
RUU inisiatif DPR ditolak oleh rakyat yang konon diwakilinya, malah inisiatornya bersikeras untuk melanjutkan pembahasan bahkan ada wacana hanya diganti casingnya saja menjadi RUU PIP?
Sungguh sangatlah tidak sehat dunia perpolitikan di negeri +62 ini, di mana terjadi saling berhadapan perseteruan antara wakil rakyat versus rakyat yang diwakilinya. Kondisi ini seolah DPR di satu sisi melawan rakyat pada sisi yang lain. Lantas, yang duduk di dewan ini mewakili siapa?