Oleh:
Habsah || Mahasiswa UINSU
ANGKA pernikahan dini kian melonjak di tengah pandemi covid-19. Banyak sekali pengajuan dispensasi nikah di berbagai daerah dan rata-rata yang mengajukannya adalah anak remaja berusia 14 hingga 18 tahun. Mengingat UU. No 16 tahun 2019 mengenai batas menikah pengantin wanita yakni 19 tahun, yang menggantikan undang-undang sebelumnya pasal 7 ayat 1 UU pernikahan yang menjelaskan bahwa batas usia perkawinan perempuan adalah 16 tahun, dan ini salah satu pemicu banyaknya anak usia 14-18 tahun untuk meminta dispensasi pernikahan.
Adapun alasan mereka mengajukannya karena hamil di luar nikah, namun adapula yang beralasan belum genap 19 tahun namun sudah berkeinginan untuk menikah. Belum lagi pernikahan dini dipicu karena alasan ekonomi yang kian memburuk di masa pandemi ini. Tak jarang di jumpai orang tua yang menikahkan anaknya untuk melepas bebas, padahal itu bukanlah solusi.
Problem yang lahir dari kebijakan dispensasi nikah ini : pertama dijalankan bersamaan dengan pendewasaan usia perkawinan dengan harapan menurunkan angka pernikahan dini. Dan kedua, menjadi jalan keluar untuk memaklumi fenomena seks bebas di kalangan remaja.
Adanya dispensasi nikah karena alasan seks bebas tidak hanya berdampak pada individual saja tapi juga berpotensi melahirkan keluarga tanpa ketahanan dan menghasilkan generasi yang lemah.
Melihat hal demikian yang dibutuhkan bukanlah larangan nikah dini ataupun dispensasi nikah. Tetapi membutuhkan pemberlakuan sistem ijtima'iy islam agar generasi siap memasuki gerbang keluarga dan mencegah seks bebas. Sejatinya kita tahu manusia merupakan mahluk sosial yang membutuhkan satu sama lain, dan bergaul adalah fitrahnya manusia. Tapi tak jarang kita temui banyak remaja-remaja yang terjerembab dalam arus kemaksiatan karena salahnya pergaulan, sehingga berakibatkan perilaku yang menyimpang seperti seks bebas yang akhirnya membuat remaja putri hamil diluar nikah. Ini terjadi karena pergaulan tidak dibentengi dengan iman yang kokoh yang berakibatkan lemahnya kematangan cara berfikir remaja di zaman sekarang.
Bukan karena hamil diluar nikah saja, anak-anak yang memang ada keinginan menikah atau hanya sekedar ikutan tren nikah muda namun kurang siap dari sisi mental ini juga sangat jauh dari harapan, sebab menikah bukan hanya sekedar akad dan berhubungan saja. Namun ini menyangkut tentang kehidupan yang akan dijalani dalam jangka waktu yang lama. Jadi ini bukan sekedar menikah tapi juga perlu ilmu di dalamnya.
Kurangnya kesiapan mental dan kematangan berfikir malah akan menjadi masalah di alam rumah tangga itu sendiri seperti ingin lepas dari tanggung jawab rumah tangga. Belum lagi permasalahan orang tua yang menikahkan anakanya karena alasan untuk mengurangi bebas ekonomi, hal ini justru salah dan bertentangan dengan islam. Sebagai orang tua sudah seyogyanya menjalankan kewajiban dan memberikan serta memenuhi hak anak, seperti pendidikan, afeksi dan pemenuhan kebutuhan fisiknya, bukan lepas tanggung jawab langsung menikahkan anaknya begitu saja dengan dalih mengurangi beban ekonomi.
Lantas, apakah islam melarang untuk menikah dini? Tidak ada larangan dalam islam untuk menikah dini. Justru pernikahan dini dengan alasan agar terhindar dari perbuatan zina sungguh bagus, apalagi jika mereka memiliki bekal. Nikah muda juga bukan menjadi momok tersendiri di kalangan masyarakat, jika Anak-anak yang di didik dengan pemikiran islam dan iman yang kokoh akan melahirkan generasi yang siap secara mental dan bertanggung jawab, bukan menghasilkan generasi yang hanya ikut ikutan tren nikah muda ataupun kebelet ingin menikah. Bahkan jika ada kesiapan yang matang , resiko seperti kematian ibu dan anak pada fase hamil dan melahirkan bisa diminimalisir.
Jadi, bukan dispensasi nikah yang menjadi solusi, tapi perlunya kesiapan yang matang serta membangun generasi yang kokoh iman agar menghasilkan generasi yang berkepribadian tangguh dan mampu menghadapi setiap tantangan zaman.*