Oleh:
Ana Nazahah || Komunitas Revowriter
SAHABAT, pernah nggak kamu merasa kalo tiap tahun ngerayain hari merdeka. Tapi kok ya, negara kita nggak berubah-ubah juga. Kondisinya, gtu-gitu aja! Malah makin hari tambah parah, tambah masalah.
Nggak penganggurannya. nggak kemiskinan. Nggak yang korupsi. Pendidikan mahal, birokrasi bermasalah, prostitusi merajalela, narkoba, pergaulan bebas, angka aborsi meningkat. Waduh, kalo dilist semua masalah yang ada di negeri kita saat ini, bakalan panjang kayak kereta api. Berderet, timpang tindih. Ruwet pokoknya sudah kayak lingkaran setan yang nggak ada akhirnya.
Jadi bertanya-tanya deh. Inikah yang dinamakan merdeka? Kenapa makna merdeka cuman sekadar seremonial yang hanya dirayakan dalam panggung-panggung ceria. Berteriak merdeka, namun ruhani dan jasadi terjajah di segala sisinya.
Bagi penulis, merdeka itu seperti buah ranum yang bergizi lagi enak rasanya. Barang siapa yang memakan akan merasa kelegaan dan suka cita. Maka tak heran, rasa suka cita ini didamba siapa saja.
Sayangnya entah buah apa yang sedang kita makan hari ini? Rasanya tak enak, pahit dan tidak pula bergizi. Kepedihan, penderitaan, kemelaratan, kemiskinan itulah segenap rasa yang buah ini hasilkan. Kalau boleh sahabat membuka mata, tentu inilah fakta yang kita indra di sekeliling kita saat ini.
Seharusnya, merdeka ya merdeka! Perasaan free gitu. Seneng dan bahagia. Karena jika menggambarkan kesengsaraan dan sejenisnya bukan merdeka namanya, melainkan suasana terjajah, biang dari segala jenis penderitaan di dunia.
Dalam rentang panjang kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia, dari 17 Agustus 1945 hingga sekarang, sudah kita ulang-ulang hingga 75 kali. Selama itu, alih-alih bahagia kita justru lebih banyak menderita. Hidup dalam himpitan masalah yang tiada berkesudahan. Silih berganti, tanpa solusi.
Sebenarnya apa sih, makna merdeka? Kenapa memahami merdeka jadi ruwet begini?
Merdeka atau al- hurriyyah dalam Islam berarti terbebas dari menghamba pada sesuatu selain Allah SWT. Orang yang merdeka atau muharrim adalah dia yang tidak diperbudak oleh hawa nafsu, muslihat keji dan tak bermoral. Seperti sifat korup, semena-mena dalam jabatan, bersikap dzalim dan khianat.
Artinya, jika sebuah bangsa telah merdeka, maka bisa dikatakan di dalam bangsa tersebut sepenuhnya tidak ada kezaliman, aturan-aturan bertentangan dengan Islam, tindakan asulisa baik dalam ekonomi, politik dan interaksi antar manusia. Karena sikap merdeka telah mendorong mereka sepenuhnya ridha dan patuh dengan setiap yang Allah perintahkan.
Dan itulah makna dari kemerdekaan hakiki. Mentauhidkan Allah saja, dan tidak menyekutukan Allah dengan selainNya. Tidak menjadikan Islam sebagai ajaran teori, namun pada praktikkan ya justru hukum Barat yang mendominasi. Jika mau jujur, aturan Barat lah yang menyebabkan segala kekacauan di dalam kehidupan kita saat ini. Sekulerisme yang dibawa barat dan segala isme turunannya telah menyebabkan segala penderitaan yang menimpa umat.
Sahabat, ketahuilah! Allah mengutus Rasulullah ke muka bumi sejatinya untuk memerdekakan manusia. Dari penghambaan manusia kepada makhluk menuju penghambaan manusia kepada Rabb, Tuhan semesta alam. Mengangkat manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam. Tentunya dengan menaati segala yang Allah syariatkan.
“(Inilah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya yang terang-benderang dengan izin Tuhan mereka”. (QS. Ibrahim, 14 : 1)
Karena itu, membiarkan aturan rusak sekulerisme merajalela adalah sama dengan melanggengkan penjajahan itu sendiri. Sedangkan lantang menyuarakan syariat dan berani membongkar segala ide rusak sekulerisme adalah sikap menjunjung tinggi kemerdekaan itu sendiri. Tak rela jika kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pahlawan dan mujahid bangsa yang berjuang atas nama Islam ternodai.*