View Full Version
Rabu, 09 Sep 2020

Perceraian Tinggi, Darurat Ketahanan Keluarga dan Generasi

 

Oleh:

Ernadaa Rasyidah || Pemerhati Generasi

 

Harta yang paling berharga adalah keluarga

Istana yang paling indah adalah keluarga

Puisi yang paling bermakna adalah keluarga

Mutiara tiada tara adalah keluarga

 

Sepenggal lirik lagu di atas memberikan pesan kepada kita, bahwa keluarga adalah institusi paling berharga. Karena itu layak dipelihara,  dipupuk, dirawat dan dipertahankan. Namun apa jadinya jika ketahanan keluarga tidak lagi bisa dipertahankan, hingga berujung pada jurang perceraian. 

Setiap pasangan dalam ikatan mulia pernikahan, tentu menginginkan agar hubungan yang terjalin bisa langgeng hingga maut memisahkan. Namun sayang, problematika kehidupan yang begitu kompleks menyerang sendi-sendi keluarga. Mulai dari faktor ekonomi, perbedaan pandangan politik, perselingkuhan, percekcokan, media sosial, hingga KDRT menjadi faktor penyebab pasangan suami istri melayangkan gugatan cerai.

Secara nasional kasus perceraian mengalami peningkatan dari 12 persen menjadi 15 persen di tahun 2013 ke tahun 2015, yang rata-rata tiap jamnya ada sekitar 40 orang bercerai.

Tingkat perceraian yang meningkat setiap tahunnya bukanlah hal yang baru. Meski kondisi pandemi saat ini turut memperparah, sebagai efek domino diberbagai sektor, tidak terkecuali keluarga.

Jika kita menelisik lebih jauh, permasalahan utama yang menyebabkan perceraian di Indonesia semakin meningkat adalah akibat penerapan sistem kapitalis-liberal, dimana sistem ini lahir dari pandangan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Kebebasan individu sangat diagungkan, sementara nilai materi adalah tujuan tertinggi yang harus diraih. Walhasil, nilai-nilai agama hanya diterapkan dalam aspek ritual semata, bukan sebagai solusi dan pedoman dalam kehidupan. Kondisi ini bukan semata karena kelalaian pasangan suami istri, tapi juga tekanan ekonomi, gambaran keliru tentang  hak dan kewajiban sebagai suami maupun istri, pemahaman yang kurang terhadap hukum syariat seputar pergaulan dalam rumah tangga, dan lain-lain. Negara abai dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, pemenuhan kebutuhan dasar berupa sandang, pangan dan papan. Juga ketersediaaan sarana publik yang berkualitas untuk membentuk ketahanan keluarga. 

Meningkatnya jumlah pelaku gugat cerai di masa pandemi menunjukkan fenomena rapuhnya ikatan rumah tangga. Adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) memang tak ayal menimbulkan tekanan ekonomi pada sebagian besar keluarga. Pemasukan yang berkurang sementara kebutuhan hidup yang cenderung meningkat ditambah lagi minimnya pondasi keimanan yang kokoh di dalam diri, sehingga stres dan depresi mampu mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap pasangan atau bahkan terhadap anak sendiri. 

Kondisi ini acapkali dituntaskan dengan pikiran pendek untuk mengakhiri kehidupan berumah tangga, cerai dijadikan alternatif solusi. Miris, saat perceraian menjadi perkara yang digampangkan. Fenomena gugat cerai oleh isteri terutama dikalangan keluarga muslim terjadi karena mereka jauh dari konsep Islam, baik dari sisi keilmuan maupun penerapan dalam kehidupan, yakni keluarga, masyarakat, maupun bernegara.

Kondisi keutuhan keluarga Indonesia kian mengkhawatirkan. Angka perceraian yang semakin tinggi berdampak buruk anak-anak. Situasi initelah disadari banyak pihak. Berbagai solusi coba dilakukan, namun alih-alih menghentikan, justru kehancuran keluarga semakin meluas. Istri menggugat cerai suami semakin banyak. Perselingkuhan makin marak. Kenakalan anak-anak pun makin beragam. 

Dalam Islam, keluarga adalah pondasi bangunan masyarakat, tempat ternyaman menumbuhkan harapan, berbagi suka dan duka. Tempat pembelanjaran tentang kehidupan yang pertama dan utama bagi anggotanya. Ketahanan keluarga yang utuh menjadi asas kekuatan suatu bangsa dan negara.

Islam telah menggariskan tata aturan agar keluarga berfungsi sebagaimana tujuan pembentukannya. Ketahanan keluarga bisa tercapai jika setiap pilar pendukung menjalankan peran dan fungsi sebagaiamana mestinya. Ada tiga pilar yang akan menopang terwujudnya kehidupan keluarga kuat diantaranya:

Keluarga

Setiap anggota keluarga, haruslah menjadikan iman dan takwa sebagai tujuan dari setiap aktivitas. Hubungan suami dan Istri adalah hubungan persahabatan, bukan seperti hubungan antara atasan dan bawahan. Sehingga masing-masing memahami perannya dalam mengarungi biduk rumah tangga. Suami sebagai pemimpin yang di pundaknya dibebankan amanah mencari nafkah, menjalankan dengan sungguh-sungguh sebagai bagian dari ibadah. Seorang Istri memahami tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangganya. Melakukan manajerial keuangan untuk memenuhi segala kebutuhan dengan rasa qanaah. Seorang anak juga mendukung setiap keputusan, saling mensupport dalam rangka taat dan bakti kepada orang tua. Sehingga akan terjalin komunikasi dengan keterbukaan dan kepercayaan.

Islam menegaskan untuk berpegang pada kesabaran, menjauhkan diri dari perselingkuhan, tidak melepaskan ikatan kesucian, menjaga dari fitnah, menghindari kecemburuan yang berefek pada kerusakan keluarga. Islam pun sangat mendorong keluarga untuk membentengi diri dengan adab dan akhlak yang baik.

 

Masyarakat

Peran masyarakat untuk menjaga keutuhan dan keharmonian keluarga cukup besar. Kepedulian sesama anggota masyarakat terhadap berbagai pelanggaran hukum Allah adalah bentuk kontrol sosial dan amar makruf nahyi munkar. 

Rasulullah telah memberi pelajaran penting kepada kita, bahwa abainya masyarakat terhadap perilaku dan pelaku maksiat akan menjerumuskan yang lain. Dalam hadisnya Rasullullah bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah, kala ingin mengambil air, ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR al-Bukhari). 

Dengan demikian, rasa acuh terhadap sesama akan terkikis habis. Nasehat menasehati menjadi kewajaran sekaligus menjadi ladang pahala. Aktivitas saling menjaga dalam ketaatan akan mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi anggota masyarakat.

 

Pemerintah dan Negara

Tanggung jawab negara terhadap berjalannya fungsi-fungsi keluarga sangat besar. Pelaksanaan fungsi utama negara sebagai pelaksana pengaturan dan institusi yang memiliki kewenangan menggunakan segala fasilitas dan kekuatan dalam memenuhi hajat hidup masyarakat, tentu akan sangat berpengaruh pada ketahanan keluarga.

Negara wajib menjamin ketersediaan lapangan kerja yang mencukupi bagi para laki-laki, serta adanya jaminan negara terhadap keluarga yang mempunyai halangan dalam bekerja. Kemampuan orangtua mendidik anak-anak mereka tentang agama dan pengetahuan dasar terkait erat dengan kemampuan negara dalam menyelenggarakan pendidikan terhadap calon orangtua untuk menjadi figur teladan bagi anak-anaknya. Begitu pun dalam menjalankan fungsi perlindungan, bisa terjamin tatkala negara menghilangkan secara tuntas berbagai kejahatan di tengah masyarakat. 

Islam telah menetapkan bahwa negara adalah pelaksana pengaturan urusan rakyat dan pelindung mereka dari berbagai keburukan. Negara Islam adalah pelaksana sistem ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu keluarga dan seluruh masyarakat. 

Institusi daulah Islam, akan menerapkan sistem pergaulan sosial yang menjauhkan keluarga dan individunya dari bebasnya pergaulan dan perilaku menyimpang yang menghancurkan kehormatan manusia. Juga menerapkan sistem pendidikan yang mengedukasi warganya untuk mempunyai ketakwaan yang tinggi, pengetahuan dan pemahaman Islam yang baik dan benar, keterampilan yang tinggi untuk bekal kehidupan. 

Sistem sanksi yang tegas dan adil akan menindak setiap pelaku maksiat dengan tuntas. Negara juga mengatur layanan-layanan penting seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan yang menopang ketahanan keluarga. Untuk itu, diperlukan sinergi peran ketiga pilar di atas agar ketahanan keluarga terwujud.   

Sesungguhnya permasalahan cerai yang semakin marak terjadi, adalah permasalahan sistemik yang membutuhkan solusi fundamental. Tidak cukup mencegah berbagai bentuk pelanggaraan, tapi juga kaum muslim aktif berjuang mendakwahkan Islam dan menerapkan seluruh syariat di semua aspek kehidupan. Wallahu 'alam bi shawwab.*


latestnews

View Full Version