Oleh:
Ainul Mizan || Peneliti LANSKAP
MENKOPOLHUKAM Mahfudz MD menyatakan bahwa hampir 92 persen calon kepala daerah dibiayai oleh cukong. Dan sesudah terpilih, akan melahirkan korupsi kebijakan. Hal ini disampaikannya dalam diskusi bertema Memastikan Pilkada Sehat: Menjauhkan Covid-19 dan Korupsi, yang disiarkan kanal youtube resmi Pusako FH Unand (www.cnnindonesia.com,11 September 2020).
Lebih lanjut Mahfudz MD menjelaskan, korupsi kebijakan itu berupa lisensi penguasaan hutan, tambang dan lainnya. Bahkan menurutnya, korupsi kebijakan ini lebih berbahaya daripada korupsi uang.
Dari penjelasan tersebut dapatlah diketahui bahwa pilkada masih belum memihak rakyat. Rakyat terus menerus dirugikan. Rakyat hanya dibutuhkan suaranya. Pilkada bahkan pilpres, pileg berkali - kali, akan tetapi tidak linear dengan tingkat kesejahteraan rakyat.
Oleh karena itu, perlu ada rumusan penyelenggaraan Pilkada yang lebih pro kepada rakyat, bukan kepada korporasi. Dengan begitu betul - betul akan terpilih pemimpin yang berjuang untuk rakyatnya.
Tentunya yang perlu disadari bahwa seorang pemimpin itu adalah penggembala buat rakyatnya. Disebut penggembala ketika ia betul - betul memastikan jika gembalaannya sudah terpenuhi kebutuhannya. Termasuk ia memastikan bahwa gembalaannya itu aman dari siapa saja yang akan mengganggunya.
Dalam hal inilah seorang pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di hadapan Allah SWT. Kedisiplinan murni ini akan menjadikan pemimpin selalu waspada dan menghisab dirinya. Demikianlah falsafah kepemimpinan Islam. Sebuah kepemimpinan yang memihak rakyatnya. Ini yang pertama.
Yang kedua, para pemimpin harus memahami dan memastikan bahwa dirinya terhindar dari berbagai perbuatan - perbuatan curang yang diharamkan Islam. Gratifikasi, suap menyuap, hadiah - hadiah khusus bagi para pejabat dan korupsi benar - benar dijauhinya. Alasannya hal tersebut akan menjauhkan dirinya dari upaya untuk melayani rakyat dengan sebaik - baiknya.
Berikutnya dalam perkara teknis pelaksanaan Pilkada. Guna mensterilkan proses Pilkada dari pesanan para cukong alias korporasi, maka kepala daerah cukup dipilih dan diangkat oleh kepala negara. Majelis wilayah setempat akan memberikan masukan mengenai orang yang layak untuk dipilih menjadi kepala daerah. Masukan - masukan majelis wilayah harus diperhatikan oleh kepala daerah. Majelis wilayah yang merupakan representasi rakyat di wilayah tersebut.
Hingga sampai pada batas ada aduan dari majelis wilayah tentang kepala daerah harus diperhatikan oleh seorang Khalifah selaku kepala negara. Prinsip mengutamakan kesejahteraan dan ketenangan rakyatnya harus diutamakan.
Adalah Rasulullah Saw pernah mengganti walinya yakni Al Ala bin al Hadhrami karena ada pengaduan Bani Abdu Qois. Nabi Saw sendiri memuliakan Bani Abdu Qais, termasuk mendengarkan pengaduan mereka. Jadi kepala daerah diangkat memang untuk mengabdi buat rakyatnya.
Di samping itu, pengangkatan kepala daerah yang langsung ditangani oleh Kholifah akan bisa menghilangkan praktek cukong dalam Pilkada. Tidak membutuhkan dana negara bermilyar - milyar hingga bertrilyun rupiah untuk memilih dan mengangkat seorang pemimpin. Dana negara bisa dipergunakan untuk sebesar - besarnya kesejahteraan rakyat.
Memang miris sekali bila pemilihan pemimpin menelan dana negara yang besar. Pilkada serentak 2020 dianggarkan menelan dana sekitar 15 trilyun rupiah (www.kompas.com, 7 Februari 2020).
Di samping itu, diperbolehkan majelis wilayah tersebut mencalonkan pemimpin dari kalangan partai politik. Tentunya tatkala seorang anggota partai politik saat menjadi calon pemimpin harus menanggalkan atribut partainya. Ia harus berlepas diri dari partainya. Ini dilakukan agar pemimpin rakyat bukanlah seorang pengabdi dan petugas partai. Seorang pemimpin itu pelayan rakyatnya.
Terakhir, bahwa majelis wilayah dalam mengajukan calon kepala daerah betul - betul memahami syarat - syarat seseorang layak untuk dicalonkan. Kepala daerah itu termasuk jajaran penguasa, di samping seorang kholifah. Beragama Islam, laki - laki, adil, berakal, dewasa, merdeka bukan budak, dan amanah, merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh calon pemimpin.
Adapun mengenai sifat berani, tegas, seorang mujtahid, ataupun seorang dari Quraisy, hanyalah syarat pelengkap. Artinya tatkala calon pemimpin sudah memenuhi ketujuh syarat mutlak menjadi pemimpin, hal itu sudah mencukupi.
Dengan kriteria pemimpin demikian bisa dipahami jika partai politik yang ada memang berlandaskan aqidah Islam. Partai politik yang notabenenya sebagai entitas pemikiran ikut bahu membahu bersama negara untuk membina rakyat. Sedangkan tujuan dari pembinaan rakyat adalah agar terjaga masyarakat yang islami. Walhasil pemikiran - pemikiran yang tidak berasal dari Islam seperti sekulerisme, liberalisme dan lainnya haruslah dijelaskan oleh partai politik akan kerusakannya sehingga masyarakat bisa diselamatkan dari bahayanya.
Demikianlah konsepsi pemilihan pemimpin yang dilandasi oleh aqidah Islam. Suatu landasan yang akan melahirkan para pemimpin robbaniy, pemimpin yang bertaqwa kepada Tuhannya, Allah SWT, yang mendorongnya bisa mengabdi untuk kesejahteraan rakyatnya.*