View Full Version
Sabtu, 10 Oct 2020

Fenomena Gunung Es, Pelecehan Perempuan dan Anak

 

Oleh:

Badar || Mahasiswi dan Pemerhati Masyarakat

 

BULAN Maret dianggap sebagai bulannya kaum perempuan. Kaum feminis dan penggerak gender menjadikannya sebagai harinya perempuan. Berbagai agenda mereka luncurkan untuk menolak berbagai kekerasan pada perempuan. Menurut mereka kekerasan pada perempuan harus diselesaikan dengan menyetarakan kedudukan perempuan seperti laki-laki.

Gerakan yang mereka usung yakni ialah kesetaraan gender. Apakah gerakan ini bisa menyelesaikan permasalahan perempuan?

Berdasarkan catatan tahunan (CATAHU) yang diluncurkan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) kekerasan terhadap perempuan meningkat hampir 800% (yaitu 792%). Artinya di Indonesia kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat hampir 8 kali lipat dalam kurun waktu 12 tahun. Yang lebih memprihatinkan lagi ialahkekerasan terhadap anak perempuan (KTAP) melonjak sebanyak 2.341 kasus, tahun sebelumnya sebanyak 1.417. Kenaikan dari tahun sebelumnya terjadi sebanyak 65%  dan paling banyak adalah kasus inses dan ditambah lagi dengan kasus kekerasan seksual (571 kasus).

Kasus ini seperti fenomena gunung es. Karena ini hanya segelintir kasus yang tercatat dan masih banyak lagi kasus-kasus yang masih tersimpan rapat dalam benak perempuan yang belum dilaporkan. Sebenarnya perjuangan kaum perempuan yang dipelopori kaum feminis ini sudah lama. Yaknisejak Indonesia menjadi salah satu Negara yang meratifikasi CEDAW (Convention on Elimination of all froms Discrimination Againsts Women) pada tahun 1995. Hal ini tampaknya kasus kekerasan pada perempuan tidak mengalami penurunan namun justru tambah memprihatinkan.

Sebenarnya permasalahannya adalah kurang tepatnya solusi yang mereka tawarkan. Karena menurut mereka permasalahan ini terjadi akibat tidak setaranya laki-laki dan perempuan yaitu laki-laki lebih ekspresif dalam meluapkan nalurinya. Sedangkan perempuan cenderung menjadi orang yang lemah dan terbatas. Misalnya tidak boleh bekerja yang berat-berat, harus menutup aurat, hanya mengurus rumah tangga.

Hal inilah yang membuat mereka merasa bahwasnya mereka tidak bebas dan selalu menjadi korban.Disisi lain tuntutan yang mereka usung tidak mendasar keakar permasalahannya. Misalnya pelaku kekerasan dihukum seberat-beratnya dan mereka meminta kebebasan dalam berekspresi.

Dari sini dapat kita lihat adanya kontradiktif yaitu disatu sisi mereka ingin dihargai dan disisi lainnya mereka menginginkan kebebasan. Sementara dalam masyarakat faktor-faktor yang mendorong laki-laki melakukan hal yang tidak senonoh kepada perempuan ataupun anak-anak adalah difasilitasinya dengan beredarnya tontonan yang tidak mendidik, minuman keras, obat-obat terlarang dan susahnya mereka untuk menundukan pandangan karena aurat wanita yang terbuka bisa ditemui dimana-mana seolah meminta mereka untuk melakukan hal yang tidak diinginkan.

Dari sini dapat kita amati bahwasanya solusi yang diusung kaum feminis ini adalah berasal dari pemikiran atau ide sekuler yang mana mereka menuntut kebebasan individu. Namun, ketika terjadi sesuatu maka harus ada pihak yang dituntut.Inilah sebenarnya ciri khas pemikiran Sekuler yang mana mereka menginginkan kebebasan. Baik laki-laki ataupun perempuan bebas melakukan apa saja. Namun apabila terjadi sesuatu barulah mereka mencari solusinya. Artinya, ketika terjadi permasalahan maka barulah mereka mencari solusinya. Dan solusinyapun bukanlah solusi yang mendasar tetapi hanya mencari pada permasalahan yang tampak saja.

Secara tidak sadar permasalahan yang timbul sebenarnya ialah dari ide kebebasan tadi, yaitu ketika mereka menginginakan bebas dalam segala hal namun melupakan dampak yang akan ditimbulkan akibat dari ide tersebut. Berbeda memang dengan Islam yang mana sang Pencipta menurunkan aturan atas dasar kebutuhan makhluknya. Karena sang pencipta lebih mengetahui apa dan bagaimana ciptaannya. Sehingga dia memberikan aturan yang sesuai dengan porsinya masing-masing.

Bagaimana laki-laki dan perempuan sesuai dengan kebutuhan dan nalurinya. Dapat kita lihat bagaimana Islam memerintahkan baik laki-kaki ataupun perempuan untuk menundukkan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Artinya perempuan diciptakan oleh Allah SWT dengan aturan bahwasanya dia harus menutup auratnya agar dia dikenal dan tidak diganggu, sedangkan laki-laki diperintahkan untuk menjaga pandangannya.

Kemudian Islam juga memberikan aturan bahwasanya interaksi antara laki-laki dan perempuan dibatasi hanya pada perkara yang penting saja. Misalnya jual-beli, kesehatan, pendidikan dan persaksian. Artinya, kalau dalam urusan jual-beli, kesehatan, pendidikan dan persaksian maka silahkan laki-laki dan perempuan untuk berinteraksi. Tetapi apabila diluar dari empat hal ini, maka laki-laki dan perempuan tidak boleh berinteraksi. Misalnya bercanda atau membicarakan hal yang tidak penting lainnya.

Disisi lain, wanita dimubahkan untuk bekerja. Artinya bukan berarti mereka tidak boleh bekerja. Hanya saja, apabila suaminya mengizinkan dia bekerja dan dengan dia bekerja urusan rumah, kebutuhan suami dan anak bisa dipenuhi. Maka silakan dia bekerja. Namun, apabila suami tidak mengizinkan dia bekerja apalagi urusan rumah tangga, suami dan anak terbengkalai. Maka dia tidak boleh bekerja. Karena taat kepada suami adalah wajib sedangkan bekerja hukumnya mubah (boleh).

Beginilah aturan Islam dalam memuliakan wanita. Di dalam Islam wanita sangatlah berharga. Sesuatu yang berharga itu wajib dijaga. Karena, dari wanitalah generasi bangsa ditentukan.Sedangkan laki-laki dalam Islam adalah orang yang menjaga dan mencarikan nafkah untuk keluarganya.Negara dalam Islam juga memiliki andil yang besar dalam menjaga keamanan rakyatnya.

Lapangan pekerjaan disediakan sebanyak-banyaknya untuk laki-laki menafkahi keluarganya. Bukan seperti sekarang yang mana lapangan pekerjaan lebih banyak memberikan peluang kepada wanita. Menurut mereka wanita lebih menarik baik dari ujung kaki hingga ujung rambut wanitapun tidak luput dieksploitasi.

Sadar ataupun tidak sebenarnya liberalisasi hanyalah menjebak perempuan untuk membudakkan dirinya sendiri. Sehingga mereka lupa akan kewajibannya sebagai ibu ataupun calon ibu yang akan menyumbangkan bibit peradaban dimasa yang akan datang. Karena mereka lebih sibuk bekerja dan melancarkan eksploitasi dirinya sendiri.`Jadi, kebebasan yang mereka usung bukanlah hal yang akan menguntungkan kaum perempuan.

Justru dengan kebebasan itu, mereka malah memancing bencana besar lainnya untuk menyerang mereka.Kembali lagi bahwanya ini semua tidak luput dari peran negara sebagai pelindung untuk rakyatnya. Maka, kembali kepada Islam sebagai aturan kehidupan ialah satu-satunya solusi untuk mengembalikan peran perempuan ataupun laki-laki kepada fitrahnya masing-masing.*


latestnews

View Full Version