Oleh:
Ustaz Buchory Muslim || Ketua Lembaga Komunikasi dan Penyiaran Islam PP PARMUSI, Direktur An-Nahl Instute Jakarta
SAAT kita berdoa, mengucapkan segala hal yang kita inginkan, mengharapkan dunia yang kita anggap membuat nyaman, sebenarnya kita sudah merusak tatanan dalam diri kita sendiri.
Setiap manusia mempunyai alur kehidupan sendiri-sendiri. Jika seandainya ia tak menentukan jalan hidupnya, Alláh Tuhan yang Maha kuasa telah siapkan jalan hidup untuk setiap mahkluk-Nya. Lalu ketika ia berdoa, sebenarnya ia telah memilih jalan hidupnya sendiri. Dan setiap ia berdoa, maka selalu ada risiko yang harus dihadapi.
Jika berdoa ingin kaya, maka ia dipaksa untuk menjadi orang yang pekerja keras. Jika ia berdoa ingin hidup bahagia, maka ia dipaksa untuk menjalani pahitnya kehidupan. Jika ia ingin mendapatkan pangkat yang tinggi, maka ia dipaksa untuk merasakan sakitnya dicaci. Bahkan ketika ia berdoa ingin masuk surga-pun, ia harus merasakan hidup sengsara.
Terkadang doa terinspirasi dengan hijaunya rumput tetangga. Lalu ketika doa telah terkabulkan, ia baru tahu bahwa rumput itu hanyalah hayalan semata.
Berdoalah dengan hati, bukan dari panasnya hati melihat tetangga bersenang hati. Berdoalah dengan penuh keikhlasan, bukan berdoa karena kedengkian. Berdoalah untuk kebaikan, bukan berdoa hanya sekedar keinginan, apalagi untuk keburukan.
Jadi, berdoalah dengan sepenuh hati, bukan seperti menagih janji. Berdoalah dengan kesungguhan jiwa, dengan penuh hiba, bukan sekadar gerakan di bibir saja. Doa itu seperti mengajukan proposal, rancanglah rapi dan tertata.
Intinya berdoalah, bukan sekadar baca doa.*