Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Hukum)
Nikita Mirzani menjadi sangat populer untuk tiga hal artis seronok, menghina HRS, dan dilindungi Polisi. Kontroversi dirinya bukan semakin terkendali, tetapi justru tambah "menantang".
Bahkan ia mengklaim dirinya sebagai aset negara. Peliharaan? Ade Armando saja menduga Mirzani sedang menjalankan misi Jokowi. Ironi.
Toleransi dan support atas akting dan tampilannya menjadi cermin bobroknya moral bangsa. Jika kekuasaan berada di belakangnya, maka sama saja dengan mendukung moral dekaden. Hal ini berarti pelecehan terhadap hukum.
Nikita semestinya bukan dilindungi aparat tetapi diproses secara hukum karena pertama, penghinaan atau pencemaran terhadap HRS yang artinya melanggar ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP maupun Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE. Tentu ini adalah klacht delict. Dan kedua, melanggar UU No 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
Pasal 10 UU Pornografi menyatakan :
"Setiap orang mempertontonkan diri dan orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya".
Pasal 36 mengatur sanksi pidana atas perbuatan dalam Pasal 10 tersebut di atas dengan hukuman penjara 10 tahun dan/atau denda sebesar 5 Milyar rupiah.
Dengan video yang beredar Nikita Mirzani terkena ketentuan UU Pornografi tersebut karena diduga elemen delik yang ada pada pasal-pasalnya akan mudah untuk dipenuhi.
UU Pornografi dibuat untuk mencegah terjadinya dekadensi moral. Konsideran UU ini antara lain menyatakan :
"bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasar Pancasila dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral, etika, akhlak mulia, dan kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghormati kebinekaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, serta melindungi harkat dan martabat setiap warga negara".
Nah sangat jelas, kan? Sebenarnya tinggal proses hukum Nikita Mirzani. Agar tidak ada pembiaran terhadap dugaan perilaku pornografi atau pornoaksi. Ataukah Indonesia akan semakin bobrok karena membiarkan borok-borok ?
Kita tak perlu mengulangi jaman Orde Lama saat pelacur Gerwani menari telanjang di lubang buaya sebagai wujud dan alat perjuangan komunis yang berprinsip menghalalkan segala cara.
Atau juga pelacur yang dimanfaatkan oleh Soekarno untuk menjadi bagian dari pergerakan kemerdekaan. Soekarno merujuk pada keberadaan pelacur yang menjadi tokoh di Perancis seperti Madame de Pompadoure dan Theroigne de Merricourt.
Kita kini sudah merdeka dan negara telah berkomitmen untuk membangun bangsa dengan berbasis pada nilai-nilai moral yang luhur.