Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Ratusan karangan bunga berjejer di Makodam Jaya memberi ucapan selamat atas kerja Pangdam dan jajarannya menurunkan baliho HRS di Petamburan markas FPI dan kediaman Habib Rizieq Shihab. Pekerjaan yang dinilai di luar kewenangan TNI karena hal itu adalah tugas Satpol PP.
Munculnya jejeran karangan bunga di Makodam bukan membahagiakan, justru memprihatinkan. Prestasi dan heroisme apa dari peristiwa ini? Tidak ada. Faktanya adalah penyimpangan dan perusakan wibawa TNI karena Mabes TNI menyatakan bahwa tidak ada perintah TNI untuk menurunkan baliho HRS.
Karangan bunga atau bunga karangan? Masyarakat berharap itu bukan rekayasa sebagai pencitraan atas dukungan, karena jika demikian maka yang terjadi bukan simpati tetapi olok olok baru. TNI secara keseluruhan, Kodam Jaya secara khusus tentu dirugikan dan dipastikan semakin tergerus wibawanya.
Di medsos, soal karangan bunga ini disandingkan dengan seribu lebih karangan bunga untuk Ahok dan Djarot saat dahulu menjadi Gubernur. Rekor Muri tersematkan. Konon karangan bunga dukungan tersebut ada pembiayanya. Isu bahwa bunga itu dipesan oleh kubu Ahok sendiri cukup santer. Fadli Zon menghitung besaran dana yang dikeluarkan hingga 1 milyaran. Artinya mubazir.
Kini terulang jejeran karangan bunga di Makodam Jaya. Selamat untuk sukses memenangkan pertempuran melawan baliho. Bukan prestasi tetapi mencoreng diri sendiri. TNI harus mengoreksi dan mengevaluasi agar kembali ke jati diri sebagai ksatria sejati. Jangan terus melabrak sana sini hanya karena gengsi.
Stop beraksi di aras permainan politik. TNI adalah milik rakyat yang bekerja sekuat tenaga demi negara dan bangsa. Bukan semata menjalankan kemauan penguasa.
Tak perlu pujian berupa karangan bunga. Apalagi jika itu hanya bunga karangan. Nah prajurit Tentara Nasional Indonesia, selamat berjuang untuk dan bersama rakyat.
Sejarah tidak suka pada basa basi atau cari sensasi tetapi bukti-bukti.