View Full Version
Senin, 28 Dec 2020

PTM Pertaruhkan Nyawa Generasi

 

Hak belajar bagi anak memang merupakan hal yang harus dipenuhi bahkan dijamin sepenuhnya oleh negara. Namun urgenitas kesehatan di kala pandemi tentu menjadi indikator yang paling diperhatikan.

Oleh:

Siti Subaidah || Pemerhati Lingkungan dan Generasi

 

SIMULASI PTM ( Pembelajaran Tatap Muka) telah usai di laksanakan. Diketahui dalam rentang waktu simulasi PTM yakni 14-17 Desember 2020 untuk 35 SMP dan 45 SD di Balikpapan, ada beberapa sekolah yang tidak jadi melakukan simulasi. Salah satu penyebabnya yaitu ditemukannya beberapa guru yang terindikasi positif Covid-19.

“SD ada 5 sekolah, SMP ada 2 sekolah, ya tadi karena ada gurunya yang positif covid-19,” ujar Kepala Disdikbud Kota Balikpapan Muhaimin, Rabu (16/12).

Rangkaian simulasi PTM yang telah digelar akan menjadi bahan evaluasi terkait kesiapan Pembelajaran Tatap Muka di bulan Januari nanti. Keputusan akhir jadi atau tidaknya PTM akan di putuskan oleh Wali kota setempat dengan mempertimbangkan hasil evaluasi. (Inibalikpapan.com)

Jujur saja, dilihat dari sudut pandang manapun wacana PTM tetaplah sangat berpotensi meningkatkan kasus Covid-19. Walaupun klaim akan membuat siswa kembali bergairah untuk belajar ataupun mengurangi stres kaum ibu karena daring. Namun tetap saja urgensi kesehatan untuk anak jauh lebih penting.

Ditambah lagi dengan banyaknya potensi keramaian di bulan Desember mulai dari pilkada, libur panjang hingga Natal dan Tahun Baru yang biasanya dijadikan momentum berkumpul oleh masyarakat. Belum lagi kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan yang masih sangat kurang. Ini saja sudah sangat mengkhawatirkan, apalagi harus ditambah dengan PTM setelahnya.

Selain itu, jika di tinjau dari strategi Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Kalimantan Timur yang mencanangkan 80% upaya pencegahan dan 20% penanganan kesehatan. Tentu pelaksanaan PTM ini sangat jauh bertolak belakang dengan strategi penanganan yang telah dibuat. Jangankan mencapai indikator zona hijau, berlepas dari zona oranye saja tidak mampu.

 

PTM Buah Hasil Kegagalan PJJ

Di ketahui sebelumnya, PJJ (Pelajaran Jarak Jauh) menjadi metode yang dirumuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama instansi terkait. Namun realisasi di lapangan banyak menimbulkan kendala. Bahkan setelah berjalan 8 bulan lamanya masalah-masalah baru timbul seperti ancaman putus sekolah, kurangnya tumbuh kembang anak serta meningkatnya potensi kekerasan pada anak.

Melihat fakta tersebut, pemerintah kembali mencanangkan PTM sebagai pengganti PJJ. Namun apakah kebijakan lanjutan ini akan memberikan efek yang lebih baik?. Tentu saja tidak, seperti yang dipaparkan di atas PTM bahkan menjadi kebijakan coba-coba dengan mempertaruhkan nyawa generasi kita. Dari sini nampak jelas bahwa kebijakan PTM merupakan kebijakan tambal sulam akibat gagalnya PJJ dalam memenuhi hak belajar anak. Terlihat bahwa pemerintah hanya sekedar menutup masalah yang ada dengan masalah yang baru.

Selain itu, dampak yang diklaim timbulkan akibat PJJ dalam aplikasinya merupakan masalah klasik. Masalah tersebut sudah ada sebelum PJJ di berlakukan, bahkan sebelum pandemi ada. Kekerasan pada anak telah sering kita temui bahkan angka kasus kian meningkat tiap tahunnya. Pun ancaman putus sekolah merupakan masalah yang tak pernah selesai karena ini berkaitan dengan ekonomi masyarakat. Alhasil adanya pandemi hanya semakin memperlihatkan kepada kita bahwa pemerintah gagal menyelesaikan permasalahan pendidikan dan anak.

 

Harus Tuntas Dahulu!

Hak belajar bagi anak memang merupakan hal yang harus dipenuhi bahkan dijamin sepenuhnya oleh negara. Namun urgenitas kesehatan di kala pandemi tentu menjadi indikator yang paling diperhatikan. Hak belajar anak yang teramputasi karena pandemi sejatinya murni kesalahan dalam menentukan arah kebijakan penanganan pandemi sedari awal.

Karantina wilayah harusnya menjadi titik poin kebijakan agar wabah tidak ke mana-mana. Sehingga pendidikan, sosial dan ekonomi di wilayah lain tidak akan terganggu dan tetap bisa berjalan. Masyarakat masih bisa mencari nafkah. Anak-anak masih bisa bersekolah sedang pemerintah cukup mengarahkan perhatian penuh untuk mengurus daerah yang terdampak wabah dengan menanggung sepenuhnya biaya kesehatan serta ekonomi masyarakat di sana sehingga warga yang sakit bisa fokus dengan proses penyembuhannya tanpa khawatir soal ekonomi dan lain-lain.

Inilah yang dicontohkan oleh Islam dalam menanggulangi pandemi atau wabah. Komprehensif dan tepat sasaran sehingga pandemi yang dirasakan masyarakat tak akan berkepanjangan layaknya sekarang. Jika kebijakan PTM memang diarahkan untuk memenuhi hak belajar anak maka sudah seharusnya pemerintah menuntaskan permasalahan pandemi dahulu. Tidak ada option lain. Tetap memaksakan PTM di tengah pandemi, hanya akan memperkeruh keadaan. Wallahu a’lam bishawab.*


latestnews

View Full Version