Oleh: Abu Muas T. (Pemerhati Masalah Sosial)
Bagi pecinta sepak bola Liga Inggris khususnya pendukung Manchester United (MU), tentu tak asing lagi dengan bintang MU bernomor punggung 7 yang sering masuk lapangan hijau dari bangku cadangan, yakni Edinson Cavani yang berpaspor Uruguay.
Gegara unggahan cuitan lewat jejaring sosial istagram bersama sahabatnya di kampung halamannya, Uruguay, Cavani dijatuhi hukuman oleh Federasi Sepak Bola Inggris (FA) dengan denda sebesar 100 ribu poundsterling (sekitar Rp.1,91 miliar) dan dilarang tampil dalam tiga kali pertandingan timnya.
Juru Gedor (Judor) MU bernomor punggung 7 ini, dikenai hukuman oleh FA gegara komentar yang dituliskannya lewat istagram yang dinilainya menyinggung rasis. Awal hukuman tersebut bermula dari kemenangan dramatis 3-2 MU atas Southampton di Liga Inggris pada medio November 2020.
Kala itu Cavani yang masuk lapangan hijau dari bangku cadangan pada paruh babak kedua, langsung dapat mengubah jalannya pertandingan. Cavani yang menjadi Judor MU dengan satu assist dan dua golnya lewat sundulan kepalanya, sekaligus membalikkan kedudukan untuk kemenangan MU yang semula sempat tertinggal.
Tak pelak usai pertandingan, Cavani pun menerima banyak pujian di Instagram atas kepiawaiannya sebagai penyerang handal dalam pertandingan tersebut, tak terkecuali penulis pun ikut nimbrung berkomentar usai melihat siaran langsungnya lewat layar kaca. Rupanya yang bersangkutan membalas salah satu pujian itu via istagramnya dengan tulisan, “Gracias Negrito.” Kata Negrito, yang berarti kulit hitam kecil, yang tanpa disadari akhirnya menjadi sumber permasalahan dirinya.
Oleh karena perbedaan kultur dan budaya antara di Inggris dan Uruguay, menyikapi hal tersebut rekan-rekan setimnya di MU tak luput segera mengingatkan Cavani bahwa unggahan kata tersebut bisa mengundang masalah dan langsung Cavani pun menghapus unggahannya.
Jika Cavani yang dianggap bersalah karena unggahan di istagramnya yang dinilainya menyinggung rasis oleh FA, padahal yang bersangkutan sendiri sama sekali tak menyangka karena unggahan tersebut jika di negaranya adalah ungkapan rasa kasih sayang, namun tetap saja Cavani dikenai denda dan hukuman karena memang Inggris bukanlah Uruguay.
Fenomena Cavani sebenarnya sangat mungkin masih dapat dipermaklumkan karena perbedaan kultur dan budaya antara Inggris dengan Uruguay. Tapi anehnya, di negeri kita sungguh aneh tapi nyata benar-benar terjadi. Politikus Ruhut Sitompul yang sering mengklaim dirinya pancasilais malah lewat cuitannya di twitter patut diduga sangat berbau rasial saat Ruhut menanggapi pandangan Natalius Pigai yang mengkritisi ucapan natal yang disampaikan Menteri Agama RI Yaqut.
Sungguh tak elok dan sekaligus tak pantas, Ruhut bahkan mengejek bentuk fisik Natalius Pigai. Penulis, terasa tak nyaman jika dalam tulisan ini mengutip kembali apa yang dituliskan Ruhut dalam cuitannya.
Fenomena cuitan Ruhut terhadap Natalius Pigai jika terus dibiarkan bergulir liar saling balas cuitan, maka tak menutup kemungkinan dapat berpotensi menyulut kerusuhan rasialis yang tidak kita hendaki bersama.
Terlepas dari fenomena di atas, layak timbul pertanyaan, akankah wibawa negara sebesar Indonesia ini dalam urusan SARA kalah kewibawaannya dengan Federasi Sepak Bola Inggris (FA) yang hanya mengurusi si kulit bundar?