Oleh: M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Saat membubarkan HTI melalui Perpuu cukup ramai pembahasan baik aspek politik maupun hukum. Penggunaan Perppu adalah "akal-akalan" kemauan politik dengan menggunakan hukum.
Pembubaran sepihak ini menyebabkan HTI kehilangan "legal standing" untuk melakukan perbuatan hukum termasuk melakukan perlawanan. Inilah cara licik berpolitik. Alasan adalah ideologi Khilafah yang bertentangan dengan Pancasila.
Pembubaran kedua di era Pemerintahan Jokowi adalah FPI atas target figur HRS. Dengan prinsip "harus bubar" dicari dasar hukum terlemah dalam sejarah, SKB. Tanpa ada kewenangan konstitusional tiga Menteri dan tiga petinggi negeri menandatangani "pembubaran" organisasi yang "sudah bubar" secara hukum. Maklumat Kapolri dibuat untuk melengkapi pemberangusan.
Adalah Mantan Kepala BIN Hendropriyono yang mengancam pelindung mantan FPI dan mengultimatum organisasi lain "tunggu giliran". Pembubaran berlanjut? Isu liar kemana-mana soal giliran berikut versi Hendro ada yang melempar MUI adapula PKS. Artinya elemen Islam yang hendak dilumpuhkan. Jika iya tentu hal ini akan menjadi kezaliman rezim yang nyata. Misi ala penguasa sekuler atau Komunis.
Ormas atas dasar ideologi yang layak untuk dibubarkan karena sangat berbahaya adalah pengusung ideologi "Imamah" yaitu kelompok Syi'ah. Membahayakan bagi kewibawaan dan kelangsungan Pancasila. Ideologi Imamah sangat bertentangan dengan Pancasila. Ide Khilafah saja dimasalahkan, apalagi Imamah yang sangat nyata berbahaya. Elemen prinsip ajaran dan perjuangan Syi'ah telah dinyatakan sesat oleh MUI dan berbagai organisasi Islam.
Afiliasi atau pengorganisasian yang mesti dibubarkan itu adalah IJABI (Ikatan Jama'ah Ahlul Bait) dan ABI (Ahlul Bait Indonesia). Keberadaannya meresahkan umat Islam karena elemen prinsip tersebut. Di samping Imamah juga faham yang meyakini Qur'an tidak otentik (tahrif), mengaburkan makna hadits, menghina istri dan shahabat Rosulullah, legalisasi zina lewat kawin kontrak, dan masih banyak lagi.
Dalam kaitan partai politik bukan PKS yang harus diributkan karena di samping tidak beralasan, juga tendensius. Justru pilihan partai yang lebih layak dibubarkan adalah PDIP karena dua hal.
Pertama jika alasan mutatis mutandis dengan alasan pembubaran FPI yakni keterlibatan anggota dengan kegiatan terorisme, maka PDIP adalah keterlibatan kader dengan kejahatan korupsi. PDIP adalah partai politik penyumbang terbesar pejabat korup.
Kedua, jika tidak melakukan perubahan AD organisasi, maka misi perjuangan PDIP terhitung tahun 2015 dinilai dapat merongrong kewibawaan dan eksistensi ideologi Pancasila. Konten misi Trisila dan Ekasila tidaklah dibenarkan secara politik dan hukum di negara Pancasila 18 Agustus 1945.
Bila terus saja digelindingkan soal bubar, bubar, bubar jangan jangan ungkapan Indonesia bubar tahun 2030 bisa menjadi kenyataan. Apakah kelak menjadi negara yang terpecah-pecah atau NKRI yang berubah menjadi Negara Federasi.
Jadi jika pak Hendro beringas soal "tunggu giliran" maka rakyat dan bangsa Indonesia akan dan harus bermusyawarah serius tentang organisasi yang layak untuk segera dibubarkan.
Satu catatan yang telah tergores adalah bahwa Pemerintah terus bergeser dari pelaksanaan asas demokrasi ke arah oligarkhi, demokrasi terpimpin, dan otokrasi.