Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Meski seperti Evi Novida Ginting anggota KPU yang saat dipecat mengadu melalui PTUN, peluang itupun terbuka bagi Ketua KPU Arief Budiman yang dipecat DKPP karena melanggar kode etik.
Bagi publik pemecatan ini cukup sebagai pelipur lara karena teringat "dosa politik" KPU yang sulit dihapus saat Pilpres 2019. Kecurigaan publik akan peran KPU dalam sukses Pilpres yang memenangkan pasangan Jokowi Ma'ruf Amin.
Walaupun konstelasi telah berubah dimana pasangan yang dikalahkan Prabowo-Sandi kini telah menjadi "anak manis" di Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin, akan tetapi pendukung dahulu PS-Uno nampak masih menyimpan kekecewaan, kepenasaran, serta kejengkelan kepada berbagai pihak, termasuk dan khususnya pada KPU yang diketuai Arief Budiman.
Membuat kotak suara dari kardus adalah kreasi yang menjadi bahan candaan. Simbol penggambaran sang Ketua KPU yang duduk di atas kotak suara kardus bergembok. Keamanan yang diragukan. Mengumumkan hasil Pemilu tengah malam seperti takut jika diterawang di siang hari. Pemilu hantu yang menghasilkan pemenang yang digugat ke MK dengan hasil yang terus menghantui.
Kini Arief Budiman dipecat dari jabatan Ketua karena melanggar kode etik. Apapun itu tentunya menyakitkan. Pemimpin yang tidak berhati-hati karena berpijak pada keangkuhan otoritas kekuasaan. KPU mulai bergoyang lagi setelah kasus Harun Masiku berhasil diredam dengan hilangnya Harun. Konon ia meninggal misterius.
Meninggal dengan menyisakan misteri terjadi juga pada Ketua KPU terdahulu Husni Kamil Malik yang meninggal 7 Juli 2016. Setahun setelah Pilpres yang memenangkan pasangan Jokowi-jusuf Kalla. Aktivis Golkar saat itu Mochtar Ngabalin mencurigai kematian Husni Malik karena diracun. Ada bercak merah di wajah jenazah dan mengusulkan untuk diotopsi. Pihak keluarga membantah.
Merasakan suasana batin saat Pilpres 2019 lalu atas peran KPU dan kritik tajam pada Ketua KPU, maka wajar walau selintas saja ketika mendengar Arief Budiman dipecat spontan meneriakkan "horee". Biarlah Arief melakukan pembelaan entah melalui PTUN atau lainnya. KPU menjadi sorotan kembali dan publik "terpaksa" menonton kursi yang sedang bergoyang.
Semoga semua anggota Komisioner KPU berbenah dan melakukan evaluasi atas integritas diri yang mungkin karut marut. Sadar bahwa tidak ada kesalahan yang dapat tertutupi selamanya.
Ada saat sanksi dikenakan pada ulah berlebihan dalam mempermainkan kebenaran moral yang dijunjung tinggi oleh seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.