Oleh: M. Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Cara kudeta kasar dan melabrak hukum Moeldoko berdampak pada pilihan sulit kini bagi Jokowi. Sebagai Presiden ia harus berpura-pura netral dan berujar bahwa soal KLB adalah masalah intern Partai Demokrat.
Tuntutan agar menegur bahkan memecat Moeldoko bukan hal mudah sebab sukses Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat dipastikan menguntungkan kepentingan politik Jokowi.
Memecat dan mengganti dengan pejabat lain sama saja dengan mengorbankan benteng Istana. Moeldoko adalah jagoan yang berani atau nekat dalam melangkah. Mantan Panglima TNI ini meski berambisi tetapi loyal kepada Jokowi. Trium Virat benteng kekuasaan bersama Hendro Priyono dan Luhut Binsar Panjaitan menjadi andalan Jokowi.
Di sisi lain mendukung langkah brutal Moeldoko melalui KLB sama saja dengan melegalisasi pelanggaran hukum dan membenarkan politik menghalalkan segala cara. Menkumham Yasona Laoly ditempatkan di garda depan penguatan status kepemimpinan Moeldoko hasil KLB Deli Serdang.
Terhitung sejak Moeldoko mendaftarkan hasil KLB ke Kemenkumham, maka terjadi dualisme kepemimpinan Partai Demokrat. Moeldoko dapat bebas mengacak-acak Partai dengan bantuan penyandang dana.
Berbeda dengan pola devide et impera pada partai-partai politik lainnya, Moeldoko yang menjadi pengurus sah di Partai Hanura mampu menjadi Ketum di Partai Demokrat. Ia adalah Kepala Staf Kepresidenan orang dekat Jokowi. Bagi Jokowi sorotan keras ini membuat posisinya menjadi sulit. Bagai harus makan buah simalakama.
Simalakama nama latinnya adalah phaleria macrocarpa yang mengandung zat anti oksidan seperti alkaloid, flavonoid, polifenol, saponin, dan terpenoid yang berguna untuk menurunkan kadar gula darah, anti kanker, anti radang, juga anti alergi. Tetapi racun simalakama ini juga dapat menyebabkan sariawan, mabuk, dan kejang-kejang, berbahaya bagi ibu hamil.
Memakan buah simalakama adalah pilihan sulit, racun yang dapat menjadi obat dan racun yang menimbulkan penyakit. Jadi kaitan dengan politik kini apa yang dilakukan oleh Moeldoko dalam kudeta Partai Demokrat via KLB menjadi bagai makan buah simalakama bagi Jokowi, pilihan yang tidak mudah.
Tetapi di tengah kesulitan itu, prinsip "bukan urusan saya" atau "sudah ditugaskan kepada Menteri" menyebabkan Jokowi sebenarnya melempar kesulitan itu justru kepada rakyat. Menciptakan kegaduhan untuk rakyat yang sekaligus mengukuhkan predikat sebagai rezim sarat kegaduhan. Banyak yang merenung apakah Presiden memang sedang memikirkan rakyat atau rakyat ini yang selalu dibuat pusing untuk memikirkan Presiden ?
Pilihan Jokowi untuk menentukan kebijakan melegalisasi hasil KLB yang berarti membunuh SBY atau menolak pengesahan KLB yang bermakna membunuh Moeldoko adalah kondisi berat sebagai ujian bagi masa depan dirinya.
Ataukah seperti biasa, biarkan diambangkan saja lalu mengikuti instink untuk melompat ke tempat lain lagi.