Oleh: Mang Udin
Menang kalah itu hal biasa dalam kompetisi. Hidup juga bagian dari kompetisi. Kadang menang, kadang kalah. Kadang di atas, kadang jatuh dan berada di bawah. Kadang untung, kadang buntung. Kemarin kaya, besok miskin. Atau sebaliknya. Itu biasa.
Begitu juga dalam sepak bola. Gak mungkin keduanya menang. Harus ada yang kalah jika ingin menyebut ada pemenang. Gak ada drow jika itu pertandingan final.
Minggu kemarin, Persija lawan Persib. Dua club yang sama-sama besar ini berhadapan di final Piala Menpora. Leg pertama di Jogja. Leg kedua diselenggarakan di Solo. Di Jogja Persija unggul 2-0. Sementara di Solo Persija unggul 2-1. Dengan kemenangan dua pertandingan ini, Persija jadu juara pertama. Persib sebagai runner up.
Kepada Persija, Anies, Gubernur Ibu Kota ini memberikan pujian. Persija telah membawa nama baik Ibu Kota. Kepala daerah mesti hadir dan memberi support warganya. Ini lazim dan harus dilakukan oleh setiap pemimpin. Kepada Jakmania, Anies berpesan untuk merayakan kemenangan ini di rumah. Menghindari kerumunan agar tidak terjadi penularan Covid-19 di masa pandemi ini. Kesehatan dan keselamatan harus jadi yang utama.
Kepada Persib dan juga Bobotoh, Anies mengucapkan terima kasih atas kualitas permainan yang ditampilkan Persib. Anies mengapresiasi Persib yang telah menampilkan permainan yang sportif.
Ini sikap yang bijak. Anies tidak saja memuji Persija yang notabene menjadi kebanggaan warga Jakarta, tapi juga membesarkan nama Persib dengan kualitas permainan dan sportifitas. Anies tidak hanya menyebut Persib saja, tapi juga Bobotoh, suporter fanatik Persib. Tanpa suporter, sebuah club tidak akan besar.
Ini sikap yang bijak, matang dan dewasa. Tidak eforia dengan kemenangan, sebab menang kalah itu bisa bergantian. Tapi, Anies seperti memberi pesan bahwa yang terpenting adalah sportifitas dan kualitas permainan yang harus terus dijaga dan ditingkatkan.
Jika secara konsisten sepak bola Indonesia terus ditingkatkan kualitasnya, maka peluang untuk mesuk lagi di piala dunia akan sangat terbuka. Sudah lebih dari 80 tahun, (tepatnya tahun 1938) Indonesia tidak merumput di piala dunia. Ini PR penting, tidak saja bagi pesepakbola, tapi juga pemerintah. Perlu niat, kepercayaan diri, dan juga perencanaan yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk memberi dukungan dan mendorong agar Indonesia bisa merumput kembali di piala dunia sebagaimana tahun 1938. Kalau dulu bisa, mestinya sekarang juga bisa. [PurWD/voa-islam.com]
Tangsel, 26/4/2021