View Full Version
Senin, 10 May 2021

Lebaran Tanpamu, Dik

 

Oleh:

Adib Muhammad, S.Pd || Guru tinggal di Bantul, Yogyakarta

 

PEMERINTAH secara resmi mengeluarkan aturan tentang larangan mudik pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 dari satgas penanganan covid-19 . Larangan mudik berlaku pada tanggal 6-17 Mei 2021. Terbitnya aturan tersebut tentu menimbulkan pro kontra dikalangan masyarakat. Baik dari kalangan pro maupun kontra, mereka memiliki argumen yang logic.

Pada masyarakat pro, argumen yang digaungkan yakni memutus rantai penyebaran covid-19. Sedangkan pada masyarakat kontra, beribu argumen pun muncul di laman media sosial. Mayoritas alasan terkuat yaitu birrul walidain, wajar saja mereka yang merantau jauh sana ingin bertemu orangtua di kampung halaman.

Mereka bertemu hanya setahun sekali. Alasan terkuat yakni ingin berbakti pada orangtua. Sebagaimana firman Allah,” Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah pada kedua orangtua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S Annisa: 36).

Dari firman di atas dapat dipahami bahwa kedudukan berbakti pada orangtua sangat tinggi. Agama sangat menganjurkan untuk selalu berbuat baik pada orangtua. Bahkan ketika orangtua sudah meninggal pun masih dianjurkan untuk birrul walidain yakni salah satu contohnya mendoakannya dan menyambung silaturrahim kepada kerabat orangtua.

Pada kalangan anak muda, selain berbakti pada orangtua bisa jadi ada kepentingan lain. Sebagai contoh kutipan percakapan berikut antara A dan B via selular.

A: “Mas, tahun ini bisa mudik nggak?” dengan ekspresi penuh harap

B: “ Saya usahakan ya Dik.”

A: “ Iya Mas.”

B: “ Ndak papa ya Dik ndak bisa mudik, asalkan selalu bersama mu, Dik.” Guyonan untuk mencairkan suasana.

A: “hihihi.” Tawa kecil tanpa sepatah kata.

Kutipan percakapan di atas menggambarkan bahwa alasan mudik selain bertemu orangtua adalah bertemu dengan kekasihnya. Nah, pertanyaannya kekasih yang sudah halal atau belum? Apabila percakapan tersebut dilakukan oleh dua insan yang sudah halal (suami istri) maka akan berbuah pahala dari Allah SWT.

Sebaliknya jika dilakukan antara kekasih yang belum halal maka banyak-banyak istighfar dan berdoa semoga Allah mudahkan untuk segera menghalalkannya. Sehingga saat susasana lebaran yang diucapkan bukan sekedar mudik dan tidak mudik tetapi percakapan sakral dengan wali,” Qabiltu nikahaha wa tazwijaha  ‘alal mahril madzkur wa radhitu bihi, wallahu waliyu taufiq.”

Waallahualam bisshawab. Semoga Allah ridhai setiap langkah kita.*


latestnews

View Full Version