Oleh:
Dahlia Kumalasari
RAMADHAN telah berlalu, dan tentu saja terdapat hikmah luarbiasa yang didapatkan pasca Ramadhan, yaitu lahirnya ketakwaan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surah Al Baqarah 183, yang artinya "Wahai orang-orang yang beriman. Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa".
Inilah buah dari bulan Ramadhan yang menjadi harapan, dan sekuat tenaga harus berusaha diwujudkan oleh setiap Muslim. Bahkan, ternyata setingkat para ulama pun, ketika Ramadhan usai tak lantas tenang dan santai menjalani hidup. Namun mereka senantiasa berdoa kepada Allah Ta'ala agar Allah menerima (amal-amal sholih) yang dikerjakan.
Sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam kitab "Latha-iful Ma'aarif" (hal.174), "Dulunya para ulama salafus sholih (ulama sholih terdahulu) berdoa kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Allah menerima (amal-amal sholih) yang mereka (kerjakan)”. Inilah salah satu contoh akhlaq baik dari para ulama salafus sholih yang sangat layak untuk kita teladani.
Bagaimana Kabar Iman Kita Hari Ini?
Masihkah ketaatan kepada Allah Ta'ala tetap mengiringi hari-hari kita diluar Ramadhan?. Ataukah ketaatan itu berhenti bersamaan dengan berakhirnya Ramadhan?. Ada sebagian kaum Muslimin yang Alhamdulillah pasca Ramadhan makin bertambah ketakwaannya, dia tetap istiqomah dan konsisten dalam kebaikan Islam.
Misalkan dengan istiqomah menutup aurat dengan sempurna, melaksanakan sholat tepat waktu, berakhlaq baik pada kedua orangtua, rajin mengikuti kajian Islam, menyampaikan kebaikan (berdakwah), dan menambahnya dengan amalan sunah, seperti membaca Al Qur'an, berbagi makanan dengan tetangga dan saudara Muslim, mengerjakan puasa syawal, sholat tajahud dan sebagainya.
Namun tidak kita pungkiri bahwa banyak juga yang selepas berakhirnya Ramadhan, maka kembali lagi pada kebebasan untuk tidak mau diatur dengan syariahNya secara menyeluruh. Bahkan karena jauhnya dari syariah Islam, maka lahirlah banyak pelaku kriminalitas dengan usia yang masih muda.
Dikutip dari JawaPos.com – Seorang remaja putri berusia 16 tahun di Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan (Kalsel) digilir 17 pemuda, Kamis (6/5) lalu. Gadis malang itu mengaku jadi korban pemerkosaan, yang ironisnya salah seorang pelakunya merupakan pacar korban.
Peristiwa pencabulan ini dilakukan para pelaku bukan hanya sekali tapi sudah berulang-ulang. “Mulai terjadi sejak April hingga Mei 2021,” kata AKBP Afri Darmawan seperti dikutip Radar Tegal (Jawa Pos Group), Selasa (25/5).
Di atas adalah secuil musibah menyedihkan yang terjadi di kalangan generasi muda. Dan tentunya ini bukanlah kasus yang pertama terjadi, sudah berapa kali terjadi kasus dimana remaja kita dihinggapi dengan kebebasan pemikiran hingga mengarah pada kemaksiatan dan makin maraknya kriminalitas, Naudzubillahi min dzalik.
Tidak bisa kita pungkiri, meskipun kita adalah negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, namun faktanya pemikiran, perasaan, dan peraturan di negeri ini tidaklah bersumber dari Allah Ta'ala. Sehingga lahirlah kebebasan bersikap, kriminalitas, kerusakan dan musibah dimana-mana.
Taat 24/7/365
Merujuk pada pendapat Al-Hasan, “Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang Allah haramkan atas mereka dan melaksanakan apa saja kewajiban yang Allah titahkan atas mereka.”
Kemudian Ibn Abbas berkata,“Orang-orang bertakwa adalah mereka yang khawatir terhadap azab Allah ‘Azza wa Jala jika meninggalkan petunjuk-Nya yang telah mereka ketahui dan mengharapkan rahmat-Nya dengan membenarkan apa saja yang datang kepada dirinya (berupa al-Quran).
Ketaatan kepada Rabb Semesta Alam tak hanya dilakukan saat bulan Ramadhan saja. Namun selayaknya ketaatan kita pada semua syariahNya seharusnya dilakukan 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan 365 hari dalam setahun. Dan ketaatan ini selayaknya dilakukan oleh semua pihak secara bersamaan, baik individu, keluarga, masyarakat dan pemangku kebijakan. Inilah bukti cinta kita kepada Allah Ta'ala. #TaatTanpaTapi #TaatTanpaNanti.
Sebagaimana firman-Nya : "Demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka atas keputusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (TQS an-Nisa’ [4]: 65).
Wa ma tawfiqi illa bilLah'alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.*