Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Bukan Mahfud MD kalau tidak membuat gaduh. Seolah Menkopolhukam adalah Menteri yang mengkoordinir penciptaan keramaian politik, kegundahan hukum, dan kerentanan keamanan.
Lempar batu sembunyi tangan. Ungkapan mutakhir adalah korupsi kini yang merajalela dan Perguruan Tinggi harus bertanggungjawab. Alasannya adalah koruptor itu sebagian besar produk Perguruan Tinggi. Naif sekali.
Mahfud lupa korupsi merajalela pasca reformasi dan rakyat menilai di era Pemerintahan Jokowi justru yang paling parah, bukan beban tanggungjawab PerguruanTinggi. Realitanya bahwa lingkungan yang dimasuki para alumni adalah ruang beriklim kehidupan ketatanegaraan yang korup. Birokrasi, legislatif, yudikatif, pemerintahan daerah dan instansi lainnya.
Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, karenanya bertanggungjawab atas atmosfir yang ada di berbagai bidang kehidupan pengelolaan negara. Ikan itu busuk dari kepalanya. Jika Kepala Negara dan kepala Pemerintahan mengalami proses pembusukan maka dampaknya menjadi multi-dimensional. Menjadi ikutan bawahan dan instansi lain. Penilaiannya adalah cara memimpin atau mengelola negara yang gagal atau tidak becus.
Presiden siapapun yang tidak tegas dalam memerangi korupsi akan dilingkari oleh orang-orang yang berani untuk korupsi. Sebaliknya jika Presiden tegas, tidak pandang bulu, serta membuktikan dalam kebijakan politik yang diambilnya selalu memerangi dan memberi contoh sebagai pemberantas korupsi, maka birokrasi, legislatif atau badan apapun akan segan bahkan takut untuk melakukan korupsi.
Jadi korupsi merajalela meski banyak faktor yang turut menjadi sebab dan banyak pihak harus bertanggungjawab, maka faktor utama dan menentukan adalah Presiden yang berwibawa, jujur dan berkualitas. Bukan Presiden yang masa bodoh, gemar pencitraan, plintat-plintut, atau pelabrak hukum dan etika politik. Bahkan bisa-bisa diindikasikan korup juga.
Presiden Jokowi dengan revisi UU KPK yang melumpuhkan lembaga KPK justru tidak menunjukkan teladan bagi pemberantasan korupsi. Ia semestinya mampu menggerakkan segenap aparat penegak hukum untuk bekerja maksimal memberantas korupsi. Sebaliknya korupsi seperti dibiarkan merajalela sebagai konsekuensi dari rezim investasi. Investasi dan hutang luar negeri yang berimplikasi pada budaya upeti dan komisi. Korupsi dianggap biasa bahkan terencana.
Dampingan korupsi yaitu kolusi dan nepotisme ternyata turut merajalela pasca reformasi, khususnya sekarang ini. Mahfud MD semestinya bukan menyalahkan Perguruan Tinggi tetapi menyalahkan diri sendiri sebagai bagian dari Pemerintahan Jokowi. Menkopolhukam adalah "tangan kanan" penanggungjawab pemberantasan korupsi. Saat ini dan di negeri ini.
Jadi jika dipertanyakan merajalelanya korupsi menjadi tanggungjawab Perguruan Tinggi atau Menkopolhukam, maka jawabannya tanggungjawab Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Nah, jika pertanyaannya menjadi tanggungjawab PerguruanTinggi atau Presiden? Pastilah jawabannya tanggungjawab Presiden!
Presiden yang disadari atau tidak telah menciptakan iklim korupsi di segala bidang. Tak serius dalam melakukan pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).