View Full Version
Ahad, 06 Jun 2021

Komisaris Telkom, Politik Balas Budi pada Abdi Slank?

 

Oleh: Elis Anggraeni

Ditengah wabah covid 19 yang sedang menimpa negeri ini, masyarakat dikagetkan dengan munculnya nama yang tak asing bagi penggemar musik di Indonesia. Abdi Negara Nurdin alias Abdee Slank menjadi sorotan bukan karena merilis album baru. Namun sang gitaris tersebut naik tahta menjadi komisaris PT Telkom Indonesia Tbk (Persero).

Pengangkatan itu dilakukan melalui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir di Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang juga sempat menjabat sebagai Ketua Tim Pemenangan Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 lalu.

Slank sendiri, belakangan dikenal sebagai salah satu grup band yang dekat dengan Presiden Jokowi. Kontribusinya terletak pada konser maupun yang lainnya dalam pemenangan Presiden selama dua kali pemilu, yakni Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Bahkan, Presiden Jokowi sendiri pernah berkunjung langsung ke Potlot yang merupakan markas Slank pada kampanye Pilpres 2014 lalu.

Sebagai komisaris, Abdee akan mengemban beberapa tugas yang mengacu pada ketentuan di Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Mengawasi kegiatan usaha agar berjalan efektif dan sesuai tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Memastikan perusahaan memiliki strategi bisnis yang mumpuni dan mengangkat manajemen profesional serta mematuhi peraturan yang berlaku.

Masalah yang dihadapi perusahaan pelat merah tidaklah ringan bahkan sangat rumit. Membutuhkan orang yang berpengalaman dan berpengetahuan lebih di bidang itu.

Bukan rahasia lagi, praktik memberikan jabatan komisaris pada sejumlah relawan pendukung rezim sudah sangat lazim. Tak hanya Abdee Slank, sederet tim sukses Jokowi juga mendapatkan jabatan sebagai komisaris BUMN. Mereka adalah Ahmad Erani Yustika (PT Waskita Karya), Dini Shanti Purwono (PT Perusahaan Gas Negara), Bambang Brodjonegoro (Telkom Indonesia), Budiman Sujatmiko (PT Perkebunan Nusantara V), Said Aqil Siradj (PT Kereta Api Indonesia), Wishnutama  (Telkom Indonesia), Eko Sulistyo (PT PLN), Dyah Kartika Rini (PT Jasa Raharja), Gatot Eddy Pramono (PT Pindad), Fadjroel Rachman (Waskita Karya), Kristia Budiyarto, dan Zuhairi Misrawi (PT Yodya Karya).

Menanggapi hal itu, Said Didu, mantan Sekretaris Kementerian BUMN menyatakan bahwa pengangkatan tersebut di luar nalar (kumparan.com, 30/5/2021).

Senada dengan Wakil Ketua Umum Bidang Ekonomi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai penunjukan seseorang untuk menempati jabatan Komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akhir-akhir ini lebih banyak bernuansa balas budi daripada kompetensi.

Politik balas budi sebenarnya tidak akan terlalu bermasalah, jika penunjukannya benar-benar menjunjung tinggi prinsip-prinsip the right man on the right place. Namun yang terjadi saat ini adalah seperti mengisi untuk orang yang tepat, namun di tempat yang salah.

Jika kita telaah, hal di atas wajar dalam era kapitalis liberalisme. Jabatan menjadi rebutan, berpotensi untuk korupsi. Ketika umat butuh pemimpin yang membela hak-hak rakyat dan amanah, pemerintah justru memutuskan hal yang bersebrangan dengan prinsip dasar kepemimpinan. Rakyat cuma bisa mengintip bagaimana partai politik bagi-bagi kue kekuasaan. Sistem ini menghasilkan para penguasa yang menciptakan oligarki di dalam pemerintahan.

Sungguh jauh berbeda dibandingkan dengan pandangan Islam tentang kekuasaan. Menurut Islam, kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang kelak dimintai pertanggungjawaban.

Sebagaimana dalam riwayat sahih telah dijelaskan:

عن أبي ذرٍ رضي الله عنه، قال: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللّهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي؟ قَالَ: فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَىَ مَنْكِبِي. ثُمّ قَالَ: يَا أَبَا ذَرَ إنّكَ ضَعِيفٌ وَإنّهَا أَمَانَةٌ، وَإنّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ، إلاّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقّهَا وَأَدّى الّذِي عَلَيْهِ فِيهَا

Suatu hari, Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku (seorang pemimpin)?” Lalu, Rasul memukulkan tangannya di bahuku, dan bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau lemah, dan sesungguhnya hal ini adalah amanah, ia merupakan kehinaan dan penyesalan pada hari kiamat, kecuali orang yang mengambilnya dengan haknya, dan menunaikannya (dengan sebaik-baiknya).” (HR. Muslim).

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut Imam Fudhail bin Iyadh, hadis ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah Swt. untuk  mengelola urusan publik (seperti BUMN), baik urusan agama maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Maka, ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Wallahu'alam bissawab. (rf/voa-islam.com)

ILustrasi: Google


latestnews

View Full Version